Bagaimana Cara Membuat Film? - Oleh-Oleh Workshop Content Creator Part 2

by - Januari 06, 2019



Sore itu, kami ber-30++ diajak ke Tebing Breksi. Katanya sih di situlah lokasi kami akan belajar membuat film.

Hmmm. Menarique. Tebing Breksi ini tadinya merupakan lokasi tambang batu alam. Sekarang Tebing Breksi merupakan salah satu objek wisata paling hits dan instagrammable. Lokasinya ada di wilayah Kabupaten Sleman, lebih tepatnya di desa Sambirejo, Prambanan. Iya, memang Tebing Breksi ini berada di dekat Candi Prambanan dan Candi Boko.


Mari Kita ke Tebing Breksi


Sesampainya di sana, tanpa banyak basa-basi, kami diminta untuk segera membuat film ala kami sendiri--dengan berbekal pengetahuan yang nggak ada. Hahaha. Lahiya, sebagian besar kan memang bloger, dan sepertinya sih pada umumnya bloger itu biasanya mereka belajar membuat sesuatu secara otodidak. Cuma dari hasil liat, amati, terus ulik sendiri.

Iya nggak sih? Atau, saya aja yang gitu? :))

Anyway, singkat cerita, saya punya kelompok untuk membuat film ala-ala ini. Sama Mbak Indah Juli, Mbak Siti Hairul, dan Mbak Arry Wastuti.

Singkat cerita lagi, inilah film kami. :))




Jadi, postingan kali ini OOT 😂 Nggak bisa deh nggak diposting ini mah. Kemarin kita sempat ke Tebing Breksi, di hari kedua event Sapa Sahabat Keluarga @sahabatkeluargakemdikbud Oleh mentor kami, @ibalibam, kami pun diminta utk bikin video dengan tema BEBAS. So, tanpa ada ilmu apa pun, Mamak yg bisanya cuma bikin video sketsa ini pun menawarkan konsep ke timnya. Ndilalah kok ya diterima. Embuh karena memang pada suka, ataukah Mbak @indahjuli Mbak @arrywastuti sama Mbak @siti_hairul ini cuma manut aja biar si Mamak diem ga ngomel gitu. Bahaha. Dan, jadilah video ini. Semua dibikin di tempat, saat itu juga. Termasuk editing. Makanya noise and goncangan tangan juga warbiyasak. Tapi Mamak ga bisa berenti nontonnya. Selalu ngekek 😂😂😂 On blog soon: how to write essay and how to make a movie! #sapasahabatkeluargayogya #sapasahabatkeluarga #sahabatkeluarga #kemendikbud #keluargahebat #keluargaterlibat
A post shared by Carolina Ratri's (@carra.artworks) on

Ngeliat hasilnya, saya langsung bisa melihat banyak beud permasalahan:
  • Tangan saya yang tremor langsung aja keliatan :)) Kameranya berguncang-guncang bak kena tsunami. Apalagi di scene terakhir. Harusnya itu saya pake foto aja kek opening.
  • Angin yang menderu-deru ganas menutup suara para talents cantik yang sudah berusaha keras tampil keren di video.
Sampai di sini, saya sudah ngedrop. Jiwa perfeksionis saya menggeliat, terluka. Halah.

Tapi lantaran sudah kecapekan (dan lapar), saya teruskan saja eksekusi videonya. Ternyata, teman-teman setim saya nggak masalah. Iya, mereka tau audionya geblek, pengambilan gambarnya bapuk.

Tapi ya sudahlah. Malah bisa dijadikan bahasan kali besok kalau pas dievaluasi. Kita mungkin bisa mendapatkan trik-trik baru malahan kan? *minta dipukpuk*


Bagaimana sih Cara Membuat Film?

Keesokan harinya, barulah kami mendapatkan teori membuat film yang beneran oleh Muhamad Iqbal, sang manajer produksi di Film Maker Muslim. Nah, kalau kamu pernah nonton film pendek Cinta Subuh, ya inilah mereka yang bikin :))

So, buat kamu yang pengin juga membuat film atau video sebagai pendukung blog, atau sebagai konten di media sosial, saya akan kasih oleh-oleh sedikit nih. Lanjutan oleh-oleh dari Workshop Content Creator Sapa Sahabat Keluarga soal menulis esai yang lalu.

Catatan berikut ini hanya secara garis besar saja, karena proses pembuatan film itu *jelas* rumit. Tapi, ya kek kita belajar SEO-lah. Mulailah dari tahapan yang paling gampang dulu. Seiring waktu, kita tambah pengetahuan dan mulai meningkatkan skill, coba untuk membuat film kita lebih baik lagi. Betul nggak?

So, berikut adalah tahapan yang harus kamu lalui untuk membuat film (yang bagus)


Muhamad Iqbal - Manajer Produksi sekaligus Marketing Film Maker Muslim.

1. Persiapan - Brainstorming ide

Semua memang berawal dari ide. Mau bikin apa pun, akarnya selalu dari ide. Jadi, pastikan kamu punya ide yang layak dieksekusi dulu. Nggak harus selalu bagus dan cetar sih. Misal pun idenya biasa aja, kalau kamu eksekusinya bagus,  hasilnya nggak akan bohong.

Tapi, sembari mengolah idemu, coba tanyakan dulu beberapa pertanyaan berikut. Karena ini ternyata penting banget, dan bisa memengaruhi pengambilan keputusan ide seperti apa yang akan dieksekusi. Pertanyaannya adalah:
  • Untuk apa sih film kamu ini mau dibikin?
  • Pesan apa yang ingin disampaikan pada penonton?
  • Siapa yang akan menonton?
  • Bagaimana cara menyampaikan agar pesannya sampai ke penonton?
Well, pertanyaannya kurang lebih sama sih dengan kalau kita mau menulis artikel kan ya? Ini bakalan menentukan banget bagaimana presentasi kita nantinya.

Kalau ide sudah ada, dan sudah bisa menjawab semua pertanyaan di atas, langsung ke langkah kedua.


2. Budgeting

Well, ya yang ini beda sih dengan menulis artikel mah. Sepertinya ini juga bakalan beda bagi bloger juga sih. Budgeting yang dikasih sama Iqbal ini keknya lebih ke para pembuat film profesional.

Tapi ya enggak masalahlah. Siapa tahu kamu-kamu juga pengin menjadi pembuat film pro kan, kek Film Maker Muslim?

So, dari mana bujet untuk membuat film ini bisa didapatkan?

  • Patungan antara para kru. Nah, ini bisa banget emang buat memulai. Patungan, punyanya berapa, dikumpulin. Hahaha. Anak kos banget kalau mau makan gofood yah? :P
  • Donatur, barangkali orang tua mau kasih donasi?
  • Investor
  • Sponsor, yang ini nggak melulu berupa uang. Bisa juga peralatan, wardrobe, atau mungkin katering?
  • Tiket pre-sale. Tapi kalau yang ini keknya kita mesti udah gede dulu sih ya, terus bikin acara nobar gitu. Mesti istimewa sih.
Nah, kenapa mesti ada budgeting di awal produksi? Karena biasanya akan ada biaya-biaya untuk membuat film, di antaranya untuk:
  • Makan. Kalau nggak mau ada biaya makan, ya syutingnya jangan pas makan siang. Yakali.
  • Operasional
  • Fee kru dan talents. Kalau mau ngirit di bagian ini ya, krunya sendiri aja terus talentsnya anak-anak sendiri juga. *dasar mamak pengeksploitasi anak di bawah umur!*
  • Sewa alat, kalau kita nggak punya alat syuting yang memenuhi syarat. Eh tapi Cinta Subuh itu aja syutingnya pake kamera Canon EOS (serinya lupa, kemarin dikasih tahu juga). Ya mungkin kalau mesti ada tambahan lighting ya. Kalau mau ngirit ya, syutingnya siang aja sih. Hahaha.
  • Lokasi. Nah, ini misal kalau kita mau syuting di Tebing Breksi kan ada tiket masuk tuh. Nah, itu dimasukkan juga ke budgeting. Ssst, kadang di lokasi kita juga ada jatah preman lo, jangan salah. Yah, Indonesia gitu. Selalu ada yang memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan.
  • Art, makeup, dan wardrobe. Ini jelas harus dibikin bujetnya ya. Apalagi kalau butuh yang khusus.

3. Pra Produksi

Nah, tadi sih kita sudah melalui tahapan persiapan memang. Tapi saat akan produksi kita juga butuh proses lagi nih. Prosesnya meliputi:
  • Pembuatan skenario. Well, penulisan skenario memang berbeda dengan menulis artikel biasa yah. Jadi, kalau mau dikerjain sendiri, ya mesti belajar dulu teorinya nih.
  • Casting, untuk memilih talents yang akan berperan dalam film kita.
  • Reading, pembacaan skenario oleh para talents, kandidat tokoh film.
  • Cek lokasi, agar kita bisa merencanakan shot list atau storyboard dengan baik.
  • Persiapan art, wardrobe, alat, kru, dan lain sebagainya.
  • Bikin shot list atau story board. Kadang syuting juga nggak dilakukan sesuai urutan yang ada di skenario. Misalnya nih, ada beberapa adegan yang mesti disyut malam, tapi nggak berurutan. Kita bisa ambil gambar sekalian dalam satu malam, baru nanti diedit. Nah, merencanakan syuting ini nih yang rada rumit sih. Kita mesti menguasai bener itu skenario.

4. Syuting

Dan, tibalah kita pada tahapan yang paling exciting :)) Syuting!

Nah, sebagai pemula, kita memang mesti banyak belajar dulu soal shot type, camera angle, dan juga the rule of third. Kenapa? Karena ketiganya inilah yang akan menentukan komposisi sinematografi film kita.

Misalnya soal shot type nih. Ada beberapa shot type yang dikenal di dunia film, misalnya extreme long shot, full shot, close up, sampai extreme close up. Kita harus bisa mengenali kapan masing-masing shot type ini dipakai.

Kenapa begitu?
Well, pictures talk. Masing-masing shot type ini punya fungsi dan makna masing-masing. Contohnya, extreme long shot biasanya untuk menampilkan suasana dan setting lokasi yang memang ingin ditonjolkan. Sedangkan, close up biasanya untuk menonjolkan emosi tokoh film.

Nah, ini nggak boleh kebalik-balik. Fatal bangeudlah kalau sampai kebalik. Emosi nggak akan sampai ke penonton, dan bisa jadi pesannya juga nggak bakalan tersampaikan.


Gayanya udah meyakinkan belom? Foto by Fuji Rahman Nugroho


Jadi, memang nih, kalau mau bikin sesuatu itu ya kita mesti banyak-banyak ngumpulin referensi dulu. Kalau mau membuat film, ya banyakin nonton film, biar tahu seluk beluknya. Nggak cuma nonton doang, tapi amati setiap detailnya hingga ke teknisnya. 

Btw, selama presentasi, Iqbal ini banyak menampilkan contoh dari film-film MCU :)) Sepertinya dese penggemar neh. Tapi ya nggak salah sih. Kalau untuk referensi pembuatan film, film-film MCU ya megang banget. Kalau soal plot cerita sih yahhh ... ya gitu deh. Hahaha *dirajam para penggemar MCU*

Balik lagi ke laptop.
Setelah proses pengambilan gambar selesai, seterusnya yang harus dilakukan adalah editing. Nggak cuma "menata" video-video hasil syuting, tapi di sini juga termasuk dubbing (misalnya untuk mengatasi deru angin menggebu yang masuk ke dalam video hasil syuting kek punya saya itu), penambahan musik scoring, sound mixing, dan lain sebagainya.

Oh kemarin sih Iqbal kasih rekomendasi aplikasi video editing yang gampang, tapi saya lupa nyatet apa aja. Tapi saya ada nih daftar aplikasi editing video yang sudah pernah saya cobain. Boleh diliat-liat, kalau belum pernah nyimak yah. Mayan bisa jadi referensi. Selanjutnya, boleh dicoba-coba sendiri.


5. Publish!

Ada banyak pilihan media publishing untuk video atau film kamu:
  • Media sosial, seperti Instagram atau Youtube
  • Ikutkan ke festival film
  • Direct to DVD
Sepertinya yang paling oke untuk saat ini adalah media sosial ya, baik itu Instagram ataupun Youtube. Kalau Instagram, ya palingan cuma bisa semenit doang.

Youtube sih terutama yang paling oke.


Kesimpulan

Jadi apa kesimpulan kita?
Bikin film itu susah.
Hahaha.

Tapi saya lantas berpikir--soalnya saya sering diomelin sama Daeng Min-nya Seenema.id lantaran suka kasih rating busuk ke film nggak mutu--apakah ini berarti sebagai penonton kita mesti "berbaik hati" kalau ngasih rating?

Saya jawab, tentu saja enggak.
Susah membuat film, bukan berarti lantas menjadi excuse untuk membuat film yang enggak layak ditonton.

If you know what I mean.

Jiaaah. Sudah 1600 kata lagi :)) Saya emang suka bablas kalau nulis yah.
Tapi, dengan demikian, utang oleh-oleh saya lunas ya, dari lokasi Workshop Content Creaton Sapa Sahabat Keluarga di Hotel Jayakarta kemarin.

Terima kasih buat semuanya yang sudah mengundang saya, yang sudah berinteraksi dengan saya selama workshop, terutama para pemateri yang warbiyasak! *standing ovation*

Sampai ketemu di konten-konten yang lain! :))

You May Also Like

3 comments

  1. aku lagi merintis nih mba, bikin film semenit2 gitu dan share di IG dan yutub. sedang proses juga bikin film pendek dg temen2 komunitas blogger pekalongan.

    BalasHapus
  2. Sah konten pertamanya mbak di 2019...

    Saya senang mampir blognya semenjak mbak menulis tentang konten evergreen.

    Banyak nulis lagi dong mbak...

    BalasHapus
  3. Terima kasih oleh-olehnya, lumayan jadi nambah ilmu sayah...

    BalasHapus