Mau ke Mana Kalau Facebook Mati?

by - April 14, 2018



Ngikutin berita soal Mark Zuckerberg yang disidang sama Congres di Amrik nggak, soal data pengguna yang bocor dalam skandal Cambridge Analytica?

Perkembangannya agak menggelisahkan--setidaknya buat saya sih, sebagai kuli konten. Ternyata data yang disalahgunakan nggak hanya milik 50 juta pengguna saja, tetapi berkembang menjadi 87 juta pengguna.
Disusul lagi dengan fakta ternyata juga ada 1 juta pengguna Indonesia yang juga bocor dalam kasus yang sama.

Saya sebetulnya juga nggak habis pikir sih.
Soal data yang terunggah ke internet, bukankah seharusnya menjadi tanggung jawab masing-masing user? Jika mereka nggak mau datanya terpakai, ya nggak usah pakai internetlah. :)))

Balik lagi ke soal Babang Mark, saya ... lumayan ngikutin. Dan so far, saya ikutan harap-harap cemas dengan keputusan Kongres Senat tersebut.

Lah, kenapa?
Emang penting banget ya Facebook buatmu, Ra?

Well, kalau buat pribadi sih nggak masalah, saya bisa berekspresi lewat apa pun kok. Tapi soal kerjaan ... nah itu.

Oke, saya mau curhat dikit ah, kenapa saya mau nggak mau ikut gelisah akan nasib Mark Zuckerberg.

Mungkin bagi para pengguna "biasa", artinya mereka yang menggunakan media sosial hanya sebagai media hore-hore, ketimbang cuma nganggur, atau sekadar dijadiin teman nunggu antrean di bank, barangkali nggak akan terpengaruh banyak.

Bahkan Menkominfo, Rudiantara, pun sempat ngetwit, bahwa sekali waktu nggak usah ngakses media sosial itu akan baik buat kita.

Betulkah demikian?
Betul. Itu pendapat hampir sebagian besar orang.

Tapi, mari kita lihat dari sisi lain.
Sebenarnya media sosial itu kan interaksi antara 3 pihak: pihak komoditi (pengguna), pihak "penjual" yaitu para publisher--si penyedia konten, dan pihak "penyedia lapak" yaitu orang-orang yang bekerja di balik platform media sosial tersebut.

Satu sama lain sebenarnya saling membutuhkan.

Sebentar. Pengguna media sosial = komoditi?
Iya.
Baru nyadar ya, kalau kamu-kamu semua itu memang "barang dagangan" di media sosial? *smirk*

Saya pernah bahas ini di salah satu artikel yang saya kirimkan ke Mojok.co, saat saya membahas soal Skandal Cambridge Analytica lalu.

Bahwa nggak pernah ada yang gratis di dunia maya ini, gaes.
Media sosial gratis? Enggaklah!
Kamu harus menukarnya dengan data diri kamu.

Kok bisa? Ya, itu sudah saya tulis di artikel di Mojok itu. Hehehe.
Jikapun ada yang menjanjikan ad-free, tapi pasti ada sesuatu yang lain yang akan mereka gunakan juga sebagai komoditi. Karena apa? Internet is a business, mylov~ #terMojok

Mari kita kembali ke Facebook. Setelah penjelasan saya berikut kamu pasti akan mengerti mengapa kasus Facebook ini bisa mengancam banyak pihak, nggak cuma bala-bala Mark doang.

Coba saya perlihatkan sedikit statistik Google Analytics dari Rocking Mama, sebuah portal bagi ibu-ibu muda, yang kebetulan banget merupakan generasi Facebook.

User Rocking Mama untuk bulan Maret
Dari data di atas, terlihat bahwa traffic dari media sosial memang hanya menempati urutan ke-5 dari pageview yang datang ke web Rocking Mama.

Nah, mari kita lihat ke bagian Social ya.

User yang datang ke Rocking Mama melalui media sosial

Bisa dilihat ya, yang datang dari Facebook ada 90% keseluruhan statistik traffic dari media sosial.

Sedangkan untuk jumlah pageview, dari rerata 50K/hari, 4000-nya berasal dari Facebook. Jadi, kalau Facebook mati, maka kami harus siap-siap untuk kehilangan seenggaknya 4K view setiap harinya.

Hedeh.

So, masuk akal kan sekarang kalau saya bilang, bahwa penutupan Facebook ini sangat menggelisahkan para publisher?

Itu baru Rocking Mama lo. Saya enggak tahu, ada berapa banyak publisher (termasuk blogger) di luar sana yang juga terancam penurunan pageview jika Facebook ditutup.

Means, kami harus memutar otak lagi, menemukan sumber traffic lainnya.

Karena itu, kemarin secara iseng saya ngadain survei ala-ala di Facebook.



Dari hasil sementara pagi ini--saat artikel ini ditulis--sudah ada 47 teman yang sudah baik hati mau ngejawab (abaikan yang jawab Meikarta atau yang nggak serius lainnya). Terima kasih ya.
Persentasenya adalah sebagai berikut:

  • Yang mau pindah ke Twitter ada 25%
  • Mau pindah ke Instagram 40%
  • Lain-lain 31%
  • Sedangkan yang pengin Facebook tetap ada sejumlah 23%


Kok lebih dari 100%? Iya, soalnya ada yang pilih 2 opsi. Lagi pula, ya saya cuma bisa mengumpulkan pendapat 47 orang (itu pun yang mau serius jawab. Wkwkwk.). Kayaknya belum bisa juga sih mewakili banyak pendapat. Tapi ya gitu deh, setidaknya ada sedikit gambaran.

Tapi, kalau saya pribadi sih rada nggak yakin, kalau Facebook bisa tergantikan beberapa fiturnya oleh media sosial yang ada itu.

Twitter?
Selain status di Facebook bisa lebih panjang daripada Twitter, lifespan tweet--atau usia tweet agar bisa terekspos--itu rerata hanya 18 menit, menurut data MOZ. Sedangkan, lifespan sebuah status yang diposting di Facebook itu rerata adalah 2 jam 30 menit, menurut data Wisemetrics.

Instagram?
Kalau kamu adalah selebgram, lifespan post kamu di Instagram bisa mencapai 48 jam. Tapi kalau kamu hanya penggembira ya, paling hanya beberapa menit. Apalagi kalau foto kamu tuh nggak bagus :)))
Untuk di Instagram, kita butuh kekuatan khusus di visual (yang nggak semua orang punya). Untuk blogger, saya lihat hanya sedikit saja yang memang mumpuni di visual. Lagipula, kekurangan paling besar dari Instagram adalah kita tidak bisa memasukkan link hidup ke caption. Link hidup hanya bisa ditaruh di bio.
API Instagram juga nggak memungkinkan kita untuk menjadwal postingan secara otomatis. Bisa sih dibikin draft dulu, tapi nggak terposting secara otomatis juga. Nggak kayak Facebook yang ada fasilitas scheduled post.

Blog?
Hmmm. Saya belum punya gambaran sih gimana mensinergikan portal dengan blog. Repost? Kena ancaman double content, beda sama nyetatus di Facebook. Kalau memfungsikan blog sebagai aggregator juga kualitas si blog nggak akan dinilai bagus sama Google, which means link yang datang dari blog justru bisa "mengancam" keberadaan si portal.
Lagian, blog beda bangetlah sama Facebook, fungsinya beda. Blog lebih ke situs sih, bukan media sosial.

WhatsApp?
Telegram?
Path?
Saya melihat ketiga platform tersebut lebih private ya. Kurang bisa dipakai untuk broadcast sesuatu seperti promosi artikel, kecuali kita mau dianggap annoying.

Lagipula, dengan jumlah pengguna 2.13 miliar setiap bulannya, Facebook masih merupakan raksasa media sosial terbesar saat ini.

Jadi, duh, buat saya Facebook belum bisa tergantikan dengan yang lain, terutama terkait dengan penyebaran dan promosi artikel/konten (meski saya sempat nyumpah-nyumpahin Facebook juga karena jahat banget sama publisher dengan mengubah algoritma Page-nya. Wkwkwk.)

However, sebenarnya Facebook sekarang sih sudah membuat beberapa perbaikan, yang mereka jelaskan melalui Facebook Newsroom, di antaranya:

  • Facebook Events: sekarang pihak ketiga tidak dapat melihat guest list ataupun post di wall events, kecuali admin events.
  • Facebook Groups: pihak ketiga tidak akan bisa melihat foto dan nama-nama para member grup.
  • Facebook Pages: memperketat API untuk apps
  • Facebook Login: jika kita menggunakan Facebook untuk login ke situs ataupun apps lain, maka apps tersebut akan lebih dibatasi aksesnya. Mereka tidak akan bisa melihat data-data seperti religious or political views, relationship status and details, custom friends lists, education and work history, fitness activity, book reading activity, music listening activity, news reading, video watch activity, and games activity.
Hmmm ... kayaknya bisa jadi satu postingan sendiri sih ini. Ntar aja deh, yang lain dalam artikel terpisah yah. Wkwkwk. Ya, intinya 4 itu sih yang paling krusial dan paling penting sekarang.

Yakin banget sih, Facebook pasti berusaha supaya nggak ditutup oleh pemerintah US. Pekerjanya udah banyak, dan bakalan banyak imbas deh ntar bagi para pihak ketiga yang memanfaatkan Facebook ini.

Facebook colaps, ya colaps semua.

Yah. Jadi, sekarang ya berharap sajalah semua akan terselesaikan dengan baik.
Makanya, Bang Mark. Kemarin jahat banget sih sama publisher, ngubah algoritma hingga impression dan reachingnya menurun gila gitu. 
Jangan jahat-jahat sama publisher ya. Karma lo! #hlah

You May Also Like

14 comments

  1. Itu tantangan agar anak Indonesia bisa bikin platform yang sama seperti facebook. Diharapkan lebih aman meski baru bisa skala nasional. Saya sudah gabung di Plukme namun lebih pada tulisan media itu.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul, tapi sayangnya sampai sekarang, meski sudah diguncang skandal ini, Facebook masih tetap raksasa, bahkan tak bisa "dikudeta" oleh Snapchat sekalipun. Jadi, yah, kalau anak bangsa mau take over posisi FB ya mesti kerja keras. Mari kita cheerleader-in, Mbak! :D

      Hapus
  2. Itu gimana menyelamatkan foto kita bila fb is dead?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sepertinya ada fasilitas download data-data kita dari Facebook, Mbak, kalau mau diambil. Tapi, saya juga belum nyoba sih. Hehehe.

      Hapus
  3. Iya memang, Facebook itu paket komplit. Pembaca blog saya paling banyak juga dari Facebook.

    Kalau misalnya beneran mau dihapuskan, harus rajin-rajin ganti link di bio Instagram, dan harus rajin nge-tweet. 😁

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, dan mungkin saja nanti akan ada platform lagi yang juga ngehits, Mak. Kita tunggu aja :)

      Hapus
  4. Wah saya jadi deg-degan Mba. Tapi feeling saya kayaknya ga akan ditutup soalnya pengguna facebook kan banyak, sepertinya akan membela heee *ga jago analisa 🙈

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hahaha. Facebook memang terlalu besar untuk ditutup. Justru aku concern yang dari pemerintah Indonesia, mengingat kasus Tumblr kemarin.

      Hapus
  5. Aku pun galaw beut Mbak aslinya kalo Facebook ditutup. Lhah beberapa hari ini setelah rajin rutin share di facebook groups lagi, PV bisa naek hampir 100% setelah kemaren sempet anjlok gegara migrasi ke https. FB group masih jadi penyumbang utama masuknya pembaca blogku.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sama, Fa. Yah, mari kita berdoa untuk "keselamatan" Mark :)))

      Hapus
  6. Sebetulnya momen ini kesempatan buat socmed saingan FB dg fitur sama (kalau ada) untuk muncul ke permukaan. Kalau saya cenderung pindah ke IG lalu Twitter.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Tapi sayangnya Snapchat pun nggak bisa menggulingkan Facebook, padahal penggunanya kedua terbesar setelah Facebook di AS. :D

      Hapus
  7. katanya sih, katanya, mark dijebak investor yang benci karena mark ngerubah algoritma yg bikin rugi dari segi bisnis. tapi masih katanya... kalo saya pengen FB tetap ada selain tempat diskusi yang asik, penggunanya lucu2, di fb juga ada beberapa grup buat tempat nimba ilmu. kalau datanya gak mau kecolong ya pakai aja identitas palsu gampang kan...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wuih, kek FTV ya, ada penjebakan X)))
      *ditampol* Serius, woi!
      Baiklah. Yaaa, kasian juga ya, kalau emang dijebak. Tapi ya bukan nggak mungkin juga sih, secara gitu ... Eikeh aja jengkel karena perubahan algoritma kemarin. Hahaha. Semacam pengin nyukurin, tapi juga waswas.

      Hapus