3 Pertanyaan yang Harus Ditanyakan pada Diri Sendiri Sebelum Posting di Media Sosial

by - September 11, 2016



Disclaimer: tulisan ini pernah muncul di web Kumpulan Emak Blogger, dengan beberapa editing dan update.

Hai! Ada yang belum medsos-an?

Media sosial sekarang sudah jadi hal yang nggak terpisahkan dari hidup. Coba deh kita lihat di sekeliling kita. Coba hitung, berapa orang yang asyik sendiri sama smartphone yang lagi menampakkan laman Facebook, atau Twitter, atau Path, atau Instagram. Coba juga lihat diri kita sendiri, berapa banyak kita punya akun medsos? Facebook, Twitter, Instagram, Path, Pinterest, Line, Snapchat, Bigo, ... wah. Makin banyak aja ya medsos yang bermunculan.

Suka atau enggak, media sosial telah mengubah cara kita berinteraksi dengan orang-orang. Di mana pun. Bahkan di rumah, yang seharusnya menjadi tempat orang-orang berbagi kehangatan.
Dan, saking bebasnya dipergunakan (apalagi atas nama kebebasan berekspresi dan beropini), tak banyak pula yang berpikir panjang mengenai efek yang bisa ditimbulkan dari sebuah status ataupun tweet.

Hei, ini akun kan akun gue. Bukan akun lo. Suka-suka gue dong, mau posting apa, mau nyetatus apa.

Hmmmm ...  Iyakah, apakah hanya diri sendiri saja yang boleh nyetatus dan bebas berpendapat? *elus jenggot* Terus, nanti kalau ada masalah, baru deh nyesel.

“Why meeeeee?” *drama*

Nyadar nggak sih? Tulisan yang disebarkan atas nama kebebasan berekspresi dan beropini ini kadang *atau malah sering banget?* disalahgunakan, disalahpahami, dan lalu menyakiti orang lain?

Ada beberapa pertanyaan penting yang barangkali bisa kita tanyakan pada diri sendiri, sebelum kita pencet tombol “Post”, “Publish”, “Tweet” or whatever di media sosial, untuk menghindari masalah yang bisa terjadi kemudian.

Pertanyaan agar Kita Lebih Bijaksana Menggunakan Media Sosial

1. Apakah kita bisa mengatakan hal yang sama di hadapan orang di dunia nyata?

Maksudnya begini, Orang sebenarnya dianugerahi dengan perasaan rikuh, nggak enak, dan nggak tega itu sebenarnya for good reasons. Percaya apa enggak? Perasaan-perasaan tersebut muncul seakan sebagai filter terhadap apa yang akan kita lakukan atau katakan pada orang lain.

Mengapa ini tak kita berlakukan juga dalam bermedia sosial?

Kalau ternyata yang kita post di media sosial itu nggak mungkin kita katakan langsung pada orang di dunia nyata, berarti sebenarnya kita sudah tahu, bahwa itu nggak pantas dikatakan. Jadi ya jangan post juga di media sosial.

Just don’t write anything that you wouldn’t say it to people’s face!

Ada kalanya, kita menulis status menyindir orang lain, karena kita merasa nggak “berani” menyampaikannya pada mereka. Nggak berani ngomong langsung, tapi malah nulis status yang bisa dibaca oleh banyak orang lain?

Hmmm, ada yang missed nggak sih di situ?

Orang lebih mudah menulis komentar atau nyetatus ketimbang mengatakannya secara langsung. Orang jauh lebih berani saat mereka online, dan mereka sering berkomentar dengan emosional tanpa berpikir mengenai rasa sakit mungkin akan timbul pada diri orang lain.

So, sebelum posting, ada baiknya kita pikirkan lebih dulu, apakah kita bisa mengatakan sesuatu itu di depan orang? Apakah hal tersebut hal yang baik? Apakah konstruktif? Apakah akan menyakiti orang lain?


Baca juga: Inilah 5 Tipe Toxic People yang dengan Senang Hati Saya Hindari di Media Sosial 

2. Apakah saya rela dan mau, postingan saya atau konten saya atau status saya atau tweet saya itu berada di dunia maya selamanya?

Artinya begini. Meski dunianya disebut dunia maya, tapi jejak-jejaknya nyata.

Begitu kita posting sesuatu, maka selamanya sesuatu itu menjadi bagian dari internet. Dan internet, itu bukanlah dunia yang sepi. Internet itu adalah dunia yang nyata, meski kita tak bisa melihat orang-orang yang hidup di dalamnya secara langsung.

Foto-foto kita di Facebook? Bisakah dihitung berapa banyak orang yang sudah melihatnya?

500 orang, karena saya punya 500 teman di Facebook friendlist saya. 

Oh ya? Barangkali salah satu dari mereka mengakses Facebook melalui warnet. Dan sadarkah kita, bahwa setiap laman yang sudah diakses itu selalu menyimpan cookies dan cache dalam laptop dan juga IP address-nya? Gimana kalau ada orang yang mempergunakan cookie itu untuk masuk ke dalam Facebook teman kita, dan mengakses Facebook kita?

Itu bukan nakut-nakutin lho. Hanya menawarkan sesuatu yang barangkali nggak pernah kita pikirkan, tapi ternyata berakibat buruk. Do you really think about it?

Jadi, sekarang coba hitung lagi berapa banyak yang lihat foto kita? Foto anak-anak kita? Siapa yang bisa jamin, kalau data diri kita itu nggak dipergunakan dengan tidak bertanggung jawab, kalau kita sendiri juga nggak bertanggung jawab dalam menggunakannya?

Jejak digital itu nyata!


Baca juga: Apa yang Harus Kamu Lakukan Jika Konten Kamu Dicuri Oleh Orang Lain 


3. Relakah saya, jika apa yang saya punya itu menjadi milik publik?

Aish. Pertanyaan sok selebritis pun. Hahaha. Bukannya gitu sih. But, this is the real point.
Konten yang kita unggah dengan settingan public maka ya akan menjadi milik publik, bisa dipergunakan oleh siapa saja.

Mau nggak boleh? Gimana caranya nggak bolehin? Ditulisin di captionnya?

“Foto ini nggak boleh di-save atau diunduh ya! Property pribadi!” 

Terus? Jamin gitu, orang yang “jahat” mau baca caption-nya? Ikutan kuis aja pada suka males baca peraturannya kok #eh *ini curcol* *abaikan*

Foto di-watermark? Watermark gampang diilangin, cuma butuh 5 menit buat hapus watermark yang diletakkan di tengah dan dalam ukuran yang besar. Postingan udah diprotect, nggak bisa disorot dan diklik kanan, tapi tetep bisa kok di-screenshoot. Orang kalau udah punya maksud nggak baik, entah kenapa, jadinya lebih kreatif dari kita loh :D *curcol lagi*

Jadi, sebelum pencet tombol “Post”, “Publish”, “Tweet” atau whatever, tanyakan pada diri sendiri dulu. Ini akan jadi milik publik, relakah aku? *tsah* Hihihi.

Jadi inget. Beberapa waktu yang lalu, Mbak Okke Sepatumerah sempat menulis di blognya, mengenai para artis delusional. Soal kalau zaman dulu yang suka cerita keseharian itu adalah artis-artis, sekarang mah mendadak banyak artis media sosial. Bahkan jadinya lebih terkenal ketimbang para artis yang nongol di tivi ya. Sebut saja siapa ya, Awkarin, misalnya? :P

Well, saya juga nih. Gegayaan beneur. Sok-sokan membagi cerita kehidupan pribadi, tapi habis itu mencak-mencak waktu fotonya nangkring di “rumah” orang. Dulu yang gitu kan artis ya, yang posternya suka kita tempel di dinding kamar. #eaaaa #anak90an


Ya gitu deh. Ribet emang kalau sudah ngomongin soal gawul di media sosial. Belum lagi ini itu yang suka bikin kita jadi baperan, jadi insecure. #eaaaa Tapi tenang, nggak usah semuanya dianggap terlalu serius. Nyantai aja, nikmati kayak kita menikmati hidup *tsah*

Selamat bermedia sosial dengan bijak ya! *dadah-dadah*

You May Also Like

13 comments

  1. Inilah kenapa saya akhirnya hampir gak pernah upload foto anak. Paling gak gak sesering dulu. Hihihi.... Tapi pagi ini upload videonya sih. Hihihi.. :D
    Saya kalo di blog udah dari dulu menganut azas kalo saya malu di dunia nyata sama isi postingannya gak akan saya publish. Hihihi..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aku juga, Mas. Makin ke sini makin mengurangi upload foto keluarga. Kalaupun ada ya, disetting private buat kelarga sendiri juga.

      Hapus
  2. Hihi banyak sesi curcol nya ya mak..memang pernah lihar netizen yg fotonya dicuri buat iklan gigi...itu pasti bikin kesal banget. kalau semua orang menerapkan poin diatas bisa2 isi facebook foto pemandangan semua....

    BalasHapus
    Balasan
    1. Curcol? Di sebelah mananya?
      Sekadar hasil pengamatanku yang sempit dan nggak seberapa saja sih. Hayuk, ditambahin kalau ada yang kurang :)
      Apparently you missed some points, but thank you for reading :)

      Hapus
  3. di bagian ikut kuis dan watermark :) itu lho mak....bagus kok, poinnya sdh cukup jelas
    intinya apa yg diposkan harus direlakan dg resikonya..termasuk yg sifatnya pribadi..kira2 begitu,bukan, ya? bila tidak rela, silahkan pos yg tidak bersifat pribadi atau tidak keberatan dishare..

    BalasHapus
  4. Bener ya yg #1, kl ga mau diomongin scr langsung ke orgnya, berarti jgn diposting lah ya :D

    BalasHapus
  5. Makin ke sini orang makin kreatif aja ya, pada pinter2 hahaha.
    Beberapa kali aku lihat fotoku dipajang di blog orang lain, udah email nggak ditanggepi ya sudah kurelakan aja wis. Nah bulan lalu ada yg email aku, minta izin pasang foto makananku di blognya dg kasih credit ke blogku dan watermark nggak dihapus. Salut banget deh sama yg seperti ini :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Yang foto resep ya, MakLi :( Sedih ya.
      Tapi bener, ikhlaskan saja, Mak. Nah, yang terakhir tuh bagus tuh :)

      Hapus
  6. Saya mikirnya puluhan kali mak kl nyetatus, tapi kalo di blog sering ga bisa di rem haha.. #Sama aja kan ya..

    BalasHapus
  7. Kalo kata Pandji, medsos itu uda ada sejak jaman purba..yaitu di sungai, tempat ngumpul orang minum, mandi, sampe bergosip
    Sekarang cuma beda wadah dan jumlah..hahahaha
    Jadi pengen ngupas ini jugak

    BalasHapus
  8. Temen saya akhirnya ada yang tutup akun FB gara-gara ada yg gak sengaja nemu folder foto di laptop pemuja rahasianya (dicurigai begitu). Sumbernya dari FB jadi dihapus semua terus tutup akun. Biar gak kejadian lagi katanya.. Ngeriii...

    BalasHapus