Bagaimana Menulis Artikel Kontroversial dengan Smooth Tanpa Harus Ofensif

by - Agustus 13, 2016

Menulis artikel kontroversial tidak sama dengan mencari musuh.


Saat ditanya artikel seperti apa yang berpotensi viral, saya selalu menjawab dengan artikel yang kontroversial.
Dan kemudian, jawaban saya itu akan dijawab kembali dengan, "Wah, saya nggak berani nulis artikel kontroversial. Nggak siap punya musuh."

Hmmm ...
Sampai di sini saya kemudian mikir, apa benar kontroversial artinya cari musuh?

Well, controversy sells indeed!
Siapa yang akan atau bisa mendebatnya?

Setiap orang, pembaca online to be precised, suka hal-hal yang berbau kehebohan dan kontroversial. Orang akan dengan mudah diajak untuk membaca, apalagi kalau ada kesempatan buat nyinyirin. Wah, pasti deh pada semangat yeuh.

Artikel kontroversi yang akan kita bahas di sini adalah artikel yang memanfaatkan sifat psikis orang tersebut. Tujuannya? Ya, dapetin pageviewlah.

Memang sih, saran saya di atas bisa terdengar begitu ambigu. Satu sisi, saya hanya sekadar menjawab apa adanya sesuai pengalaman pendek saya dalam kepenulisan online. Sisi lain, seakan-akan saya sedang menjerumuskan orang. It's kinda an open invitation to trouble, don't you think? :)

Apalagi dengan kalimat "demi pageview". Duh, kesannya ... penyembah pageview banget lu, Mak!
Hahaha. Hayo, siapa yang mikir kayak gitu pas baca tulisan ini? :P
Bebaslah, nggak apa juga kalau dianggap begitu. Saya mencoba realistis aja. Siapa yang nggak butuh pageview, terutama buat yang suka nulis konten? Website mana yang nggak senang dapat pageview tinggi? Semuanya mencoba bersaing mendapatkan PV terbaik yang mereka bisa. Sama kayak kalau kita bilang, buat hidup cuma butuh cinta? Cih!

*ini ngomong apa sih saya?*

Mari kita kembali fokus.
Pageview nggak seburuk itu, fellas. Dengan pageview yang tinggi kita bisa melakukan banyak hal. Kita bisa menyampaikan pesan, kita bisa mengedukasi, kita bisa meluruskan pendapat yang salah ... apa lagi? So, kita bisa dong mendatangkan pageview yang nggak cuma sembarang pageview kan?
Kita mau pageview yang positif. Bukan negatif. Sepakat nggak sampai di sini?

So, controversy does sell, tapi kalau ditulis secara sembarangan, nggak dipikirkan baik-baik, dan dengan nggak bertanggung jawab, ya jadinya artikel kontroversi tersebut bisa menjadi bumerang buat kita. Topik kontroversial yang seharusnya bisa menjadi senjata untuk mendatangkan pageview, akan membuat blog atau web kita hancur.

Iya sih, pageview akan meningkat tajam di satu dua hari. And after that? Balik lagi ke normal juga sudah syukur. Bisa saja yang terjadi kemudian, blog kita akan kehilangan pembacanya, gara-gara kita dikenal sebagai "si idiot yang nulis tentang anu".

Haish. That's one wrong kind of attention, isn't it?

Beberapa orang yang telah menulis seputar topik yang kontroversial, menurut pengamatan saya, biasanya mempunyai tendensi salah satu dari yang berikut ini:
  1. Meluruskan sesuatu
  2. Memberikan edukasi
  3. Menarik perhatian
  4. Or just simply goofing around
Nah, permasalahannya adalah, kadang batas tendensi satu dengan yang lainnya itu tipis banget. Apalagi dipengaruhi oleh gaya bahasa dan gaya tulis si penulis. PLUS ditambah level pemahaman pembaca yang berbeda-beda.

Dan kita, sebagai penulis, nggak bisa semata-mata menyalahkan otak pembaca yang "nggak nyampai" ini. Kalau sampai banyak pembaca yang nggak bisa menangkap maksud dari tulisan kontroversial kita itu, berarti ADA YANG SALAH dengan cara kita menulis. Lepas dari kondisi bahwa setiap orang punya pandangan yang berbeda lho ya. Antara gagal paham sama pandangan yang berbeda itu juga beda. Bisa dirasain kok.

Tapi sebenarnya, menulis topik yang kontroversial itu nggak sesulit dan se"keras" itu kok. Ini ada beberapa tip berdasarkan pengalaman menulis topik kontroversial secara smooth.

1. Pilihlah topik yang tepat


Pemilihan topik ini memang yang paling penting. Kesuksesan artikel kontroversial kita sangat ditentukan oleh ketepatan kita dalam memilih topik.

Kenapa?
Karena dengan topik yang tepat dan sesuai dengan minat kita, tentu kita akan lebih siap "menghadapi" jika ada komen kontra yang masuk. Lebih gampang ngeles, gitu istilahnya kali ya. Hehehe.

Karena kalau dengan kita menguasai dan meminati topik tertentu, pastinya pengetahuan kita juga banyak di seputar topik tersebut. Meski mungkin nggak lebih banyak juga dari beberapa orang yang lain ya. Tapi seenggaknya kita bisa kasih jawaban.

Jadi, saran, pilihlah topik-topik yang benar-benar dipahami dan dikuasai.

2. Perhatikan tone tulisan



Ada banyak tujuan kita menulis artikel kontroversi. Artikel kontroversial bisa dibilang artikel di mana kita ikut urun pendapat mengenai suatu hal, dengan mengambil satu sisi pandangan yang menurut kita benar.

But please keep this in mind.
Meski pendapat kita berbeda dengan pendapat orang, ini nggak sama dengan mencari musuh. Jadi perhatikan intonasi tulisan kamu, perhatian tanda baca (karena penempatan tanda baca yang salah sedikit saja bisa memberikan tone yang berbeda pada kalimat), dan sesekali bercandalah untuk menurunkan tensi.

Sesekali saat saya blogwalking, saya sering menemukan artikel yang lagi membahas topik yang hot tapi berasa adem saat dibaca. Kali yang lain, saya sering membaca artikel yang sebenarnya biasa aja, tapi entah kenapa, auranya panas sekali. Bikin jengah. Ada kesan songong, dan seakan-akan hendak berkata, "Ini tulisan gue, dan terserah gue mau ngomong apa."
Coba rasakan bedanya jika kamu menuliskannya dengan maksud, "Ini pendapat gue, dan sekarang gue lagi kasih tahu kalian bahwa faktanya seperti ini lho."

Ada baiknya kita berlatih kepekaan saat menulis, karena kerasa lho nyolot sama enggaknya. So, kalau topiknya saja sudah kontroversial, usahakan tone-nya adem ya. And no, you can't say ini balik ke gaya menulis masing-masing. Tone tulisan seperti ini bisa dipelajari kok. Apalagi kalau kamu sempat untuk membaca kembali artikel kamu berulang kali.

3. Ingat kembali tujuan menulis artikel kontroversial


Apakah kamu menuliskannya karena emosi terhadap pernyataan atau situasi tertentu? Kalau iya, lebih baik, tunda sebentar. Tapi mau tetep 'nyampah'? Boleh. Tapi jangan langsung dipublish. Make sure kepalamu benar-benar sudah dingin saat memencet tombol publish. Don't make yourself embarrased dengan publish artikel penuh emosi, meski itu tujuannya untuk meluruskan pendapat yang salah.

Jika tujuannya untuk meluruskan pendapat atau opini yang salah terhadap satu hal yang populer di masyarakat, pastikan bahwa tujuan kamu menulis adalah agar orang lain well-informed. So, posisikan diri sebagai seorang pemberi informasi.

Dan ingat ya, namanya kontroversi, so you have to take one side. Jadi ingatkan diri sendiri selalu, sepanjang waktu menulis, bahwa kita sedang menulis di tengah banyak versi yang ada. Mungkin versi kita justru against versi kebanyakan orang, bisa jadi versi kita adalah versi unpopular one. Jadi teteup ya, cyinn, menghormati versi yang lain itu penting banget untuk kita ingat.

Ingat, panggungnya nggak cuma buat kita sendiri ya. So, play fair!

4. Speak as third person


Kalau mau lebih aman lagi sih, nulis artikel sejenis editorial. Jadi, cari pakar yang sesuai di topik tersebut, lalu lakukan wawancara. Istilahnya, kita sedang mengonfirmasi situasi yang ada, gitu deh.

Lalu tulis editorial mengenai topik tersebut di blog. Kalau ada apa-apa, ya pasti amanlah. Kan kita nggak beropini sendirian toh? Hahaha.

Nggak curang kan ya? Kan malah bagus, kita punya dasar pemikiran, bahkan akan lebih bagus lagi kalau dilengkapi dengan fakta dan data yang lengkap. Tapi ingat ya, make sure expert yang diajak untuk berdiskusi itu harus benar-benar berkompetensi.

5. Nulis bukan di blog sendiri


Iya, ini juga langkah yang cukup aman banget dah.
Kan sudah banyak UGC dan media online yang menerima tulisan dari siapa pun sekarang ini ya. Saya sih cenderungnya gitu, kalau seumpama kontroversial, saya lebih suka menuliskannya di media lain. Selain, biasanya lebih banyak yang baca, juga nggak terlalu bikin baper sih efeknya. Hahahaha. Pengecut sekali! =)))

Nggak kok, kan nama penulis juga ada. Tetep bisa dicari kalau mau kan. Tapi seenggaknya memang terus bisa langsung move on, nggak perlu mikirin komen kontra yang mungkin mampir.

Tapi, kalau nulis di media online lain ntar nggak ngasih traffic dong ke blog kita? Ya, iya nggak secara langsung sih. Tapi pengalaman saya so far, dengan menulis di mana-mana, nama kitalah yang makin di-notice. Dengan nama kita yang makin di-notice, maka yang memang tertarik pasti akan mencari tahu. Toh di identitas penulis juga kadang ada data identitas yang lain.


Beberapa kali saya menulis dan mengedit artikel yang cukup kontroversial, namun tujuannya adalah mengedukasi masyarakat.

Di tengah semua tuntutan menjadi ibu yang baik itu, saya menulis bahwa (kurang lebih) ibu itu juga manusia. Sering berbuat dosa. Tapi bagaimanapun, ibu tetaplah yang terbaik. Kalau mau baca ada di sini ya.
Yang sempat ramai beberapa waktu yang lalu. Saya hanya sekadar menyuarakan suara-suara yang bakalan melintas di pikiran banyak ibu saja sih. Kalau mau baca, ada di sini.

Sebuah artikel yang mengedukasi para ibu, bahwa seharusnya merokok itu jangan dijadikan alasan untuk berhenti menyusui. Against apa yang dianggap di masyarakat, bahwa ibu merokok harus berhenti menyusui. Kalau mau baca ada di sini ya.

Ya, itu hanya sedikit contoh aja sih.
Ada sih beberapa teman blogger yang sering juga menulis artikel kontroversial, namun saat dibaca tetap adem. Di antaranya ada Mbak Indah Juli, yang juga beberapa kali menulis bareng saya. Tulisannya yang seputar topik ibu bekerja versus stay at home mom itu sejuk banget dibaca ya. Nggak bikin menjengit. Hihihi.

Terus satu lagi yang saya suka tulisan kontroversinya, tapi penuh dengan pengetahuan yang bikin kita bilang "Ooooo ...", adalah Mbak Widyanti Yuliandari. Blognya seputar food combining sih. Dan beberapa di antara cukup bikin saya melongo aja gitu. Lho, ternyata gitu toh? Jadi selama ini saya salah dong.
Coba deh, baca artikel terakhirnya mengenai susu dalam pandangan food combining. Kenapa para fc-er kayak pada antipati sama susu.

Nah, see?
Artikel kontroversi bukan berarti mencari musuh kan? Semua kembali ke awal tujuan kita menuliskannya. Biasanya sih memang efek dan tone yang dihasilkan memang dimulai dari tujuan kita nulis sih. Apa pun itu.

You May Also Like

17 comments

  1. Aku suka bagian ini mba :Kalau sampai banyak pembaca yang nggak bisa menangkap maksud dari tulisan kontroversial kita itu, berarti ADA YANG SALAH dengan cara kita menulis.

    Biasanya penulis tetap ngotot dg tulisannya sekalipun banyak pendapat/komentar yang berseberangan. Dan itu lama2 bikin, ooh yowes suka2 yg nulis deh, mau komen apa jg salah sih. Yg begitu sy kdg gak ngerti maksud dan tujuan penulis itu sebenernya apa.

    Btw, aku pun suka sekali baca tulisan2 kontro tetapi dg bahasa yang halus, gak berasa songong dan nyolot. Misalpun yg ditulis berseberangan dg kita rasanya karena bhs yg dipakai halus kita jadi mikir "oh iya, mgkin bener juga sudut pandangnya" gitu... jadi gak ada kepengen utk mendebat gitu.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ya kalau ngotot sih pasti karena ada emosi yang masih terlibat :D
      Kalau emosi udah netral, suara artikelnya juga netral kok meski sebenarnya memihak ke satu sisi.

      Hapus
  2. tulisan mak Carra memang selalu brilian, untuk menulis yang kontroversial jujur saya masih takut :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ya, nulis aja yang nggak bikin takut, Mbak :)))

      Hapus
  3. Menarik artikelnya. Sering membaca artikel judulnya kontroversial, tapi isinya hanya mempertanyakan dan mengupas dari berbagai sisi. Bahkan seringkali banyak yang setuju. Kalau kembali ke definisi, dimana yang kontroversial ya? *bingung* Mungkinkah sebuah artikel lulus menjadi kontroversial bila- secara sengaja atau tidak- pembaca digiring untuk memperdebatkan bukan untuk berdiskusi atau bersepakat..?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kontroversial, kalau aku lihat dari artinya, sih kontra dan versi. Jadi artikel yang memang memihak ke salah satu dari banyak versi yang ada. CMIIW.

      Hapus
  4. saya pernah menulis artikel kontroversial, tapi ya itu karena saya emang tau banget sama itu. terkadang suka mikir dulu kalo soal artikel kontroversial, takut ada yg ngerasa dijudge.

    BalasHapus
  5. Bener juga sih, kadang aku baca postingan seperti ini, ada yang menuliskannya dengan penuh emosi terkesan "memaksa" kalo pendapatnya sudah yang paling betul. Tapi ada yang slow2 aja. Kadang ada yang mengulas pro dan kontra dari sudut pandang sendiri. Kalo aku, masih belum pernah nulis yang kontroversial, masih pengin nulis yang ringan-ringan aja :D

    BalasHapus
  6. Betul mak, ada pun yang nulis kontroversial tapi habis bacanya jadi ngggg cemana gitu ya. Setuju kata Mak Li, terkesan maksa. Dan, jujur saya suka pening ketika TL bertabur artikel kontroversi yang isinya so so so *adeuh apalah ini* tapi nggak mungkiri juga ada beberapa yang tulisannya adem. Selow namun tajam cyiinnn.

    BalasHapus
  7. oooh... jadi gitu ya mbak, caranya. hihi.. selama ini masih maju-mundur kalo mau nulis artikel kontroversial. ternyata kuncinya di delivery nya yah. 😂

    thanks for sharing ya mbak 😘 berguna banget ini infonya.

    BalasHapus
  8. Mba, yg awkarin sharesnya keren bgt :) mau nyobain, pegangan dulu ah sama mba Carra hihiii

    BalasHapus
  9. Aku punya dua draft yang kontroversial,tapi gak jadi di posting Mak.
    Karena pas editing kok lebih banyak emosi pribaidnya.

    BalasHapus
  10. saya masih cari-cari cara delivery konten-konten yang kontroversial nih mbak. terimakasih ya tulisannya menginspirasi sekali. penting banget bagi penulis-penulis baru seperti saya untuk bisa masukin konten-konten yang 'pageview friendly' hehehe

    BalasHapus
  11. Wah belum sanggup nulis yg kontroversial, soalnya aku suka takut kalau dikritik atau dibully orang. Mentalnya masih tempe mendoan.

    BalasHapus