Gagal Menggunakan Kalender Editorial Blog? Mungkin Kamu Melakukan Beberapa Kesalahan Berikut!

by - Agustus 03, 2016

Coba cermati beberapa kesalahan yang kerap terjadi saat membuat kalender editorial ini.


Beberapa kali saya sempat ditanya oleh teman sesama blogger. Pertanyaannya sih kurang lebih sama.

"Mbak, saya coba bikin editorial blog seperti yang Mbak tulis, tapi anu jeh ... paling cuma bisa ta' lakukan itu sekali dua kali doang. Selebihnya ... sudah nggak pernah sesuai lagi dengan editorial yang saya bikin itu."

Nah, hal yang lalu meloncat secara spontan di otak saya adalah ... Lha piye? Pengin kembali sesuai editorial yang sudah dibikin, apa ya sudah, bablas saja dan lupakan si editorial?

Baca juga:  Mengapa Seorang Content Writer Membutuhkan Editorial Calendar? Ini 7 Alasan Utamanya!

Karena toh, pikir saya, ya percuma to pakai editorial kalau memang nggak merasa butuh? Hahaha.

Seperti yang sudah-sudah, bahwa editorial itu merupakan alat bantu agar kita produktif ngeblog. Bukan sebaliknya, alat yang malah merepotkan. Kalau memang bisa blogging, tanpa editorial, ya sudah kan, nggak usah dipaksain untuk memakai kalender editorial blog segala macam. Entar malah jadi terikat, nggak bebas mengekspresikan diri, ... akhir-akhirnya terus bikin label baru, blogger editorial dan blogger selo (nulis nek selo dan karena selo, tapi penghasilan cetho welo-welo).

Hahahaha. Becandaaa ... Jangan diseriusin ya :P

Sekali lagi ya, kalender dan/atau planner ini sekadar alat bantu, yang tentu saja diharapkan bisa memperlancar kita mengerjakan sesuatu, yaitu blogging. Kalau nggak merasa terbantu, sekali lagi, tinggalin aja. Toh, juga nggak ada yang maksa to? :D

Anyway ...

Kalau memang pengin menggunakan alat bantu satu ini supaya bisa produktif ngeblognya, maka ya, ayo coba kita lihat lagi. Biasanya sih ada beberapa kesalahan yang kita lakukan, sehingga planning ngeblog kita nggak berjalan sesuai dengan seharusnya.

Apa aja?
Mari dilihat.
Sekali lagi, ini buat yang mau pakai kalender editorial atau planner lho ya. *Iya, iya, Mak! Berisik amat sih lu! Buruan!*

1. Langsung plot banyak


Kesalahan 1. Langsung plot banyak

Nah, ini biasanya yang jadi kesalahan orang-orang yang cerita kalau kalender editorialnya nggak jalan.

"Nganu je, Mbak, saya sekali dua kali masih bisa taat sama topik yang saya rencanakan. Sudah dua minggu, bubar semua."
"Lha, emang mau update blog berapa hari sekali?"
"Seminggu dua kali."
"Editorialnya untuk berapa lama?"
"Setahun."

Gubrak. *pingsan dalam slow motion*
Semakin banyak ngeplot planning, maka kemungkinan untuk melupakannya pun akan semakin besar. Saran saya sih, jangan ngeplot terlalu banyak. Maksimal untuk 4 - 5 postingan ke depan.

Jadi, mau berapa kali mau update blog dalam sebulan? Dalam seminggu?
Kalau mau update seminggu dua kali, barangkali kamu perlu bikin editorial selama dua minggu saja. Jadi ada 4 postingan yang sudah dipikirkan.

Kalau ngeblognya seminggu sekali? Lebih baik, kamu bikin editorial untuk sebulan. Ha kalau ngeblognya mau tiap hari? Bikin per minggu.

Kayak saya gini, bikinnya per minggu, karena saya setiap hari ada update, baik itu di blog pribadi, di media sosial kantor, ataupun di portal. Saya punya 3 kalender editorial, yang dua untuk seminggu ke depan, yang satu untuk sebulan ke depan. Sama sekali nggak berani ngeplot lebih untuk sebulan, kecuali tema super besar buat si portal. Tapi itu pun bisa berubah juga. Malah lebih banyak deh berubahnya. Hmpf.

2. Takut mood berubah di tengah jalan


Kesalahan 2. Takut mood berubah di tengah jalan

Kebanyakan yang ragu-ragu memakai kalender editorial atau planner gini alasannya adalah karena takut ntar berubah juga di tengah-tengah jalan.

Nih, saya ceritain deh.
Kalau partner saya ngedit di portal sih sepertinya sudah mulai hafal kebiasaan saya. :))

Untuk portal tersebut, saya ngeplot artikel untuk seminggu. Ada kurang lebih 10 - 15 artikel akan tayang dalam satu minggu itu. Dan yang berubah? Sedari hari Senin saja sudah ada 1 artikel yang diganti dengan artikel lain. Selasanya? Ada 2. Rabunya? Mmm ... ada 1 artikel yang diganti untuk ditayangkan. Hahaha.

Perubahan yang terjadi karena biasanya ada pertimbangan khusus juga sih. Misalnya, di menit-menit injury time, ada artikel lain yang masuk dan momennya lebih pas. Atau tiba-tiba ingat kalau minggu depan itu ada event atau peringatan yang akan cocok kalau ada artikel A yang nongol pas di hari itu. Atau ... just simply, saya nggak bisa masuk ke dalam artikelnya dan susah banget buat ngedit. Akhirnya saya ganti saja dengan artikel lain, ketimbang puyeng nggak jelas. Hihihi.

Itu dari portal.

Dari blog? Sama-sama bedalah.

Biasanya saya berubah juga karena ada alasan tertentu. Misalnya, referensinya ternyata kurang oke, atau masih ada beberapa hal yang mesti saya kroscek lagi. Atau ... just simply, saya nggak mood bahas mengenai topik yang tadinya dijadwalkan, bisa membuat saya mengubah postingan.

See?
Berubah di tengah jalan itu biasa. Mood berubah, tiba-tiba nggak jadi pengin publish artikel yang bersangkutan itu mah ... wajar aja.

Tapi, apakah terus menyerah nggak usah pakai kalender editorial?
Kalau saya sih, enggak. Saya tetap pakai. Yang terpending kemarin ya saya masukkan lagi. Nanti kalau kepending lagi, ya saya masukin lagi ke jadwal berikutnya. Gitu terus. Sampai sudah benar-benar tereksekusi. Kalau moodnya benar-benar ilang, nggak pengin bahas sama sekali lagi ... ya udah, coret!

Apakah dengan demikian saya rugi?
Enggak kan?

Kalender editorial itu saya pergunakan sebagai tool atau alat bantu, supaya pas sudah saatnya saya menulis, saya nggak perlu bingung lagi mau bahas apa. Namun sekaligus saya nggak pengin terikat juga. So, saat kondisi begitu hectic, dan nggak memungkinkan saya posting, ya udah, pass! Skip! Next! Hahaha.

Bagus kalau kita bisa bekerja secara terstruktur, itu membantu banget supaya bisa lebih produktif. Tapi ingat, kita harus tetap enjoy saat mengerjakannya.

Baca juga: Yuk, Tingkatkan Produktivitas dengan Editorial Calendar - Bonus: Editorial Calendar untuk April, Mei dan Juni 2016!

3. Belum punya waktu yang pasti untuk menulis

Kesalahan 3. Belum punya waktu yang pasti untuk menulis

Biasanya merasa kurang produktif ngeblog, ngeblog saat inget atau saat selo doang, lalu karena "kejar setoran" pengin kayak yang lain yang bisa ngeblog tiap hari, tiap minggu konsisten, terus ngebut deh.

Sesungguhnya, niat ngeblog itu sama kayak niat diet. Kalau motivasinya datang dari luar, itu biasanya nggak akan bertahan lama. Yang ada ya, dietnya mulai besok begitupun niat menulis di blog. Sama kayak niat berhenti merokok. Hari ini terakhir deh ngerokok, besok enggak lagi. Bentar ah, besok aja nulisnya. Hari ini nggak sempat.

Kebiasaan itu memang nggak gampang diubah. Kalau memang sudah niat untuk menulis lebih konsisten, ya harus sedari awal sudah diniatkan. Mau menulis kapan, dan lalu buat waktu untuk menulis. Bukan meluangkan waktu lho ya. Beda. Buat waktu untuk menulis. No matter what, harus menulis di jam itu di hari anu.

Pertama mungkin sebulan sekali dulu. Baru seminggu sekali. Kalau sudah lancar, mau setiap hari juga bisa kok update blog, dan postingannya juga nggak asbun. Asal bunyi.

Percaya dengan kalimat, "Practice makes perfect" kan?
Dengan semakin banyak dan semakin sering kita nulis, kita akan semakin peka menangkap sesuatu untuk dijadikan ide tulisan lho. Hambok kamu ngelamun sambil ada di TransJakarta pun bisa kok jadi tulisan.

Tapi, ide membuncah, kalau nggak dibarengi dengan waktu yang pasti untuk menulis, percaya deh, nggak bakalan kesampaian nulis.

So?
Mau konsisten ngeblog? Tentukan dulu waktu pasti untuk menulis. Temukan jam-jam di mana kamu paling bebas dari gangguan, dan menulislah. Saat sudah menemukan waktu yang pasti, baru deh kamu bikin kalender editorial. Pasti kepake.


4. Brainstorming sambil ngeplot


Kesalahan 4. Brainstorming sambil ngeplot

Nah, ini juga biasanya terjadi.
Sambil buka kalender, sambil nyari ide.

Ya, enggak apa-apa juga sih. Ini sih sebenarnya nggak salah-salah amat. Eh, yang sebelum-sebelumnya juga nggak salah juga sih. Hahahaha. Cuma kurang tepat.

*apa sih, Mak, lu nggak jelas amat?!*

Cuma, kalau gini caranya, bakalan lama deh ngeplotnya. Nggak selesai-selesai, cyin!

Coba cara lain yuk.
Sudah punya bank ide belum? Kalau belum, sediakan waktu buat brainstorming khusus. Saya pernah nulis juga soal brainstorming untuk hasilkan 100 lebih ide artikel. Silakan dibaca, kalau berkenan :)

Kalau sudah terkumpul, baru deh diplot ke kalender editorial. Dengan begini, akan lebih cepet. Bengongnya nggak kelamaan :P


Nah, terus ... apa lagi ya, yang biasanya terjadi kalau kita lagi bikin editorial ini? Hmmm, kayaknya itu aja sih. Ya, entar kalau ada tambahan lagi, saya update aja deh ya. Hehehe.

Terima kasih sudah nyimak.

Happy blogging!

You May Also Like

7 comments

  1. mbak...nganu jeh, tolong contohin dong pingsan dalam slow motion itu kek gimanaaah?

    hahahahaha

    *melipir sebelum ditimpuk laptop*

    BalasHapus
    Balasan
    1. Timpuk laptop mah sayang laptopnya. Wkwkwkwk.

      Hapus
  2. Saya banget rasanya dah.... dah donlot editorial calender mbak sampai sekarang gak isi-isi. Hehehe. Dah gitu di Trivia banyak yang mandek di tengah jalan nulisnya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Di-list sih buat aku bantu, Mas. Jadi yang udah dikerjain dicoret. Biasanya kalau bisa coret satu sih terus semangat nyelesaiin yang berikutnya :D

      Hapus
  3. hahahaha aku tuh, buka laptop lama, nggak ada satu tulisanpun yang kelar.
    Selama ini cuma nyimpen di pikiran aja, hari ini mau nulis ini, 3 hari lagi nulis itu, tapi seringnya ya nggak dilakoni hiks.

    BalasHapus
  4. Saya tanpa editorial Kalender. Jadi sekalinya nulis bisa banyak. Buat draft aja. Nah kadang saya jadwalin. tapi sama kayak mbak carra. Kalo ada yg kurang pas, ya dimundurin. Kalo ada yg lebih pas, ya dimajuin. Gitu. Ya liat" sikonlah istilahnya :v
    Terus soal semakin banyak nulis, semakin peka, itu bener banget!

    BalasHapus
  5. No wonder editorial calender didn't work for me. Saya melakukan komplit 4 kesalahan di atas. Ih... dirimu kok kaya cenayang sih. Tahu aja.

    BalasHapus