Pengin Menerbitkan Buku Indie? Jangan Sampai Melakukan 5 Kesalahan yang Pernah Saya Lakuin Ini!
Self-publishing, atau menerbitkan buku secara mandiri a.k.a menerbitkan indie biasanya ditempuh oleh mereka, either yang pengin punya karya buku idealis (yang gue banget) atau mereka yang sudah nggak sabar nunggu keputusan penerbit mayor yang suka PHP.
Ya, akhir-akhir ini memang semakin banyak orang yang adalah menerbitkan buku secara mandiri, langsung oleh penulisnya--tanpa melalui penerbit--dari proses pengelolaan penerbitan buku hingga proses pemasarannya.
Seperti acara Stiletto's Freetalk Jumat kemarin yang saya lakukan secara live di Instagram Stiletto Book, penerbitan indie ini merupakan pilihan yang bebas bagi setiap orang, demi mewujudkan mimpi punya buku sendiri. Ya, semacam proyek idealis gitu deh.
Tak kurang dari Krishna Pabichara, Bernard Batubara, Agus Noor, dan beberapa penulis "kelas berat" lainnya pernah suatu kali menerbitkan buku lewat jalur indie, demi terpenuhinya "hasrat pribadi".
(((hasrat pribadi)))
Ya, memang itulah keunggulan buku indie. Kita bisa bikin buku seperti apa pun yang kita mau. Kalaupun ada penerbit yang memfasilitasi dan membantu kita dalam soal editing, nambahin ISBN, proofreading, bikinin cover dan layout, kayak Stiletto Indie Book--tetep iklan ya, cyint!--tapi keputusan terakhir mengenai seperti apa buku yang akan kita buat tetap ada pada penulis.
However, karena semua proses dilakukan oleh diri sendiri maka biasanya kamu akan terbentur dengan masalah-masalah yang mesti kau hadapi dan akhirnya membuat banyak kesalahan. Kesalahan-kesalahan ini kadang bikin penjualan buku kita failed. Atau, kadang bikin kita stuck di tempat. Dan, akhirnya jadi penulis (yang benar-benar) idealis tapi minim reputasi, dalam arti nggak peduli kebutuhan pembaca.
Nah, ini nih. Yang mau saya bahas sekarang.
Sebagai seorang penulis dan "produser" kurang lebih 10 buku indie *HASYAH!*, saya juga melakukan kesalahan berikut. So, kamu barangkali bisa belajar dari semua kesalahan saya itu, untuk kemudian menjadi catatan agar nggak mengulangi kesalahan yang sama.
Padahal kemampuan masih minus.
Penerbitan indie ini sebenarnya prosesnya begitu sederhana. Ketika kamu menyelesaikan buku pertamamu dalam format Word, kamu pun bisa segera mengirimkannya ke penerbit indie untuk kemudian dicetak langsung menjadi buku.
Begitu bukumu published, dan covernya nongol di website penerbit indie, maka saat itu pula, kamu bisa membaptis dirimu sendiri sebagai seorang penulis.
Dan, kemudian yang terjadi adalah para pembaca buku--yang telah "merelakan" uang mereka untuk membeli bukumu itu--akhirnya harus mengonsumsi buku yang terburu-buru kamu terbitkan.
Sadar nggak, dengan demikian kamu sudah mengecewakan mereka? Mungkin mereka masih akan memberikan feedback yang bagus, karena mereka temanmu. Mereka sayang sama kamu. Mereka hanya berbaik hati dan berusaha mendukung ke-halu-anmu untuk menjadi penulis.
Kalau dipaksa jujur, we never know what they would say. Right?
Ingat.
Penulis indie adalah sekaligus "produser". Produk yang diciptakan dengan buruk akan selalu menarik kritik, publisitas yang buruk, dan membuat orang malas pakai. Demikian juga dengan buku.
Jadi jangan pernah terburu-buru menerbitkan sebuah karya yang dapat membuat reputasimu menjadi jelek.
Dulu, pertama kalinya saya menerbitkan buku indie, penerbit indie enggak ada yang menyediakan fasilitas editing. Saya sendiri juga enggak ngerti, pentingnya seorang editor dalam proses penerbitan buku.
Saya pikir, "Eikeh kan gape nulis. Eikeh tahu kok kata yang bener dan yang enggak."
SALAH.
Ternyata saya nggak sepinter itu.
So, let's learn.
Sekali lagi, teman-teman dan orang terdekat kamu pastinya akan mengatakan bukumu adalah buku terbaik, fantastis, dan luar biasa. Itu karena mereka tidak ingin melukai perasaanmu.
Bisa saja buku kamu sebenarnya mengerikan karena penuh dengan kesalahan tata bahasa, ejaan dan tanda baca di atas ratusan kesalahan ketik konyol lainnya.
Hal yang perlu dipelajari: peran editor itu penting! Atau seenggaknya first reader. Mereka akan bisa membantu kita, untuk "mencari letak kesalahan". Yes, ada kalanya kita memang mesti "nyari-nyari kesalahan". Supaya apa? Ya, supaya bisa diperbaiki.
Jangan hanya puas dengan satu orang editor atau first reader. Bahkan kalau perlu, cari beberapa orang sekaligus yang kalau kasih kritik pedesnya minta ampun. Siap-siap baper dan pundunglah kamu ya. Karena fase itu akan selalu ada.
Dapatkan semua umpan balik yang penting, bantuan, dan bimbingan yang kamu bisa.
Berpikir untuk segera bisa punya buku, bikin saya menerbitkan buku tanpa konsep sama sekali. Asal ngumpulin (atau bikin tulisan) tanpa konsep. Atas nama kebebasan berekspresi.
Well, ada baiknya sih, ketika kamu mulai berpikir untuk membuat buku, bayangin dulu, bukunya nanti akan seperti apa. Cari deh referensi yang banyak. Main ke toko-toko buku. Zaman sekarang buku-buku itu semua berkonsep lo. Kamu bisa mengadopsi salah satu ide konsep buku, lalu modifikasi dengan caramu sendiri.
Misalnya, sudah beberapa kali saya bikin buku dengan berkonsep kumpulan kisah dengan ilustrasi surreal di masing-masingnya. Konsep ini akhirnya "gue" banget, meski saya mendapatkan ide ini dari buku lain. Nope, ini bukan ide original saya. Tapi somehow, bukunya tetap gue banget kan?
Berpikir untuk jualan buku secepatnya begitu sudah selesai hanya dengan menyodor-nyodorkannya di depan hidung orang supaya dibeli, itu adalah kesalahan yang umum.
Ini juga menjadi kesalahan saya dulu. Setelah beberapa lama belajar marketing, baru deh saya tahu kesalahan saya ini menyebalkan banget :))
So, mau menerbitkan buku indie? Kamu mesti punya strategi pemasaran, cyint. Kenapa? Nah, penyebab kesalahan ini ada di poin kelima di atas. Hahahah.
Jadi, kita akan langsung ke strategi pemasaran yang sudah pernah saya lakukan aja deh. Siapa tahu, kamu bisa adopsi dan sesuaikan dengan kebutuhanmu sendiri. Misalnya begini.
Coba bikin step by step rencana penjualan bukumu. Contohnya:
Penerbitan buku indie memang masih sangat baru trennya ya, dan belum matang sehingga semua yang terlibat di dalamnya masih bereksperimen. Bukan hanya penulis, tetapi juga para penerbit dan toko buku indie.
Semua orang bisa membuat kesalahan. Kita semua belajar.
Jika kamu baru dalam hal penerbitan buku indie, maka mungkin dengan membaca 5 kesalahan perihal menerbitkan buku indie di atas dapat membantumu untuk mengurangi kesalahan yang sama.
Memang saya adalah markom Stiletto Book. Tapi saya juga penulis buku indie. So far, saya lihat sistem penerbitan indie di Stiletto Indie Book masih "agak" lebih baik dari yang lain. Saya sendiri terlibat di dalamnya untuk bisa meningkatkan mutu pelayanannya.
So silakan, kepoin Stiletto Indie Book, jika kamu pengin menerbitkan buku indie. Ke depannya, saya juga akan banyak bikin diskusi seputar menerbitkan buku indie melalui Instagram Live di akun Instagram Stiletto Book.
Setiap Jumat pukul 11.00--insyaallah--akan selalu ada Stiletto's Freetalk. You're invited to get involved. Bolehlah difollow dulu, lalu tandain hari Jumatmu ya. Karena di Stiletto's Freetalk itu kita akan ngobrol tentang banyak hal--terutama soal menerbitkan buku indie.
Cya there!
Seperti acara Stiletto's Freetalk Jumat kemarin yang saya lakukan secara live di Instagram Stiletto Book, penerbitan indie ini merupakan pilihan yang bebas bagi setiap orang, demi mewujudkan mimpi punya buku sendiri. Ya, semacam proyek idealis gitu deh.
Tak kurang dari Krishna Pabichara, Bernard Batubara, Agus Noor, dan beberapa penulis "kelas berat" lainnya pernah suatu kali menerbitkan buku lewat jalur indie, demi terpenuhinya "hasrat pribadi".
(((hasrat pribadi)))
Ya, memang itulah keunggulan buku indie. Kita bisa bikin buku seperti apa pun yang kita mau. Kalaupun ada penerbit yang memfasilitasi dan membantu kita dalam soal editing, nambahin ISBN, proofreading, bikinin cover dan layout, kayak Stiletto Indie Book--tetep iklan ya, cyint!--tapi keputusan terakhir mengenai seperti apa buku yang akan kita buat tetap ada pada penulis.
However, karena semua proses dilakukan oleh diri sendiri maka biasanya kamu akan terbentur dengan masalah-masalah yang mesti kau hadapi dan akhirnya membuat banyak kesalahan. Kesalahan-kesalahan ini kadang bikin penjualan buku kita failed. Atau, kadang bikin kita stuck di tempat. Dan, akhirnya jadi penulis (yang benar-benar) idealis tapi minim reputasi, dalam arti nggak peduli kebutuhan pembaca.
Nah, ini nih. Yang mau saya bahas sekarang.
Sebagai seorang penulis dan "produser" kurang lebih 10 buku indie *HASYAH!*, saya juga melakukan kesalahan berikut. So, kamu barangkali bisa belajar dari semua kesalahan saya itu, untuk kemudian menjadi catatan agar nggak mengulangi kesalahan yang sama.
Beberapa kesalahan yang pernah saya lakukan ketika menerbitkan buku indie
1. Pengin segera punya buku
Ini adalah kesalahan pertama yang saya lakukan saat mulai menerbitkan buku indie. Saya pengin cepet-cepet punya buku sendiri.Padahal kemampuan masih minus.
Penerbitan indie ini sebenarnya prosesnya begitu sederhana. Ketika kamu menyelesaikan buku pertamamu dalam format Word, kamu pun bisa segera mengirimkannya ke penerbit indie untuk kemudian dicetak langsung menjadi buku.
Begitu bukumu published, dan covernya nongol di website penerbit indie, maka saat itu pula, kamu bisa membaptis dirimu sendiri sebagai seorang penulis.
Dan, kemudian yang terjadi adalah para pembaca buku--yang telah "merelakan" uang mereka untuk membeli bukumu itu--akhirnya harus mengonsumsi buku yang terburu-buru kamu terbitkan.
Sadar nggak, dengan demikian kamu sudah mengecewakan mereka? Mungkin mereka masih akan memberikan feedback yang bagus, karena mereka temanmu. Mereka sayang sama kamu. Mereka hanya berbaik hati dan berusaha mendukung ke-halu-anmu untuk menjadi penulis.
Kalau dipaksa jujur, we never know what they would say. Right?
Ingat.
Penulis indie adalah sekaligus "produser". Produk yang diciptakan dengan buruk akan selalu menarik kritik, publisitas yang buruk, dan membuat orang malas pakai. Demikian juga dengan buku.
Jadi jangan pernah terburu-buru menerbitkan sebuah karya yang dapat membuat reputasimu menjadi jelek.
2. Menganggap diri sendiri pinter banget
Saya pikir, "Eikeh kan gape nulis. Eikeh tahu kok kata yang bener dan yang enggak."
SALAH.
Ternyata saya nggak sepinter itu.
So, let's learn.
Sekali lagi, teman-teman dan orang terdekat kamu pastinya akan mengatakan bukumu adalah buku terbaik, fantastis, dan luar biasa. Itu karena mereka tidak ingin melukai perasaanmu.
Bisa saja buku kamu sebenarnya mengerikan karena penuh dengan kesalahan tata bahasa, ejaan dan tanda baca di atas ratusan kesalahan ketik konyol lainnya.
Hal yang perlu dipelajari: peran editor itu penting! Atau seenggaknya first reader. Mereka akan bisa membantu kita, untuk "mencari letak kesalahan". Yes, ada kalanya kita memang mesti "nyari-nyari kesalahan". Supaya apa? Ya, supaya bisa diperbaiki.
Jangan hanya puas dengan satu orang editor atau first reader. Bahkan kalau perlu, cari beberapa orang sekaligus yang kalau kasih kritik pedesnya minta ampun. Siap-siap baper dan pundunglah kamu ya. Karena fase itu akan selalu ada.
Dapatkan semua umpan balik yang penting, bantuan, dan bimbingan yang kamu bisa.
3. Tanpa Konsep
Karena kesalahan poin pertama, maka terjadilah kesalahan poin ketiga ini.Berpikir untuk segera bisa punya buku, bikin saya menerbitkan buku tanpa konsep sama sekali. Asal ngumpulin (atau bikin tulisan) tanpa konsep. Atas nama kebebasan berekspresi.
Well, ada baiknya sih, ketika kamu mulai berpikir untuk membuat buku, bayangin dulu, bukunya nanti akan seperti apa. Cari deh referensi yang banyak. Main ke toko-toko buku. Zaman sekarang buku-buku itu semua berkonsep lo. Kamu bisa mengadopsi salah satu ide konsep buku, lalu modifikasi dengan caramu sendiri.
Misalnya, sudah beberapa kali saya bikin buku dengan berkonsep kumpulan kisah dengan ilustrasi surreal di masing-masingnya. Konsep ini akhirnya "gue" banget, meski saya mendapatkan ide ini dari buku lain. Nope, ini bukan ide original saya. Tapi somehow, bukunya tetap gue banget kan?
4. Tanpa rencana
Nah, bagusnya, konsep buku ini juga kemudian diikuti dengan rencana pemasaran.Berpikir untuk jualan buku secepatnya begitu sudah selesai hanya dengan menyodor-nyodorkannya di depan hidung orang supaya dibeli, itu adalah kesalahan yang umum.
Ini juga menjadi kesalahan saya dulu. Setelah beberapa lama belajar marketing, baru deh saya tahu kesalahan saya ini menyebalkan banget :))
So, mau menerbitkan buku indie? Kamu mesti punya strategi pemasaran, cyint. Kenapa? Nah, penyebab kesalahan ini ada di poin kelima di atas. Hahahah.
Jadi, kita akan langsung ke strategi pemasaran yang sudah pernah saya lakukan aja deh. Siapa tahu, kamu bisa adopsi dan sesuaikan dengan kebutuhanmu sendiri. Misalnya begini.
Coba bikin step by step rencana penjualan bukumu. Contohnya:
- Bukti terbit dapat 8 buku (misalnya nih), 2 buku untuk giveaway di akun Instagram pribadi. 2 buku lain untuk dikirim ke teman yang followernya banyak, untuk direview dan diendorse. 2 buku untuk giveaway di komunitas (pilih yang anggotanya banyak).
- Seminggu 4 kali akan upload foto buku di Instagram dengan berbagai gaya dan angle.
- Coba cari celah di mana bisa bikin acara bedah atau diskusi buku, baik itu online maupun offline. Kalau punya komunitas yang diikuti, coba deh sepik-sepik adminnya siapa tahu dibolehin bikin bedah buku atau kulwap gitu.
- Coba cari informasi beberapa toko buku online perorangan yang mau ngebantu jualin. Misalnya nih, saya pernah menghubungi toko buku indie agar bisa nitip buku-buku saya. Ternyata cukup mudah kok syaratnya. Mereka minta bagi hasil sekian persen (tergantung kebijakan toko bukunya) dan kita harus menyediakan stok buku barang 5 biji. Dengan royalti buku indie yang rata-rata 50% lebih itu, marginnya masih masuk kok. Let's say kita enggak dapat royalti 50% lagi, tapi 30% misalkan. Kan masih lumayan? Orang royalti mayor aja "cuma" 10% :))
Nah, jadi rencanakanlah "kelahiran" bukumu from A to Z ya. Ini bukumu loh! Buku yang kamu banget!
5. Berpikir penerbit akan membantu penjualan bukumu
So, memang kamu yang harus terlibat from A to Z. Kenapa? Ya karena ini buku indie! Buku yang bukan berada di dalam area penerbit.
Banyak lo ini, penulis pemula yang salah paham. Dikiranya, tanpa perlu dia bekerja keras, buku akan laris sendiri.
Terus, ketika penerbit nggak transfer royalti, jadi baper. Terus ngomel, nggak cuma dengan meneror penerbit, tapi misuh-misuh di media sosial. Bilangnya, penerbit ini penipu!
YHA!
Ini buku indie, Zheyenk. Buku indie adalah buku yang berada di dalam tanggung jawabmu sendiri. Penerbit mah ... emang nggak akan ngapa-ngapain. Salah besar kalau kamu hanya mengandalkan penerbit buat memasarkan bukumu.
Kalaupun penerbit lantas mempromosikan bukumu juga, itu adalah PRIVILEGE. Nggak semua penerbit indie mau dan bisa mempromosikan buku dengan baik lo.
Untunglah saya enggak pernah melakukan kesalahan yang ini sih.
Tapi, biasanya justru kena omel sama penulis yang melakukan kesalahan ini. Hahaha.
Dikomplen, "Kok buku saya enggak pernah dipromosiin? Jadinya nggak laku kan?"
Duh, cyint. Kamu dong yang gencar promosinya. Penerbit mah punya jadwal promosi, dan semua buku indie punya jatah dipromosikan. Lu emang siapa, minta buku dipromosiin terus-terusan?
Wqwqwq.
Meh. Coba ya, dibaca MoU-nya. Biasanya sih soal promosi ini juga sudah ada di MoU.
Penerbitan buku indie memang masih sangat baru trennya ya, dan belum matang sehingga semua yang terlibat di dalamnya masih bereksperimen. Bukan hanya penulis, tetapi juga para penerbit dan toko buku indie.
Semua orang bisa membuat kesalahan. Kita semua belajar.
Jika kamu baru dalam hal penerbitan buku indie, maka mungkin dengan membaca 5 kesalahan perihal menerbitkan buku indie di atas dapat membantumu untuk mengurangi kesalahan yang sama.
Memang saya adalah markom Stiletto Book. Tapi saya juga penulis buku indie. So far, saya lihat sistem penerbitan indie di Stiletto Indie Book masih "agak" lebih baik dari yang lain. Saya sendiri terlibat di dalamnya untuk bisa meningkatkan mutu pelayanannya.
So silakan, kepoin Stiletto Indie Book, jika kamu pengin menerbitkan buku indie. Ke depannya, saya juga akan banyak bikin diskusi seputar menerbitkan buku indie melalui Instagram Live di akun Instagram Stiletto Book.
Setiap Jumat pukul 11.00--insyaallah--akan selalu ada Stiletto's Freetalk. You're invited to get involved. Bolehlah difollow dulu, lalu tandain hari Jumatmu ya. Karena di Stiletto's Freetalk itu kita akan ngobrol tentang banyak hal--terutama soal menerbitkan buku indie.
Cya there!
6 comments
Wah makasih mb infonya sangat bermanfaat. Besok pagi tips bagaimana promo buku sendiri dong kak hehe
BalasHapusShapppp!!!
Hapuswah info yang sangat berguna. terimakasih informasinya mbak
BalasHapusMak... Promosi gencar juga ya hihihi, btw makasih infonya~ Tunggu buku eike ya
BalasHapusYa dong! Biar dapat bonus, eikeh. #ehh
HapusDITUNGGU, JAR!
Terimakasih atas informasinya. Sangat bermanfaat :)
BalasHapusSukses selalu ya :)
Salam Hangat,
Daniar
(Dinda Daniar Darussalam)