Writing Preparation: Ayo, Dicek! Apakah Ide Menulismu Sudah Begitu Luar Biasa Hingga Layak Dieksekusi?

by - September 10, 2017



Mungkin saat kamu ikutan lomba atau mau mengirim tulisan ke media, sering kamu bertanya-tanya sendiri.
Ide tulisan ini sudah bagus belum sih? Cukup bagus untuk bisa dimuat apa enggak ya? Cukup bagus untuk dilirik oleh juri nggak ya?

Atau, saat kamu mau menulis untuk blog kamu sendiri.
Tulisan ini gaje nggak sih? Jangan-jangan nggak ada yang mau baca.

Atau, mungkin, pertanyaannya begini.
Banyak orang yang menghadapi persoalan yang sama nggak sih sama saya, hingga saya perlu menuliskan ini?

Well, I'm sure. Sebagian pasti sering bertanya-tanya begitu ya. Terutama mereka yang mengutamakan pembaca blog, atau yang pengin traffic blognya lancar, plus memang punya kecenderungan kurang pede.

Yes?
Saya juga soalnya. Wkwkwk.

Pertanyaan-pertanyaan yang bahkan sudah muncul SEBELUM kita menulis itu, kalau dibiarkan berlalu tanpa jawaban, pasti deh, akan bikin kita surut langkah untuk menulis. Semacam jadi inner voice yang bikin kita menunda nulis.

Yang muncul kemudian adalah, ah, idenya kurang oke ah. Ntar, nyari yang lebih oke dulu ah.

Padahal, saya sangat percaya, nggak ada ide yang terlalu buruk. Even sebuah ide lama, bisa saja ternyata memberikan insight baru kalau kita bisa memasaknya dengan benar.

Setuju?

So, saya sendiri punya beberapa pertanyaan checklist yang bisa dipakai untuk mencari tahu, apakah ide konten yang akan saya tulis cukup worthy untuk ditayangkan.

Mau tahu nggak? :D
Ini dia.

4 Pertanyaan yang bisa kamu tanyakan pada dirimu sendiri, untuk meyakinkan apakah ide tulisanmu sudah cukup bagus untuk dieksekusi




1. Does it teach the reader something they may not already know?

Pastinya ini pertanyaan pertama yang harus dimunculkan dan dijawab.

Di Rocking Mama, kami punya standar, bahwa setiap tulisan yang ditayangkan haruslah bisa memberi informasi, memberi nilai tambah, atau menyampaikan pesan dan insight baru pada pembaca.

Begitu juga di blog ini.
Kalau sekiranya audience blog ini sudah tahu, atau topiknya sudah banyak ditemukan di tempat lain, ya buat apa saya tulis di blog ini?

Ini namanya efisiensi kerja sih. Bahahaha.
Kalau sudah dilakukan oleh orang lain, ya kenapa mesti saya lakukan? Kan energi saya mendingan saya pakai untuk yang lain, yang belum ada kan?

So, (buat saya pribadi, terutama) pertanyaan ini jadi yang paling penting.

Kadang memang ada artikel yang membahas problem atau topik yang sudah banyak dibahas, tapi kemudian kita bisa melihat angle-nya. Jika angle penulisannya unik, sehingga bisa melahirkan pemahaman, pengalaman membaca dan insight yang baru, ya pastinya it's worth to read.

Sebelumnya, di Rocking Mama, saya sering melakukan belanja artikel. Saya sering menjumpai beberapa artikel blog yang topiknya sudah banyak dibahas. Somehow, saya sudah merasa bahwa yang ditulis masih kurang spesifik or kurang ada sesuatu yang baru yang ditawarkan. Saat saya "paksakan" untuk tayang, bener saja, pageview-nya nggak begitu bagus.


2. Does the topic help to qualify the prospect as someone suffering from a problem or pain point we can solve?


Pain, adalah sesuatu yang selalu menjadi target saya menulis.
Pain adalah sesuatu atau problema yang dialami oleh pembaca yang datang mencari informasi.

Pain ini akan selalu ada.
Mungkin orang yang mengalaminya akan berbeda, tapi "pain"-nya akan tetap sama.

Misalnya.
Pain yang selalu saya angkat di setiap artikel yang tayang di blog ini adalah kesulitan para blogger untuk meramu konten yang berkualitas. Setiap pertanyaan blogger pemula, seperti gimana cara menaikkan traffic, bagaimana mendapatkan penghasilan dari blog, bagaimana supaya punya pembaca yang loyal, semuanya selalu bermuara ke bagaimana kita bisa memproduksi konten yang berkualitas. Konten yang dicari.

Bener nggak?
Pain tersebut yang selalu menjadi dasar setiap artikel yang saya tulis di sini.
Karena, saya pun menghadapi problema yang sama. Somehow, saya sudah menemukan pemecahannya. Yang lantas saya tulis di sini sebagai catatan.

Di Rocking Mama lain lagi.
"Pengin kurus" merupakan "pain" abadi bagi semua perempuan. "Ingin menjadi ibu yang baik" adalah "pain" abadi para ibu.

Meski sudah banyak dibahas di mana pun, orang seakan nggak pernah puas dengan jawaban yang ada.

So, define apa sih yang biasanya menjadi "pain" pembaca blog kita. Dengan mengetahui "pain" dari pembaca, kita pun bisa menawarkan alternatif solusi.

Jadi, adakah solusi yang bisa ditawarkan dalam artikel kita? Apakah solusi itu sudah biasa ditulis di artikel lain? Kalau iya, coba pikirkan alternatif lain. Think out of the box!


3. Is it aligned with your voices?

Rocking Mama punya "suara" yang mewakili para perempuan (yang pernah) menikah, baik yang sudah punya anak ataupun yang belum.

So, nggak mungkin ada artikel cara utak atik smartphone di Rocking Mama. Di list draf tulisan di Rocking Mama, ada tuh penulis yang "ngeyel" selalu mengirimkan artikel atau tulisan semacam "Download FIFA 17 Mod Versi 2 ISO PSP For Android", atau "Tips Memilih Aplikasi Perpesanan TeramanSmartphone Android" dan lain-lain.
Iya sih, barangkali memang ada mama-mama yang begitu techno-geek. Tapi ya, kurang common aja kan jadinya?

Begitu juga di blog ini.
Saya masih bisa bahas yang berhubungan dengan freelancer, macam fashion style tips atau soal cyber bullying. Somehow itu masih masuk ke dalam "area" saya.

Tapi, saya nggak mungkin bahas resep masakan di sini.
(Terutama karena saya hampir nggak pernah masak sih. Wakakakk)

So, make sure artikelmu memang berada di dalam "area"-mu, kalau nggak bisa dibilang dalam niche blog yang kamu kelola.

Because, somehow, sekarang niche sudah sedikit overrated, isn't it? :P *sarcasm detected*


4. Are the topics and stats current—no more than a year or so old?

Sebenarnya, currency sebuah artikel ini cukup relatif. Beberapa topik memang cenderung "lebih sensitif" tingkatan currency-nya dibanding yang lain. Misalnya, topik soal selebriti, film atau dunia fashion trend pastinya berumur lebih pendek ketimbang topik mendidik anak, relationship, atau kesehatan.

Maka, saya selalu memastikan, kalau topiknya yang based on trend ya harus benar-benar sedang ngehits. Ceknya di mana? Di media sosial atau di Google Trend.

Untuk topik mendidik anak, relationship, kesehatan, makanan dan lainnya, yang mungkin kita pikir lebih evergreen pun, juga tetap harus dicek, apakah cukup update.

Seperti kesehatan, misalnya. Harus dicek, apakah ada update dari pakar kesehatan akan penyakit tertentu? Apakah pengobatan A sekarang masih digunakan, misalnya. Atau sudah muncul obat baru?

Di blog ini juga sama. Banyak banget topik kontroversial wira-wiri di blogsphere.
Mau diangkat juga boleh banget, demi traffic yang bisa melejit seketika. Wkwkwkwk. Tapi biasanya sih trafficnya juga nggak bertahan lama. Sehari dua hari, terus drop lagi.
Untuk membuatnya stabil, kamu harus ekstra kerja keras update berita.

Well. Saya sih lebih suka konten yang evergreen sih. Biar ada yang nyari terus.



Nah, semoga makin yakin, dan tulisannya makin keren ya.

You May Also Like

18 comments

  1. Isi blogku masih banyak yang curhatan, mbak Carolina huhu. Moga ke depan lebih baik lagi. Aamiin

    Terimakasih sharingnya :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Pertanyaan di atas nggak ada hubungan dengan isi blog yang curhatan kayaknya :)

      Hapus
  2. Lifestyle blogger emang paling aman ya Kak? Tinggal kontennya difokusin, semangat belajar terus ah..thank you Kak Cara

    BalasHapus
    Balasan
    1. Lifestyle memang masih luas banget cakupannya. Jadi agak overrated. Kalau bisa lebih fokus, tentu lebih bagus.

      Hapus
  3. Akupun demikian.. suka bingung nulis tuh krn udah pada nulis duluaaaan, huhuhu.. makanya pernah kubilang, aku jarang apdet blog. But since i found Mudra, the spirit came again. Yg jelas, tujuanku berbagi manfaat, so may the wish come true ^^

    BalasHapus
  4. hufftt...semoga tulisanku ga kebanyakan gejenya. kadang main eksekusi aja sih ide yang ada.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Geje juga nggak papa sih. Nggak ada yang ngelarang :)))

      Hapus
  5. Yang kayak gini musti dicatet manual, biar langsung ditempel di depan tempat ngetik. Hehehe. TFS Mbak Carra, as ussual, selalu mencerahkan.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih, Mbak Damar. Semoga bermanfaat ya.

      Hapus
  6. Nah kalo seperti kulineran itu, misal review tempat makan. Beberapa tahun kemudian kan udah berubah ya harga makanannya, sebaiknya di update atau dibiarkan aja? dengan pemikiran, pembaca kan tau itu nulisnya tahun berapa.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kalau aku sih diupdate, Makli. Ini namanya repurposing. Nggak semua pembaca tau dan mau nyari tahu kita nulisnya kapan. Kalau ternyata nggak valid, ya kita bisa dianggap menyesatkan.
      (((menyesatkan)))

      Hapus
  7. Masih belajar dan terus belajar untu menulis artikel yang baik. Cari angle dan topik yg diminati tu radaa susah ternyata yah

    BalasHapus
  8. mba, kadang aku mau nulis ngalor ngidul gitu di blog tapi tetap mendatangkan traffic.. cemanaa itu😹
    Makasih ya mbaa sharingnya..

    BalasHapus
  9. Ini klo kbanyakan ide trus pas nulis d tengah mandek gitu, trus di tinggal kerjaan ide yg lain lagi, itu terus begitu mba,,,penyakitnya?? Gmn ya?? #jadinanya

    BalasHapus
  10. Aku akhirnya menerapkan 6W+1H. Tambahan W itu adalah untuk Why does it matter? Hehehe

    BalasHapus
  11. I'm so glad finding this article! makasih bangeed kak Carra, super inspiratif tulisannya. Kebetulan aku punya blog juga dan fokus ke beauty. Nah, gimana ya kalau isi blognya banyakan review semua? Kalau mesti ngikutin trend (which means harus punya dan nyobain produk terbaru) ya misqueen deh aku. Apakah tetap perlu dimasukkan tips ke dalam setiap review biar bisa jadi artikel evergreen?

    BalasHapus
  12. Sama mbak, lebih suka topik yang "abadi".

    BalasHapus