Teruntuk Semua Pihak yang Pernah Mengambil Konten Saya

by - Januari 06, 2020



Menjadi pekerja online, saya sudah tahu betul apa konsekuensinya. Salah satu yang terbesar adalah tentang plagiarisme.

Enggak melulu harus siap kalau karya kita diambil orang tanpa izin, tapi juga ketika kita terjebak plagiarisme sendiri.

Eits iya loh! Bisa jadi, "tanpa sadar" kita juga melakukan hal yang sama loh! Kesempatan setiap orang untuk menjadi plagiat itu sama besarnya kok. Enggak pandang bulu, yang namanya dosa dan kesalahan itu kan bisa saja terjadi pada siapa pun.

Saya pun demikian.
Mungkin karena enggak (atau belum) ketahuan aja.

Karena itu, saya berusaha enggak terlalu ngegas kalau menemukan tulisan saya telah diambil oleh orang lain tanpa izin. Karena (pada dasarnya, saya percaya karma) siapa tahu, saya masih melakukan kesalahan yang sama juga. Biasanya sih, saya cuma tegur langsung. Kalau mereka meminta maaf dan segera melakukan tindakan perbaikan, ya saya lantas menghapus komen/teguran apa pun bentuknya tadi. Saya anggap case closed. Enggak perlu diperpanjang lagi.

Tapi, iseng-iseng, saya mengingat seenggaknya ada beberapa reaksi yang diberikan oleh para pengambil konten ketika mereka saya konfrontasi. Ada yang bikin saya gedheg-gedheg, ada yang bikin rolls my eyes, ada yang malahan bikin saya berteman sama si pengambil konten itu. Lucu kan? Iya, makanya mau saya share di sini.

Buat apa?
Ya kali-kali kamu juga mengalami hal yang sama; konten kamu diambil tanpa izin. Atau, bisa jadi kamulah yang melakukan kesalahan ini. Barangkali reaksi-reaksi berikut akan kamu berikan juga.


Beberapa Reaksi Para Pengambil Konten yang Pernah Saya Dapatkan

1. Diem bae, pura-pura enggak liat komen/teguran

Reaksi ini adalah yang paling umum terjadi. Hahaha. Diem aja, (pura-pura) enggak tahu ada komen. Ini berkali-kali saya alami.

Pura-pura web/blognya enggak aktif, gitu. Tapi update terus :))
Lucu banget emang.

Sesungguhnya, tipe yang pertama ini adalah tipe yang paling menjengkelkan :))
Sudah ditegur, enggak dengerin. Tetep aja gitu.

Kalau udah gini, biasanya sih saya ya udahlah ya. Susah mah urusan sama orang yang nggak mau respons kan? Kek ngomong sama tembok. Eman-eman energi saya.


2. Diem bae, tapi langsung hapus konten

Ini  tipe yang juga menjengkelkan sih. Tapi masih ada reaksilah ya. Enggak "pura-pura" nggak aktif akunnya atau situsnya.

Mayanlah.

Biasanya saya juga enggak memperpanjang lagi sih. Saya punya banyak aktivitas lain yang lebih penting, soalnya :))

Ini kejadian sama saya pas bermasalah dengan situs Detikpedia tempo hari. Saya berusaha hubungin enggak bisa, hingga akhirnya saya menayangkan surat terbuka. Entahlah, dibaca atau enggak.
Yang pasti, sekarang situs itu sudah enggak ada.


3. Diem bae, hapus konten, terus saya diblok

Update: Pembuat konten penerbit berikut ini sudah mengirimkan surel permintaan maaf. Meski bukan officially dari pihak penerbitnya selaku institusi yang bertanggung jawab atas konten mereka, saya menghargai iktikad baiknya. So, nama penerbit saya hapus.

Nah, ini yang baru kejadian kemarin sama saya.

Sebuah penerbit--yang sudah beberapa waktu saya follow akunnya di Instagram--mengunggah satu konten dengan judul yang rasanya familier banget buat saya. Konten ini diposting di Instagram, yang captionnya mengajak untuk lihat detailnya di Instagram Story--yang kemudian dari IG Story di-swipe up ke sebuah video Youtube.

Sungguh, gaes. Saya kaget setelah melihat poin-poinnya.

Lalu saya coba bandingkan dengan artikel saya di Medium yang saya posting Januari 2018 lalu, berjudul 7 Kebiasaan yang Bisa Membuatmu Menjadi Penulis Profesional.

Ternyata bener. Sama persis! Hanya dikurangi saja satu poin, dan diambil intisari.

Karena penasaran, saya pun bertanya melalui kolom komen konten Instagram penerbit tersebut. Ndilalah, komen saya itu typo. Hahaha. Jadi, sebagai seorang perfeksionis, saya pun berusaha memposting ulang komen yang sudah terlanjur terposting sebelumnya. Tapi kok enggak bisa dipost? Yaaah, iyalah. Jebulnya konten tersebut sudah dihapus dari akun penerbit indie ini.

Wow! Gercep!
Sayangnya, video yang di Youtube masih ada--dan sempat saya screen record, sehingga bisa saya tunjukin di atas. Inilah satu-satunya bukti yang sempat saya dapatkan, karena konten yang lain dengan cepat dihapus.



Saya pun komen lagi di salah satu konten mereka.
Tapi tetap enggak ada reaksi.

Saya kepoin, dan ternyata saya diblok! :)) Ya ampun. Dan pastinya, komen saya yang kedua juga dihapus.

Ya sudah. Sorry, not sorry. Cukup tau aja jadinya.

Saya sebenarnya follow juga karena salah seorang teman menerbitkan bukunya di sini. Saya pikir, ya kali memang bagus, jadi saya mau "mencuri" ilmu atau apalah ya. Hahaha. Yah, emang niat nggak baik duluan sih ya.

So, saya anggap case closed. Kontennya di Youtube sudah dihapus.
Saya unggah ulang, supaya bisa jadi cerita. *evily laugh*

PS. Salah kalau ngeblok saya, biar saya enggak bisa komen/liat konten. Saya punya banyak alter akun, btw. Wqwqwq. Siapa pun bisa ngeblok saya di media sosial, tapi di blog, I rule!


4. Balik marah-marah ke saya

Nah, ini nih. Yang ini lucu juga.

Jadi, ada tuh kemarin seseorang yang "sok" minta izin untuk kopas artikel di blog ini, untuk ditayangkan di blognya. Saya ketawa, monmaap. Minta izin kopas?

Kenapa enggak dia bikin saja artikel baru, yang ditulisnya sendiri, dengan kata-katanya sendiri. Lalu kasih backlink saja ke blog ini, sebagai referensi? Kenapa harus kopas? Minta izin pula?

Sungguh, saya enggak paham.

Begitu saya komen di artikel kopasannya dia (Iya, dia udah publish duluan sebelum saya memberikan izin. Kan lucu lagi?), beliau malah marah-marah sama saya. Katanya, mentang-mentang saya bloger ngetop, dia bloger pemula, saya lalu semena-mena padanya. Lalu--dengan tone yang sarkas dan penuh sindiran--dia bilang, akan menghapus kopasannya dan mendoakan saya semakin sukses.

Ya sudah, aminkan saja. :))

Saya justru speechless. Dalam hati, saya bilang berkali-kali. Jangan salahkan diri sendiri, kamu nggak salah kok ngomongnya. Udah bener, cuma dia yang salah terima.

Ya soalnya, yang begini ini justru berpotensi menimbulkan rasa bersalah pada diri sendiri. Iya nggak sih?


5. Minta maaf, memperbaiki kesalahan

Beberapa waktu yang lalu, Mojok.co dalam salah satu artikelnya juga mengutip salah satu analisis saya mengenai perubahan algoritme Instagram, dan ketinggalan kreditnya. Hehehe.

Sebenarnya artikel Mojok ini sih enggak plek tiplek sih ngutipnya. Masih ada parafrase, meski sedikit. Tapi ya, karena artikelnya bersifat analisis, jadi ya masuk ke radar saya sih.

Sedikit berkelakar dengan mengikuti gaya komunikasi mereka, saya pun mempertanyakan hal ini melalui Twitter.

Surprise, pemimpin redaksi Mojok saat itu--Prima Sulistya--segera mengirimkan DM pada saya di Twitter.



Saya sangat respek terhadap respons ini. Nama besar Mojok ternyata enggak sia-sia.
Saya segera menghapus twit saya, dan juga meminta maaf ke Mojok secara resmi. Prima malahan bilang, twit saya itu enggak perlu dihapus sebenarnya biar inget kalau Mojok pernah salah.

Aih.

... dan malah saya ditawari untuk bisa nulis di Mojok :))



Nah, dari berbagai reaksi di atas, kita bisa lihat--siapa yang memang punya tanggung jawab, punya jiwa yang dewasa, dan siapa yang belum matang dalam berpikir.

Semoga bisa jadi pelajaran saja buat semuanya.

Saya sebenarnya bukan tipe orang yang suka cari ribut. Saya cinta damai, brosis. Tapi kalau saya merasa disepelekan ya gitu deh ... Ada banyak hal yang bisa saya lakukan juga. Saya bukan termasuk penulis yang terlalu ngegas untuk urusan kek gini. Ada banyak penulis dan kreator lain yang lebih "galak" ketimbang saya. Trust me, you won't want to deal with them.

Cuma ya gitu. Kalau saya merasa ditantangin, ya saya jabanin :))

Saya sendiri, jika suatu kali nanti kedapatan melakukan kesalahan yang sama *knocks on wood--semoga jangan sampai*, semoga bisa bereaksi seperti halnya Prima Sulistya.
Semoga!

You May Also Like

3 comments

  1. huhuhu, resiko tulisan keceh emang gitu ya Mba.
    Jangankan tulisan Mba Carra yang memang jadi panutan sejuta blogger, tulisan saya saja yang isinya gaje olus banyakan curhat hore itu di copas juga dong, tapi memang yang copas kayaknya para pembuat blog dummy gitu, copasnya gak kira-kira pula, sampai ratusan hiks.

    Nggak ada kolom komen, jadi susah ditegur :(

    BalasHapus
  2. Memang itulah konsekwensinya di dunia bloging, tetapi itu pula yang menmbah semangat untuk ngeblog. Terima kasih, sangat membantu dan penuh inspiratif. by: marisscience.com

    BalasHapus
  3. Semangat mba, aku jadi respect sama poin yg ke 5 pemrednya langsung turun tangan

    BalasHapus