Cyber Bullying is a Habit

by - Mei 13, 2016

Artikel ini pernah tayang di www.RedCarra.com

Kadang tanpa sadar, kita telah melakukan cyber bullying pada seseorang. Bijaklah!


Beberapa waktu yang lalu entah karena apa, tiba-tiba saja saya menelusuri mengenai pengertian cyber bullying. Lupa sih saya, apa pemicunya. Yang pasti, agar mempersingkat cerita juga, pokoknya langsung membawa saya ke wikipedia.
Dan menurut wikipedia, pengertian cyber bullying adalah sebagai berikut.

Cyber bullying adalah segala bentuk kekerasan yang dialami anak atau remaja dan dilakukan teman seusia mereka melalui dunia cyber atau internet. Cyber bullying adalah kejadian manakala seorang anak atau remaja diejek, dihina, diintimidasi, atau dipermalukan oleh anak atau remaja lain melalui media internet, teknologi digital atau telepon seluler.

Cyber bullying dianggap valid bila pelaku dan korban berusia di bawah 18 tahun dan secara hukum belum dianggap dewasa. Bila salah satu pihak yang terlibat (atau keduanya) sudah berusia di atas 18 tahun, maka kasus yang terjadi akan dikategorikan sebagai cyber crime atau cyber stalking (sering juga disebut cyber harassment).

Ada yang aneh nggak dalam pengertian tersebut?

Saya, terus terang merasa aneh pada kalimat ini: segala bentuk kekerasan yang dialami anak atau remaja dan dilakukan teman seusia mereka melalui dunia cyber atau internet.

Jadi hanya berlaku untuk anak dan remaja? Padahal sering saya lihat orang dewasa juga melakukannya. Orang dewasa seusia anak-anak kuliahan, anak-anak kantoran, bahkan emak-emak kayak saya.

Image via Pittsburgh Public Schools


Karena saya nggak puas, maka saya kembali menelusuri. Lalu bertemulah saya dengan web ini. Dan di sana ternyata lengkap dibahas mengenai cyber bullying ini, dan lumayanlah memuaskan rasa ingin tahu saya. Nah, saya mau sedikit menuliskan kembali deh ya, apa yang dimaksud dengan cyber bullying menurut infopsikologi tersebut. Supaya bisa jadi catatan dan pengingat diri saya sendiri.

Cyber bullying adalah perlakuan kasar yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang, menggunakan bantuan alat elektronik yang dilakukan berulang dan terus menerus pada target yang kesulitan membela diri. Singkatnya, cyber bullying adalah bullying yang dilakukan melalui bantuan internet atau telepon seluler berikut peranti-perantinya secara berulang-ulang dan terus menerus.

Image via tes(dot)com


Lalu apa saja yang bisa dikategorikan sebagai cyber bullying? Berikut akan saya tulis beberapa saja ya, yang sering saya lihat di sekitar saya aja (sebenarnya semua juga sering saya lihat, tapi saya lagi pengin bahas yang di bawah ini aja sih :) )

  • Menyebarkan gosip, berita bohong, atau menebarkan intimidasi, ancaman, kebencian melalui status, pesan singkat, komen dan lain sebagainya dengan media internet atau ponsel.
  • Para pencuri identitas online, para hacker yang mengambil akun facebook, twitter, email, instagram dan lain sebagainya untuk tujuan jahat.
  • Meneruskan (forward) atau membagikan (share) gambar atau foto pribadi orang lain tanpa izin, membagikan informasi pribadi orang lain ke publik juga tanpa izin.

Dan lain-lain. Kamu bisa lihat sendiri di blog infopsikologi ya :)

Dari situ saya lalu merenung, dan menanyakan hal-hal ini pada diri sendiri.

Apakah pernah karena satu perkara, saya lalu 'menyerang' orang?


Pernah. Dulu waktu masih 'belum terlalu bijaksana', saya pernah membully plagiat. Saya arahkan beberapa teman lain untuk ikut menyerang dia. Saya tahu plagiat memang bentuk lain dari cyber crime, pelakunya juga jahat. Tapi apakah saya lantas membuat diri saya lebih baik dengan membullynya begitu? Yang saya lakukan malah membuat diri saya sendiri sama dengannya.

Ah. Saya sebenarnya punya cerita banyak mengenai plagiarism ini. Sudah kenyang rasanya terlibat kasus seperti ini. Sebut saja, desain saya yang pernah dicuri oleh mantan bos saya, atau dongeng-dongeng di situs dongenganak.com yang diangkut ke beberapa situs nggak bertanggung jawab, juga ada artikel di Rocking Mama yang saya temukan di akun media sosial lain, baik yang menyebutkan sumber ataupun tidak.

Yang jadi bahan pelajaran saya berikutnya adalah menegur atau bicara tanpa tendensi bully, lalu ikhlaskan. Jika memang pelaku tersebut melakukan lagi, berarti itu memang mental. And that's not our problem, right? Itu menjadikannya bukan derita kita. Tapi derita dia sebagai plagiat.

Apakah pernah saya mengambil foto orang tanpa izin, lalu membagikannya di media sosial sebagai bahan ejekan atau candaan?

Image via blog Kaspersky

Sependek yang saya ingat, belum pernah. Maafkan, kalau ternyata ada yang saya jailin gitu ya. Ingatkan saya, untuk tak melakukannya lagi. Seingat saya, saya hanya pernah membuat meme dari Christina Aguilera, dan dari fotonya Misae ibunya Sinchan. Sepertinya saya juga tak pernah men-share foto teman-teman tanpa izin, seperti misalnya foto teman dari WA, saya share ke facebook atau gimanalah. Saya sendiri nggak pernah suka foto saya dijadikan meme, makanya saya juga menghindari untuk melakukannya.

Tentang meme ini, beberapa waktu yang lalu seorang selebtwit saya lihat sedang pamer hasil temuannya di akun Twitter pribadinya.

Ceritanya sih, dia penasaran dengan salah satu model meme lalu mencoba menelusurinya. Saat si selebtwit mulai memberi tautan ke akun google si model meme, saat itulah saya mulai mengernyitkan muka. Buat apa coba? Apalagi kemudian makin liar tak terkendali. Tiba-tiba saja ada foto keluarga si model meme, dengan istri dan anaknya. OMG! Saya tak bisa tidak membayangkan perasaan si model meme. Kira-kira rela nggak tuh, keluarganya dibawa-bawa dan dijadikan bahan tertawaan?

Kalau berkilah, "Ah, dia juga seneng kan jadi terkenal." Memangnya semua orang mau gitu jadi terkenal, tapi karena jadi bahan candaan? #Menurutngana

Waktu itu saya langsung ngetweet.


Ada beberapa tanggapan yang masuk. Tapi yang paling jleb adalah tanggapan dari Mbak Lusi Tris.

Bener banget! Saya ingat pernah baca tulisan Mbak Lusi mengenai pentingnya mem-blur wajah orang yang terambil kamera candid yang akan kita posting di blog. Kesannya semacam, ih aturan banget, bikin nggak bisa berekspresi dengan bebas. Tapi, sebelum berkomentar begitu, ada baiknya juga kita bertanya pada diri sendiri, apakah foto candid yang kita buat itu tak berarti mengekang kebebasan orang lain juga, tak mengganggu privasi orang lain juga?

Nanti kalau kejadian kayak di berita ini gimana?

Anak Ruben Onsu 'dijual' via Instagram


Saya mikirnya nggak hanya berhenti di foto anak-anak saya doang. Tapi juga barangkali ada foto anak-anak lain yang pernah ketangkep kamera saya, saya unggah tanpa maksud jahat, tiba-tiba diambil orang tak bertanggung jawab? Semenyesal apa saya kalau kayak gitu?

Cyberbullying is a habit


Mau nggak mau, kita memang harus hati-hati. Hati-hati nggak hanya siapa tahu kita bisa jadi korban. Hati-hati juga supaya kita nggak menjadi pelaku. Kadang kita juga jadi terjebak jadi ikutan ngebully lho.

Contoh nih.

Pernah saya ditanya oleh seorang teman lagi. "Yang benar Perancis atau Prancis penulisannya?" Saya jawab, "Kalau di kantor saya kerja, masih memakai Prancis. Konon, ini masih jadi polemik yang mana yang benar. Jadi Prancis dan Perancis masih sama-sama bisa digunakan." Lalu si teman komen lagi, "Soalnya kalau di grup traveling, pada bilang yang bener Perancis. Kalau pakai Prancis bisa dibully."

Lalu saya cuma ketawa. Well, karena bully is a habit. Itu jawaban saya pada si teman yang langsung juga ikut tertawa.
Padahal kalau mau dibahas, di beberapa situs rujukannya masih 'Prancis', konon di KBBI versi buku yang betul juga masih 'Prancis'.

Sadarkah kita, bahwa ngebully itu semacam membawa perasaan super pada diri kita sendiri? Semacam "Gue ini lebih baik dari orang lain.". Semacam afirmasi, bahwa aku ini hebat. Coba deh dirasakan. Bener nggak kesimpulan saya? Saya mah bukan orang psikologi, tapi I'm a good observant. Lagipula, saya juga sering kok merasakan itu. Dan saya rasa, manusiawi banget.

Sehingga begitu ada kesempatan kita bisa terlihat lebih baik, maka kesempatan itu lantas kita pergunakan sebaik-baiknya. Termasuk dengan cara ikutan membully segala sesuatu yang sebenarnya kita tak tahu akar permasalahannya.

Hati-hati juga curhat di media sosial. Media sosial memang sangat membantu menyebarkan informasi, tapi bisa berarti pisau bermata dua *tsah*. Maunya curhat atau komplain karena kepuasan kita sebagai pelanggan tidak bisa dilayani dengan optimal, misalnya, malah berbuntut nggak enak. Apalagi kalau terus dibully, dihujat dan sebagainya. Apalagi kalau terus curhatan kita discreenshoot dan disebarluaskan dengan tidak bertanggung jawab. Dan seperti yag sudah saya bilang di atas, hati-hati jangan sampai kita juga menjadi pelaku bully. Hati-hati klik tombol 'share', bertanggung jawab dalam menggunakan fasilitas screenshoot dan lain sebagainya.

Karena bagaimanapun, insting manusia itu 'menguasai'. Saat dia berhasil 'menguasai' yang lain, dia akan puas.

Saya bukan sedang memulai sebuah kampanye anti cyberbullying atau apa sih. Hanya saja, saya pengin ngajak supaya kita semua berhati-hati. Jangan menjadi korban, dan jangan sampai menjadi pelaku. Tolong ingatkan saya ya, kalau ada yang melihat saya lagi ngebully orang. :) Saling mengingatkan.

Image via Wikipedia

Hati-hati, (cyber) bullying is a habit.

You May Also Like

21 comments

  1. Di Indonesia, kebiasaany yang berkembang pesat itu : Bully dan nyinyir. Sebentar lagi jadi budaya. Entah harus digimanain, tapi ini nyata adanya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kita mulai dari diri sendiri dulu aja :)

      Hapus
    2. "Terpesona", urusan kata Perancis dan Prancis aja bisa jadi bahan bullying, hehe. Kadang saya ngerasa kuno banget karena selalu tidak bisa memahami kenapa orang tega dan punya waktu untuk mem-bully orang lain lewat status atau apapun dengan tingkat kenyinyiran di atas rata-rata. IMHO, itu masalah mentalitas, kebiasaan yang semestinya dibuang :)

      Hapus
  2. Emang kalo zaman sekarang mah salah dikit udah dibully. Jadi emang harus hati-hati banget kalau mau ngepos sesuatu. Makasih atas postingannya mbak (y)

    BalasHapus
  3. memblur foto orang saat di posting sudah jadi etika di negeri barat. kalau disini kita keberatan foto disebar dianggap aneh padahal itu hak.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nah. Itulah ... Yuk, kita biasakan diri kita dulu aja yuk :)

      Hapus
  4. gawat...... saya suka nge-repath kalo di path dan bahkan ikut menikmati ketawa-tawa...>.<' wahhhhh gaawat-gawat... musti ditahan-tahan @.@ *keplak.pala*

    BalasHapus
  5. Pasang tameng yang tebel, Mak. Aku sangat menghindari jadi korban dan juga jadi pembully.
    Ga banget deh.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul. Semoga semua bisa jadi bijak juga yah :)

      Hapus
  6. Duh mesti hati-hati nih kalo ngepost sesuatu di sosmed.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, Mak. Banyak yang jadi pertimbangan yah :)

      Hapus
  7. Aku pun pernah menulis soal Cyber Bully ini mak. Memang sedih ya.
    Bullying ini jadi konsep yang harus dilakukan demi mendapatkan "Sesuatu" yang lebih.

    BalasHapus
    Balasan
    1. "demi mendapatkan sesuatu yang lebih."
      Itu bener banget :)

      Hapus
  8. bully di dunia maya itu nggak kalah sadis dengan bully di dunia nyata. Lebih ngeri lagi krn bisa anonim atau pake akun palsu. Mengerikan.. saya juga baru2 ini baca tentang cyberbully mba, waktu ngereview film ttg cyberbully di blog. Gara2 itu jadi mikir sendiri, jangan2 dulu pernah cuma nggak sadar.. :(

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nah. Itu yang sangat aku takuti sebenarnya. Karena sudah kebiasaan, jadi saat melakukan kita pun jadi nggak sadar.
      Saling mengingatkan ya :)

      Hapus
  9. Hmmm ulasan yang menarik mbak, kalau menurut gue sih cyberbully nih dah berkembang pesat. Netizen seolah-olah memiliki kewenangan terhadap apa yang dibagikannya, padahal kalau sekali mencaci maki ato posting kebencian, bisa jadi postingan tersebut akan menjadi viral. Kalau yang di share konten positif sih gamasalah, buktinya juga banyak orang yang jadi terkenal bahkan sampai masuk media tv gara-gara konten yang dibagikannya di sosial media. Terlepas dari semua problematika yg ada, kita sendiri sebagai pengguna sosmed seharusnya juga membatasi diri akan konten yang dibagikan. Ya semacam berpikir beberapa kali lah atas apa yang dibagikannya.

    Terus juga ada tuh, orang yang membagikan berita, tapi dia nggak ngerti kebenaran beritanya. Jadi pada ikut2an membagikan kebohongan.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Jadi, intinya, masing-masing harus bijak menggunakan media sosialnya ya :)
      Thanks for sharing ya.
      Dan, terima kasih sudah baca.

      Hapus
  10. Iya bener juga ya, mereka begitu karena mereka merasa dirinya superior ... Jd merasa berhak utk begitu ya hmm ...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Karena begitulah insting kita :)
      Saling mengingatkan ya.
      Terima kasih sudah baca.

      Hapus