• Home
  • About
  • Daftar Isi
  • Konten Kreatif
    • Penulisan Konten
    • Penulisan Buku
    • Kebahasaan
    • Visual
  • Internet
    • Blogging
    • Marketing
    • User
    • WordPress
  • Media Sosial
    • Facebook
    • Twitter
    • Instagram
  • Stories
    • My Stories
    • Featured
    • Freelancer
  • Guest Posts
Diberdayakan oleh Blogger.
facebook twitter instagram pinterest Email

Carolina Ratri



Warning: artikel ini akan panjang. Tapi I guaranteed, akan membahas hingga ke detail mengenai outbound links atau link eksternal. Karena saya butuh catatan ini untuk saya lihat lagi jika nanti diperlukan.

Seharusnya saya bikin Posts of the Month, seperti biasa di akhir bulan. Tapi dari 792 blogpost di Feedly saya, hanya 2 post saja yang saya save :)) Nggak banyak yang bahas mengenai blogging, soal tulis menulis dan juga tentang media sosial bulan ini. So, mendingan saya jadikan satu saja sekalian dengan bulan depan yah.

Saya mau bahas hal lain saja, yang terpicu gara-gara saya blogwalking kemarin :D

Tahu nggak, apa ketakutan terbesar kebanyakan blogger sekarang ini?
Nggak dapat job?
Ah, itu mah biasa. Siapa sih yang mau rezekinya macet? Iya nggak? :P

Sejauh ini, dari pengamatan saya, ketakutan terbesar para blogger saat ini adalah tentang link keluar dari blog mereka atau eksternal link atau outbound links.
Sejak beberapa tahun terakhir, mungkin setahun dua tahun belakangan, banyak blogger terpaksa harus memahami apa itu DA, PA, Alexa rank, Google Analytics dan seterusnya, demi memenuhi standar tertentu. Dan salah satu yang memang lantas "diributkan" adalah jumlah link keluar atau external link atau outbound link ini.

"Berapa sih jumlah link keluar yang dibolehin sama Google?"
"Aku harus ngelink 11 web teman. Is it ok?"
"Wah, bulan ini sudah ngeluarin 5 link, dan DA eikeh turun, bo'!"

Hmmm ... you know what? Ketimbang cuma bertanya-tanya sendiri, kenapa sih nggak cari tahu yang sebenarnya? Banyak kok, source di internet yang menjelaskan mengenai outbound link ini, apa definisinya, apa pengaruhnya, dan juga apa MANFAATnya secara SEO.
Yes, outbound links sangat bermanfaat secara SEO lho! Nggak cuma merugikan doang, seperti yang dipikirkan oleh mayoritas bloggers, sampai bikin pada parno.

Saya sendiri akhirnya juga menelusuri apa dan bagaimana si outbound link ini, supaya nggak ragu dan nggak takut ngasih link ke web lain. Karena pada dasarnya orang takut itu kan karena nggak tahu kan? Makanya, ayo, cari tahu!

Hal-hal yang perlu diketahui lebih dulu tentang Outbound Links



Apa itu outbound links atau external links?


Outbound links are links that point to some other domain from your site. When you link out to related domains, it not only helps the search engine to understand your niche, but also helps to increase the trust and quality of your site which plays a vital role in your blog’s SEO.

Begitu penjelasan mengenai arti Outbound Links dari Harsh Agrawal di ShoutMeLoud.

Outbound links adalah link yang merujuk ke domain lain dari web kita, atau kalau konteks ini, dari blog kita. Dengan memberikan link keluar, maka nggak cuma memberikan pemahaman mengenai niche yang kita punya, tapi juga meningkatkan trust dan quality web kita yang menjadi hal terpenting pada SEO.

Code sample dari Outbound Links adalah sebagai berikut:

<a href="http://www.carolinaratri.com/" title="Carra Keren">Carra apalah apalah</a>

Yaa, itu dia tuh script aslinya yah. Abaikan yang nggak perlu diperhatikan. Wkwkwk.

Links itu kan ada dua, yaitu outbound links (yang keluar dari situs kita) dan internal links (yang ngelink ke dalam situs kita sendiri). So far saya melihat bahwa banyak yang rajiiin banget ngasih internal link ke web sendiri, ketimbang nyari jalan supaya dapat outbound links.
So, mau tanya, sudah dilihat belum pengaruhnya kayak apa, kalau internal links-nya banyak gitu?

Saya punya ilustrasi begini.

Dengan memberikan outbound link ke situs lain (kita pakai term "situs" aja yah di sini, ketimbang bingung mau nyebut web atau blog. Anggap saja saya lagi bahas situs pada umumnya, di mana blog juga termasuk di dalamnya), kita memberikan rujukan pada Google bahwa kita punya bahasan yang sama dengan situs yang dirujuk. Just as simple as that.

Rujukan kita menjadi rujukan pihak ketiga di luar situs yang dirujuk, dan di situlah inti SEO. Semacam misalnya, kita punya dokter langganan nih, kemudian merekomendasikan si dokter itu pada teman kita. Pastinya, teman kita itu akan lebih percaya kalau kita yang bilang bahwa dokternya oke, ketimbang kalau misalnya si istri dokternya yang merekomendasikan, kan?
Semacam self promoting gitu, kan kita curiga, jangan-jangan nepotisme nih.

Ya, semacam itulah analogi dan prinsip dari outbound links dan juga internal links.
Berikut ada infografis sederhana untuk mengilustrasikan outbound links dan internal links.

Sumber: Moz.com
Jadi lebih efektif mana, memberi internal link yang banyak pada diri sendiri atau berusaha mendapatkan outbound links dari web lain?
Silakan dijawab sendiri yah.

Beberapa jenis Outbound Links


Outbound Links ada dua macam:
  • dofollow link
  • nofollow link
Mari kita lihat satu per satu.

Dofollow link
Dofollow link adalah bentuk outbound link yang default, yang biasa kita lakukan, yang biasanya kita lihat di seantero dunia maya. Begitu kita ngasih link keluar merujuk ke situs tertentu, maka otomatis, biasanya akan menjadi dofollow link.
Dengan adanya dofollow link ini, saat Google crawling situs punya kita, dia juga akan menandai outbound links yang ada, dan kemudian akan crawling ke sana. Rekomendasi dari kita akan meningkatkan trust pada situs rujukan. Lalu apakah dengan memberikan dofollow link, situs kita jadi devalued? Enggak sama sekali! Nanti akan kita bahas ya.

Nofollow link
Nofollow link adalah link dengan tambahan script rel="nofollow", yang berarti ngasih kode ke Google supaya nggak perlu crawling ke situs rujukan. Dalam istilah lain, kita nggak merekomendasikan Google untuk pergi ke sana.
Kapan nofollow link ini digunakan?
Saat kita merasa nggak perlu merekomendasikan situs lain. Misalnya nih, saya mau kasih link portfolio saya yang di Facebook. Saya ngasih nofollow link, karena Facebook sudah sangat banyak menerima link dari luar sana. Saya kan cuma mau mengarahkan pengunjung atau pembaca blog untuk lihat-lihat portfolio aja.

Script asli nofollow link akan seperti ini.
<a href=”https://www.facebook.com/RedCarraDesigns” rel=”nofollow”> Portfolio Carra</a>

 Kalau di blogspot, penambahan script nofollow ini bisa langsung dari popup adding link yang biasanya. Kalau di wordpress, harus dikasih script manual.
Penjelasan dofollow dan nofollow link ini sudah pernah dijelaskan oleh Mas Dani Rachmat lho. Silakan dicek yah. Sudah saya kasih link noh. Dofollow :P

*penting banget ya, nyebutin dofollow-nya. Biar nunjukin aja, saya nggak takut ngasih link kalau memang recommended dan relevan*

Lalu mentang-mentang sepemahaman kita, nofollow link ini lebih baik ketimbang dofollow jadinya kita selalu ngasih nofollow ke situs lain. No, bukan gitu juga.
Nofollow tetap akan diperhitungkan dalam penentuan popularitas situs mana pun, meski kenyataannya tidak merekomendasikan crawling bot Google untuk ke sana.

Don’t use nofollow tag for every outbound link because nofollow tags still deduct some Google PageRank juice from your webpage even if it gives none to your targeted webpage. It’s a lose-lose scenario. Play fair. Give out dofollows if the target webpage deserves it.

Begitu kata Sean Si di SEO Hacker.

Seberapa penting sih Outbound Links itu?


Soalnya kok sepertinya bikin situs kita terdegradasi muluk. Mendingan nggak usah kasih link sama sekali deh!

Eits. Stop right there!
Outbound links itu penting banget! Tanpa ada outbound links, internet kita nggak akan seperti sekarang ini loh. Nggak akan ada Google, nggak akan ada internet juga, tanpa adanya outbound links.
So, outbound links ini penting banget, dan harus ada. Supaya keseimbangan ekosistem internet terjaga dengan baik. Halah, bahasanya.

Hanya saja, kita harus bijak menggunakannya dan tahu apa yang harus dihindari saat memberikan outbound links.


Hal-hal yang harus diperhatikan saat memberikan outbound links


1. Relevancy 


You have to always link out to relevant content in your niche. The site to which you link should be of high quality, authority, and trust.

Demikian kesimpulan yang saya dapat dari beberapa blogger senior luar. So, pastikan kita ngasih outbound link ke situs yang relevan atau mempunyai niche yang sama dengan yang kita punya. Mengapa?
Karena logika Google itu gampang saja.
Spam webs link to spam webs. Good webs link to good webs.
As simple as that.

Dengan merekomendasikan situs yang dipercaya oleh Google, mengisyaratkan bahwa kita juga punya konten yang bagus pada Google. Jadi, pastikan link yang dirujuk itu BENAR-BENAR ke source yang terpercaya dan bagus ya, bukan situs yang penuh dengan link berbayar, link spam, atau dengan konten yang diblacklist misalnya seperti situs judi, situs porno dan lain-lain.

2. Anchor text


Beberapa pemilik situs juga masih ngelink dengan memberikan anchor text yang nggak sesuai dengan outbound links yang diinsertkan.
Misalnya.

Penjelasan dofollow dan nofollow link ini sudah pernah dijelaskan oleh Mas Dani Rachmat lho, cek di sini yah.

"Di sini" itu adalah anchor text yang kurang bagus untuk disisipin outbound link. Karena merupakan link yang clickbait. You know, hal-hal yang berbau "clickbait" sekarang ini juga lagi diperangin sama Facebook dan Google kan? So, sisipkan outbound link yang sesuai dengan keyword-nya, misalnya di "penjelasan dofollow dan nofollow".

Namun ini bukan berarti kata-kata "di sini" itu kemudian tabu digunakan juga. Saya sendiri juga pakai, terutama kalau saya lagi nggunain nofollow, hanya sekadar pengin kasih liat. Tapi kalau saya sedang merekomendasikan sesuatu, maka pasti saya masukkan keyword-nya.

Does it hurt my blog?
Nope. Not at all.

Seperti yang sudah dijelaskan pada poin relevancy di atas, kita harus nge-link ke situs yang relevan, berupa dofollow link, dengan anchor text yang tepat, itu akan memberi isyarat ke Google bahwa situs punya kita membahas hal yang baik dan sama dengan si penerima link.

3. Perhatikan situs yang kita kasih link


Berarti kita boleh kasih link ke mana pun asal relevan kan?
Ya dan tidak.

Ada beberapa situs yang seharusnya nggak boleh dilink. Ada beberapa situs yang disarankan untuk nggak di-link, menurut Akshay Hallur di GoBlogging Tips. Di antaranya:
  • Spam sites, ini jelas ya. NGGAK BOLEH. *capslock jebol*
  • Homepages of other sites. Lho? Jadi nggak boleh ke homepage situs? Bukannya nggak boleh gitu juga, tapi kalau kita merujuk hanya ke homepage saja, itu kurang memberikan good user experience pada pembaca blog kita. More specific is better.
  • Authority sites with shallow contents. Ya, bahkan situs yang bagus juga kadang kontennya nggak bagus. So, make sure konten yang kamu link adalah konten yang benar-benar berkualitas. Yang gimana tuh? Ya, misalnya saja panjangnya standar untuk diindex Google, isinya informatif, nggak stuffed keywords, nggak spammy, bukan kopas, dan (lagi-lagi) relevan.
  • Links that redirect or has nested redirection. Ini yang suka pake link redirect untuk ngiklan nih. Diperhatikan ya.
Lalu ada juga situs yang boleh kamu rujuk atau rekomendasikan dengan link, tapi link-nya HARUS berupa nofollow. Di antaranya.
  • Affiliate links.
  • Sponsored links, link yang berbayar must be nofollow link ya. Kalau ada yang minta dofollow, kamu harus kasih lihat Google rules mengenai nofollow. Tunjukkan saja, bahwa kita tahu dan paham mengenai aturan Google.
  • When referring or mentioning site or a post for some other reasons, misalnya kayak saya tadi yang ngasih nofollow link ke facebook page saya. Atau ke link lomba. (Kalau eikeh sih, habis lomba selesai ya mendingan lepas aja. Nofollow pun soalnya juga ngaruh. Tapi perhatikan juga user experience-nya. Kalau memang dirasa, nanti pembaca kamu akan lost jika nggak dikasih info lengkap termasuk link, ya tetap sisipkan link. No problem at all.)
  • Image attributions, ini misalnya kalau kita mau kasih credit image. Mau ngelink? Link aja, tapi nofollow.
Link berbayar dianggap sebagai unnatural link oleh Google, dan itu memberikan user experience yang nggak terlalu baik. Asumsinya, orang kan akan datang sesuai rekomendasi kita. Tapi, ya, kalau rekomendasi kita benar-benar bagus. Kalau enggak? Kalau kita rekomendasi karena dibayar? Intensinya kan berbeda. Kalau nggak bagus, orang kan akan kecele, dikecewakan, sehingga akibatnya juga nggak akan baik kan?
Logikanya sederhana kan? It's the basic of marketing. Jangan sampai mengecewakan "customer". Betul?

Makanya, kalau takut ngasih outbound links itu harusnya pada yang minta di-link dengan imbalan. Bukannya malah takut ngasih link ke teman :))) Kan kebalik, logikanya.

4. Seberapa banyak kita boleh ngasih links?


Simak video berikut yang langsung dari Google Webmaster.




Sebenarnya Google sendiri juga nggak pernah dengan jelas menyebutkan berapa link yang boleh kita kasih dalam sebuah page pada situs lain. Matt Cutts dari Google pernah bilang, bahwa keep it fewer than 100 links. Namun, di update-nya awal tahun ini sepertinya Google dropped this 100 links limit. So, nggak ada yang tahu pasti. CMIIW.

100 links di page ya, bukan dalam satu artikel. Jadi kalau kamu punya sidebar, yang full dengan link, itu ikut dihitung juga. Termasuk link-link lomba, link-link banner komunitas, link ke afiliasi, link ke internal ... dihitung semua yah. Lagi-lagi, CMIIW dan demi safety aja.

Ada artikel dari Moz yang bagus untuk disimak tentang links limit ini. Silakan dibaca.

So, saya kalau ditanya, seberapa banyak link diperbolehkan ada dalam artikel kita? Ya, saya nggak bisa jawab pasti juga. Relatif, tergantung panjang pendeknya artikel, sudah ada berapa link dalam satu page-nya, dan sebagainya.

5. Bagaimana penempatan outbound links yang baik?


Pastinya harus tersebar merata ke seluruh artikel. Nggak padet di satu bagian aja, tapi merata, dari awal sampai akhir.
Bahkan kalau artikel kamu dibagi dalam beberapa section, misalnya seperti artikel ini kan ada beberapa subheading, maka bisa kok kamu kasih outbound links di setiap subheading-nya. It won't hurt you.

Yang penting merata, natural, relevan, dan memberikan user experience yang baik.

Dan demi bounce rate yang lebih baik, maka tambahkan script target=”_blank”, sehingga link akan terbuka di window tab yang baru jika diklik. Jadi nggak langsung lari dari situs kita, tapi berpindah tab.




Kesimpulan


Yes, itu dia beberapa hal yang perlu kita ketahui mengenai outbound links yang menakutkan itu. Saya sendiri sudah mulai move on dan nggak parno lagi ngasih outbound link. Yang jelas saya berpatokan seperti yang disarankan oleh Google dalam Webmaster Guideline-nya ini.

  • Make pages primarily for users, not for search engines. *harus banget dikasih garis bawah ya*
  • Don't deceive your users.
  • Avoid tricks intended to improve search engine rankings. A good rule of thumb is whether you'd feel comfortable explaining what you've done to a website that competes with you, or to a Google employee. Another useful test is to ask, "Does this help my users? Would I do this if search engines didn't exist?"
  • Think about what makes your website unique, valuable, or engaging. Make your website stand out from others in your field.
Perlu diterjemahin nggak? Ah, nggak mau. Buka Google Translate aja yah :P

So, kalau mau kasih eksternal link, tanyakan dulu beberapa hal berikut:
1. Apakah link-nya menuju ke konten yang relevan?
2. Apakah link-nya menuju ke situs yang berkualitas? (kalau bisa lebih kualitasnya)
3. Apakah pembaca atau pengunjung situs kita membutuhkannya?

Yah, sekianlah catatan mengenai outbound links ini. Udah hampir terang, saya musti cuci baju dan ke gereja. Kalau ada yang mau ditambahkan atau diluruskan dari catatan saya di atas, silakan ditulis saja di kolom komen. I would appreciate it so much!

Sampai ketemu di "omelan" saya selanjutnya!
Share
Tweet
Pin
Share
110 comments


Selamat Hari Blogger Nasional!

Padahal saya tadi baru saja ngaku kalau lagi males nulis dan update blog sejak ... Senin minggu yang lalu. Iya, sudah 2 mingguan saya kumat.
Juga bukan kebiasaan saya ikutan latah nulis begini. Biasanya sih kalau sudah banyak yang bahas dan nulis, ya saya mah males bahas lagi. Hahaha. Iya, saya mah gitu anaknya. Malas ikut-ikutan. :)))

Tapi, merenungi Hari Blogger Nasional hari ini, tiba-tiba saja saya kangen dengan blogging gaya lama. Yang asal mbacot, nggak pernah butuh outline atau research.
So, saya memutuskan hari ini saya mau mbacot bebas di sini. Mau dibaca atau enggak terserah.
Dan, karena udah lama nggak mbacot bebas, saya juga bingung mau nulis apa. Jadi, saya mau cerita aja perjalanan ngeblog saya dari awal. Sampai sekarang.

Mind you, ini nggak tahu nanti bakalan panjang apa pendek, penuh dengan typo apa enggak. Saya memutuskan akan menulis saja, dan nanti nggak akan ada self editing. So, enjoy spontanitas ini saja ya.

Saya mulai punya blog beneran pertama di tahun 2008 awal. Saya pertama ngeblog nggak jelas di carratri.wordpress.com. Silakan kalau mau berkunjung, karena masih ada sampe sekarang. Meski nggak pernah saya update lagi. Saya biarkan ada, nggak saya delete buat kenang-kenangan bahwa saya dulu pernah juga menjadi blogger alay. Tahun 2006 saya pernah di multiply sih. Tapi ya gitu deh, hilang ketiup angin. Dan nggak kayak teman lain yang berusaha menyelamatkan postingannya saat multiply matik, saya mah cuek aja. Soalnya ya, tulisan saya nggak mutu sih. Hahaha. Tapi yang di wordpress masih ada.

Isinya? Segala macam. Kebetulan juga punya blog di wordpress itu, saya kondisinya baru aja nikah. Jadi isinya ya cerita pribadi sama si solmet. Haha.

Tahun 2008, pas setelah anak saya yang pertama lahir, saya menarik diri dari dunia blog, karena banyak sekali masalah pribadi. I was at the lowest point of my life. Dan itu terjadi sampai tahun 2010, setelah anak kedua lahir.
Puji Tuhan, semua terlalui dengan baik. Meski sekarang kalau ingat ya, ngeri-ngeri sedap. Ada penyesalan terbesar yang nggak bisa saya tukar dengan apa pun yang sudah saya raih sekarang.

Tapi ya sudahlah ya. Everyone has their own battle kan ya?
Singkat cerita, saya pun mulai balik ke blog di akhir 2010, saat hidup saya sudah tertata dengan baik.

Tahun 2010, saya pindah ke blog dengan domain sendiri www. redcarra.com. Self hosted wordpress. Saat itu lagi semangat-semangatnya saya nguprek blog. Gayanya, saya pengin mempelajari wordpress lebih jauh. Pengin bikin template sendiri, pengin ngulik bagian dalemnya sendiri. Pokoknya, saya sok jagoan!

Selama 6 tahun saya ngeblog di self hosted wordpress, banyak sudah yang saya dapatkan. Tahun 2013, bahkan sesaat setelah saya bergabung, saya sudah langsung diajak untuk menjadi salah satu makmin di Kumpulan Emak Blogger oleh Mira Sahid. Ya, pastinya saya maulah ya. Orang saya waktu itu kan masih sok jagoan. Masih suka utak atik ina inu.

Pengalaman menjadi makmin itu luar biasa. Mulai dari ngurusin member (meski yang bertugas langsung ke member adalah MakTe Sary Melati), tapi dulu makminnya diwajibkan untuk berinteraksi secara intens dengan emak-emak member lho. Setiap share di grup, harus dijempolin. Kalau ada yang nanya, harus dijawabin. Ya, sebenarnya sih nggak disuruh atau diwajibkan juga sih, tapi serasa bertanggung jawab aja gitu. Kan admin, masa nggak bantuin member. Iya nggak sih?

Di KEB juga akhirnya saya kenalan sama yang namanya job review. Meski job review pertama saya bukan dari KEB sih, tapi dari klien langsung. Tapi saya tahu, kalau orang yang menghubungi saya adalah member KEB juga. Job review pertama saya adalah sabun Dove. Bayarannya? LUMAYAN. Kalau sekarang ya bisa dapet Acer Liquid lah ya. Itu kan mayan banget buat pemula. Hahaha.

Selama ngeblog di redcarra.com itu ada banyak tawaran content writing juga yang mampir. Mulai dari ngisi webnya satu produk susu secara teratur. Saya sempat jadi content writer dan buzzernya selama 1 tahun. Terus, ada tawaran lagi ngisi webnya satu merek sabun cuci pakaian. Sempat ngisi 3 artikel, dan bayaran per artikelnya juga lumayan banget.

Selain tawaran menulis, saya juga sempat diajak seseorang untuk ngadmin akun publik yang punya follower 25ribuan. Hahaha. Waktu itu angka segitu angka yang nggilani bukan? Followernya anak-anak abg yang kalau nulis kadang pakai bahasa planet. Hadeh. Udahlah, yang namanya salah akun, salah jadwal itu mah sering! Saya cuma bertahan berapa lama ya, 1 bulan apa ya? Lupa. Tapi itu pengalaman berharga banget dah!

Di tahun 2013 itu, saya juga sempat ditarik menjadi admin Warung Blogger, bareng Bli Ari Tunsa, Kang Lozz, Kang Baha, dan Teh Epi Sri Rezeki. Tapi lagi-lagi saya nggak tahan lama. WB waktu itu udah rame banget. Saya nggak kuat :)) Apalagi saya juga masih makmin KEB. Kesannya maruk banget, jadi admin di banyak grup yah. Hadeh. Kayak nggak ada orang lain. Maka genap beberapa bulan, saya pun mengundurkan diri.

Tahun 2014, saya mengatakan nggak kuat lagi untuk menjadi makmin KEB. KEB yang semakin besar menuntut para admin untuk lebih fokus dan perhatian. Saya merasa nggak sanggup. Apalagi saya juga baru saja menerima pekerjaan baru sebagai staf promosi di sebuah penerbit buku di Yogyakarta. Saya takut, fokus saya bercabang yang berakibat nggak bagus buat semuanya. Akhirnya dengan berat hati, saya pun mengembalikan mandat sebagai Makmin Gambar pada Founder KEB kesayangan saya, Mira Sahid. Pas banget waktu itu KEB baru saja selesai mengadakan perhelatan Srikandi Blogger 2014. Dan saya dengan menguatkan diri mengatakan nggak sanggup lagi menjadi makmin.

Ahhh, saya memang gampang menyerah kalau sudah terlalu riweuh mah. Hahahaha. Siapa yang bilang jadi makmin itu enak heh? :)))

Maka kemudian saya memulai "perjalanan" saya sendiri.
Bisa dibilang tahun 2016 merupakan titik balik "hidup" saya di dunia maya.

Dimulai dengan redcarra.com yang kemudian terserang virus malware yang mematikan. Hasil tulisan saya selama 6 tahun hilang lenyap tak berbekas! Nggak ada yang bisa saya selamatkan sama sekali! Bahkan untuk masuk ke cpanel saja, ada peringatan bahwa alamat web tersebut penuh dengan malware. Nangis? Jelas. Saya pernah cerita di sini.

Maka kemudian, saya membangun kembali "dunia" saya di CarolinaRatri.com. Mulai lagi dari nol. Tapi justru itu membuat saya punya kesempatan untuk rebranding diri saya sebagai blogger. Saya ingin menjadikan blog ini sebagai reference blog bagi blogger lain. Bukan karena saya lebih pintar, tapi karena saya akan menuliskan catatan-catatan pembelajaran saya mengenai dunia content writing, content marketing, dan freelancing di sini. Kalau ada yang mau ikut belajar ya, ayo. Kalau mau menambahi, saya juga akan seneng banget.

Tahun 2015 akhir itu juga menjadi momen penting.
Saya yang tadinya ngeblog pokoknya menulis saja apa yang saya mau, lalu konsisten share di media sosial, tiba-tiba dicolek oleh seseorang yang saya tahu banget dia adalah seorang entrepreneur muda Indonesia yang cukup sukses. Mas Brilliant Yotenega, founder nulisbuku.com.
Nggak disangka, beliau mengajak saya bergabung ke Zetta Media, startup besutannya. Saya diminta untuk membangun satu portal khusus bagi mama-mama muda.

Saya langsung setuju? Jujur, pas ditawarin saya ngeblank. Saya nggak bilang setuju dan mau atau enggak. Saya cuma nanya, "Terus, apa yang harus saya lakukan sekarang?"

Hahahaha. Dan beliau pun membimbing saya selangkah demi selangkah.

Yes. Semua hanya karena Mas Ega melihat share blogpost saya di Facebook, lalu datang ke blog dan membacanya. Padahal beliau juga nggak pernah ngomen dan nge-like. :)))) Jaranglah.
Tapi malah langsung datang menawarkan sesuatu!

Sumber: Quotefancy


Moral of the story is ... just write! Just blog! Nggak usah baper kalau nggak ada yang ngomen, nggak ada yang ngelike, nggak ada yang visit. Saya dulu nggak peduli juga. Pokoknya saya mau menulis. Saya hanya percaya, bahwa kalau saya konsisten dan persisten, maka saya pasti akan mendapatkan sesuatu, apa pun itu.

Sekarang, saya hanya menikmati saja apa yang saya lakukan. Saya punya "jalan" saya sendiri dan saya akan konsisten menjalaninya. Karena ya gitu, saya anaknya paling males ikut-ikutan :))

Saya jarang ikutan event. Saya jarang ikut lomba. Saya sekarang juga jarang dapat job review. Tapi saya terus menulis. Saya masih percaya, bahwa persistence always pays off. Meski kalau lagi dijalani tuh, antara kebodohan sama persisten itu bedanya cuma tipiiiis banget. Hahaha.
Bukan saya sombong kalau nggak ikutan event atau lomba.
Yang saya cintai adalah kegiatan "menulis"nya. Maka itulah yang saya lakukan.
Sampai kapan pun.
Sampai saya nggak diizinkan menulis lagi oleh Tuhan.

Tapi meski saya jarang ngevent atau ngelomba, kamu tetap mau kan jadi temen saya?

So, akhir kata.
Selamat Hari Blogger Nasional, Bloggers!
Nikmati prosesmu, apa pun itu. Yakin saja, suatu hari nanti akan ada hasil dan manfaat yang akan kamu dapatkan.

Salam dari Jogja.
Share
Tweet
Pin
Share
47 comments


Hai.

Seharusnya sih hari ini saya posting artikel lagi.
Tapi entahlah, sudah coba menelusuri bank ide dan bank artikel trigger, tapi kok nggak ada yang pengin dibahas.

So, saya mau nanya aja deh sekalian.
Siapa tahu bisa nambahin ide topik untuk dibahas di blog ini yah.

Kamu pengin saya nulis apa?
Tentu saja seputar creative writing, content writing, teknik blogging (tapi yang nggak berhubungan dengan coding dan script ya), media sosial ataupun freelancing.
Atau tentang desain grafis juga boleh. Atau soal sketsa. Nanti saya nulisnya di blog yang lain itu. Hehehe.

Atau mau tentang diri saya? *kumat narsis* Buahahaha. Yailah. Ya gak papa kali. Kali ada yang kepo. Ketimbang stalking kan mendingan nanya langsung kan? Ehehehe.

Saya pasti akan berusaha menuliskannya satu per satu nanti.

Silakan ditulis di kolom komen ya :)
Share
Tweet
Pin
Share
10 comments


Beberapa kali saya harus merombak tulisan penulis, karena tulisannya begitu "egois".
Egois di sini artinya, cuma si penulis yang tahu apa yang dia maksud. Hahaha. Egois kan ya, namanya?

Jadi begini.
Sebuah artikel akan layak baca dan disukai kalau artikel itu bermanfaat, menghibur ataupun inspiratif. Bisa tiga-tiganya, atau salah satu aja, biasanya sudah cukup membuat pembaca feel something. Misalkan kamu mau curhat securhat-curhatnya, nggak  menawarkan solusi pun, tapi kalau cara kamu menulis itu inspiratif, ya bakalan disuka. As simple as that.
Apalagi kalau ada solusi yang ditawarkan. Betul?
Logikanya masuk kan ya?

Namun, bagaimana bisa bermanfaat, menghibur dan inspiratif, kalau yang baca nggak paham dengan yang kita tulis?

Jujur saja, sekarang masih banyak tulisan di internet yang nggak jelas, kurang bisa dipahami. Apalagi kalau yang berhubungan dengan tutorial-tutorial. Padahal yang namanya tutorial kan ya harus simpel, gampang dipahami, gampang diaplikasikan kan? Cemana mau diaplikasikan, kalau kita aja nggak ngerti dengan apa yang dibahas?

Dalam workshop #Lifegoals Zetta Media kemarin saya sempat share beberapa hal mengenai kalimat yang kurang bisa dipahami ini.

Kita lihat saja yuk :)


Beberapa kesalahan penulisan yang sering dilakukan oleh para penulis

1. Pola atau struktur kalimat berantakan


Pernah dapat pelajaran bahasa Indonesia saat SD nggak, yang satu kalimat lengkap punya setidaknya 4 elemen, Subjek, Predikat, Objek dan Keterangan. Disingkat SPOK.
Meski nggak lengkap banget SPOK, atau juga bisa dibolak-balik, pakem ini tetaplah harus ada.
Mau S dan P doang, atau SPO, tapi prinsipnya sama.

Ah, siapa yang guru bahasa Indonesia? Coba, tolong dijelasin yah. :))) Saya mah apah atuh. Teorinya lewat.
Tapi somehow, saya bisa merasakan, kalau ada kalimat berantakan biasanya sih struktur SPOK-nya juga mawut.

Saya akan kasih contoh yah, dari some article yang pernah saya utak atik.


Can you tell me, bagaimana struktur kalimat di atas?
No?
Sama.

Contoh kalimat lain yang lebih sederhana.

Untuk meningkatkan mood, bisa dengan mengubah warna lho.

Pertanyaannya:
1. Siapa yang bisa mengubah warna?
2. Warna apa?

2. Kalimat ambigu


Jenis kalimat lain yang susah dipahami adalah kalimat ambigu, kalimat yang multi interpretasi.
Contoh 1.
Saya beli telur yang dimakan Budi.

Dari kalimat di atas, muncul 2 persepsi:
1. Saya membeli telur, kemudian telur tersebut dimakan oleh Budi.
2. Saya membeli telur yang sudah dimakan Budi.

Yang benar yang mana?

Contoh 2.
Adi tidak mendapatkan uang karena tidak memberi tahu.

Karena ini adalah bahasa tulisan, maka kita nggak bisa memastikan bahwa tahu di atas adalah sinonim dari mengerti atau paham, ataukah tahu yang pasangannya tempe.
Meski kamu bisa saja ngeles, lihat dong kalimat berikutnya!
Tetep ya, satu kalimat seharusnya bisa berdiri sebagai satu kalimat utuh. Kecuali kalau dia menjadi anak kalimat. CMIIW.


3. Kalimat yang terlalu panjang


Coba perhatikan lagi contoh berikut.


Bisakah kamu mengenali dengan mudah, mana kalimat inti, mana kalimat yang merupakan monolog kita?
Enggak?
Saya juga enggak.

Butuh beberapa saat bagi saya untuk paham, bahwa ... ohhh, yang bagian ini maksudnya lagi ngomong sama diri sendiri.
Coba bandingkan dengan yang berikut ini.

Lebih mudah dipahami yang mana?


4. Terlalu banyak istilah asing


Kadang kalau kita menulis sesuatu yang ilmiah, kita harus menyebutkan beberapa istilah asing. Ya, wajar sih ya. Tapi risikonya ya, jadi kurang bisa dipahami dengan mudah.

Kalau di buku cetak, maka kita bisa menyisipkan catatan kaki di setiap istilah asing yang kita gunakan. Kalau di Wordpress, kayaknya ada sih fasilitas untuk menambahkan footnote ya. Kalau di blogspot, kayaknya manual aja bisanya.

Sebaiknya sih, istilah yang kita gunakan juga disesuaikan dengan jenis dan tujuan tulisan kita. Kalau memang untuk menulis artikel populer, nggak perlulah ya menggunakan istilah yang terlalu susah atau puitis, misalnya. Kata-kata puitis yang jarang digunakan biar saja dipakai oleh para penulis prosa, puisi, fiksi dan sebagainya.
Istilah asing biarlah dipakai oleh para ilmuwan yang sedang menulis karya ilmiah.

Mau menulis untuk orang banyak, yang menjangkau pembaca lebih luas? Ya, pergunakanlah bahasa yang simpel dan sederhana.


5. Tulisan dengan banyak typo





Sekali dua kali typo, masih okelah.
Tapi kalau kebanyakan, duh capek.

Makanya, self editing penting banget ya dilakukan oleh penulis. Nggak usah susah-susah deh goals-nya, untuk memulai kebiasaan self editing ini. Kamu bisa memulai dari membebaskan tulisan kamu sendiri dari typo.


Hubspot juga pernah menampilkan data mengenai karakteristik artikel yang viral (saya pernah bahas ini di Arisan Ilmu KEB di Semarang dan Solo).




Salah satu syarat agar tulisan bisa viral adalah tulisannya mudah dimengerti. Patokannya sih, seharusnya sebuah tulisan akan mudah dipahami oleh anak berusia 13 - 15 tahun dan mereka paham.
Jadi, silakan yang punya anak usia SMP, coba diminta untuk menjadi first reader yah. Hahaha.
Bagaimana cara membuat tulisan lebih mudah dipahami, akan kita bahas kapan-kapan :)
Yang penting sekarang, sadari dulu kesalahannya.

Mungkin setelah membaca artikel ini kamu juga berpikiran, ah, kayak gini aja. Kan gampang. Saya nulis seadanya juga banyak yang baca loh. Viral juga loh.

Percayalah, banyak hal yang diremehkan namun ternyata memberikan efek yang luar biasa jika kamu bisa mengubahnya menjadi hal yang lebih baik. It's not useless if you want to learn to be better, right?
Semua tergantung pada diri kita sendiri juga, akhirnya.

So, let's learn :)

Ahhh, entahlah kenapa. Tapi tulisan saya ini kok rasanya juga amburadul. Nanti kapan-kapan saya rapikan deh. Semoga bisa cukup dimengerti.
Share
Tweet
Pin
Share
26 comments


Menulis
Tinggal duduk, and do word vomit.

Bagi sebagian orang, begitulah mereka menulis. Bahkan mereka bisa menulis di mana pun mereka berada. Di mobil sambil nunggu macet, di bank sambil nunggu antrean, di bus Transjakarta, di kereta ... di mana pun! Kadang mereka hanya melakukan freewriting, namun ternyata jadi deh satu cerita.

Lalu bagi sebagian yang lain?
Mereka dengan susah payah mengatur kata dalam sebuah kalimat. Sudah duduk sejam dua jam, lalu saat dibaca oleh orang lain, nggak ada yang mudheng (Jw. paham). Ya, kalau kemudian penulisnya menyadari bahwa ada yang salah mengenai caranya menulis hingga orang banyak yang nggak paham dengan maksud tulisannya, ya, bagus. Lha, kalau malah nyalahin pembaca karena mereka nggak ngerti, gimana dong?

Ih, nggak level lo! Masa gini aja nggak ngerti?

*ngueng!*
Ya ya, baiklah. Terserah deh.
Paling gitu kan ya tanggapan kita. Hahaha.

Saya acapkali juga melihat beberapa penulis dengan mudah mengeluarkan pesan yang ingin mereka sampaikan, sedangkan yang lain, tampak belibet. Memang sih, saya baru beberapa lama saja terlibat dengan banyak penulis dan blogger. Tapi ya, saya bilang, saya sih cukup observant. Saya cukup nyadar dan notice, mana yang bisa dengan mudah mengeluarkan buah pikirnya, dan mana yang kesulitan.

Untuk beberapa yang kesulitan, biasanya kemudian saya guidance satu per satu menurut kesulitan apa yang mereka miliki. Ada yang kesulitan rewrite artikel trigger, saya buatkan guidance untuk menulis artikel berdasarkan trigger tapi nggak terjebak plagiarism. Untuk yang kesulitan meruntutkan struktur tulisan, saya bikinkan contoh mind mapping. Rempong dan menyita waktu.
Tapi, saat ada beberapa teman penulis yang makin meningkat skill-nya, itu bikin saya bahagia.

(Meski kadang juga rada gimana. Kadang ada yang nggak butuh guidance saya, tapi kok ya nanggapinnya aneh. Janganlah suka patahkan semangat yang mau belajar, wahai penulis berbakat! Hahaha.)

Kalau ingat bagaimana saya pertama menulis dulu, saya barangkali akan merepet pada diri saya sendiri. Hahaha. Elipsis di mana-mana, bikin kelilipan. Bahasannya nggak jelas. Inti topiknya lari ke mana-mana. Belum lagi nggak bisa ngebedain "dirumah" dengan "di pakai".

Menulis adalah kompetensi. Berbahagialah kamu, kalau kamu sudah dianugerahi kompetensi menulis dari sononya. Kalau enggak? Nggak usah khawatir. Menulis itu bisa dilatih. Menulis dengan baik, itu bisa dilakukan oleh siapa pun.

Mau berlatih menulis dengan baik?
Ayo, cara saya berlatih ini barangkali bisa kamu coba juga.

4 latihan menulis secara ringkas namun jelas



1. Menulis haiku atau flashfiction sehari satu


Saya pernah cerita juga di blog ini, bagaimana saya berlatih menulis secara efektif dengan menulis flashfiction.
Flashfiction adalah fiksi super pendek kurang dari 1.000 kata. Saya berlatih dengan panjang yang bervariasi. Mulai dari 500 kata, lalu memendek lagi jadi 300 kata, memendek lagi jadi 100 kata. Hingga 50 kata.
Dari situ saya mengamati komentar teman-teman yang mampir. Kalau mereka mengerti, berarti saya berhasil menyampaikan pesan. Kalau enggak? Misalnya, ada yang nggak paham, atau penangkapannya lain dari yang saya maksudkan, berarti ada yang salah dengan cara penyampaian saya. Berikutnya, saya harus perbaiki lagi.
Mau lihat beberapa flashfiction saya, ada di Blog Fiksi Carra. Blog yang sudah cukup berjamur sebenarnya. *mengheningkan cipta dimulai*

Wah, saya nggak bisa nulis fiksi. Gimana dong?

Kamu bisa mencoba menulis haiku.
Haiku adalah puisi kuno asal Jepang. Kalau mau nurutin pakem kuno Jepang, berarti kamu harus membuat puisi dengan aturan penulisan yang terdiri atas 17 suara, yang terbagi dalam tiga frase: 5 suara, 7 suara, dan 5 suara (kalau diartikan, suara berarti suku kata).
Sedangkan kini juga berkembang haiku modern, yang aturannya lebih bebas lagi.
Mau tahu cara bikin haiku, coba intip di artikel WikiHow ini.

Ada beberapa haiku milik Aghan S Parmin yang barangkali bisa kamu nikmati juga di sebelah sini.
Kamu juga bisa googling lagi untuk mendapatkan contoh haiku yang lebih banyak.

Atau kamu juga bisa berlatih dengan pantun.

Lakukan latihan menulis pendek-pendek ini setiap waktu hingga kamu terbiasa.
Dengan menulis beberapa jenis karangan singkat ini, kamu akan terbiasa menggunakan kata-kata seeefektif mungkin untuk menyampaikan pesan seakurat mungkin.


2. Freewrite nonstop dalam 2 menit, lalu jadikan setengah panjangnya.


Saat melakukan latihan ini, hanya ada 1 aturan yang harus dipatuhi, yaitu jangan berhenti menulis sampai waktu habis. Cuma 2 menit kok. Nggak lama kan?
Tulislah apa pun yang terlintas dalam pikiranmu. Nggak usah pedulikan typo, nggak usah pedulikan tanda baca apalagi kata baku. Bablas saja!

Setelah 2 menit habis, lalu hitung perolehan jumlah kata kamu. Katakanlah kamu berhasil menulis sepanjang 150 kata.
Tugas kamu selanjutnya, adalah memotong tulisan sepanjang 150 kata itu menjadi setengahnya, yaitu 75 kata tanpa mengurangi arti atau makna tulisan kamu.

Dengan latihan ini, kamu akan melihat kekuranganmu dalam menulis. Apakah ada kata yang terlalu sering diulang? Apakah kata-kata kamu terlalu rumit? Bisakah dicarikan sinonimnya yang lebih simpel? Apakah kamu terlalu banyak menggunakan kalimat-kalimat pasif?

Dicatat semua ya, untuk bisa kamu perbaiki sendiri nanti.



3. Menulis ulang atau meringkas Wikipedia


Wikipedia bisa jadi tempat latihan menulis yang bagus lho.
Coba kunjungi salah satu artikelnya secara random. Lalu tulis ulang, lebih baik kalau bisa kamu ringkas lagi.

Nih, saya kasih contoh ya. Saya ambil secara random, artikel mengenai Lifty ini.

Tulisan asli.
Lifty adalah karakter fiksi pada serial kartun Happy Tree Friends. Mereka adalah dua rakun kleptomania yang merupakan saudara kembar. Mereka suka mencuri benda-benda dari karakter Happy Tree Friends lainnya. Mereka kebanyakan mencuri milik Lumpy.


Tulisan ala saya
Lifty merupakan karakter fiksi rakun kembar kleptomania di Happy Tree Friends. Mereka suka mencuri benda-benda karakter lain, terutama Lumpy.

Ha! Bisa jadi 2 kalimat sahaja kan? :D
Ayo, sekarang kamu coba juga ya! :)



4. Membaca, kemudian tuliskan inti bacaan dalam satu kalimat


Saya biasa melakukan ini saat membaca artikel trigger untuk kemudian saya tuliskan kembali, seperti yang saya jelaskan dalam artikel Keidean yang lalu.

Saya ambil contoh yang pernah saya perlihatkan pada Mbak Ade Delina Putri di grup Rocking Mama Writing Lab. 
Ada artikel mengenai 8 Life Skills to Help You Improve Your Personality ini
Untuk membantu saya mengambil inti setiap poinnya, lagi-lagi saya mengandalkan mind mapping.




Nah, jadi ringkas kan, per poinnya?


Dengan latihan menulis begitu secara teratur, biasanya sih skill juga akan meningkat. Ingat, practice makes perfect.
Jangan lupa untuk mengondisikan dirimu sendiri dalam lingkungan dan orang yang tepat.

Selamat menulis!
Share
Tweet
Pin
Share
29 comments


Disclaimer: Artikel ini pertama kali tayang di web Kumpulan Emak Blogger, repost dengan modifikasi di beberapa tempat. 


Blogger, buzzer, content writer.

Hmmm ... sering nggak sih lihat bio kayak begitu? Tenaaang ... Saya nggak nunjuk sesiapa pun :)) Soalnya saya juga nulis begitu kok. Kecuali sekarang saya melepas "blogger", dan "buzzer". Content writer hanya saya pertahankan di bagian "writer" doang. Buat saya sebutan "blogger" dan "buzzer" is a bit overwhelming and a bit restraining.

Mengapa?
Karena pada dasarnya yang saya cintai adalah aktivitasnya. Menulisnya. So, saya nggak mau membatasi diri menulis hanya di blog. Saya pengin menulis di banyak tempat, di web-web lain, syukur-syukur nembus Forbes. *kejauhan, Mak! Biarin!* Saya pengin menulis buku sebanyak-banyaknya. Saya pengin menulis di Facebook, saya pengin menulis di Medium, saya pengin menulis di mana pun yang saya suka. Sampai kapan pun. Sampai saya nggak diizinkan menulis lagi.

Jadi, saya adalah penulis.

Aih. Kebanyakan ngomongin diri sendiri yah.

Sekarang semua orang pengin menjadi blogger. Ditanya kenapa bikin blog? Jawabannya, rata-rata hampir sama, pengin mendapat pemasukan atau penghasilan.

And then ... blogging pun disebut sebagai profesi impian. A dream job.
Well, bener nggak sih blogging itu dream job? Pekerjaan impian katanya. Kenapa disebut sebagai pekerjaan impian?

Apa sih kriteria sebuah pekerjaan impian itu?

Bisa menjadi bos dari diri kita sendiri?
Kita bisa menyuarakan apa yang ada dalam pikiran kita?
Kita bisa menulis apa saja yang kita mau?
Bisa bekerja di mana saja, kapan saja, tak terbatas ruang dan waktu?
Dapat uang banyak? Dapat handphone? Dapat merchandise? Dapat produk dari brand-brand terkenal?
Diundang ke acara-acara mentereng, dibayarin tiket pesawatnya?

Jawabannya iya semua ya?
Wow. Nggak heran, makanya banyak yang silau.

Silau hingga tak melihat banyak kerja keras yang diperlukan di baliknya. Silau hingga yang dipikirin hanya mendapatkan uang semata-mata, tanpa ada peningkatan kualitas.
Yang kelihatan cuma, seorang blogger cuma tinggal menulis, publish, lalu simsalabim! Dapat tawaran job review, dapat uang, dapat gadget terbaru, dapat jalan-jalan gratis. Mupeng, pengin juga.

Rada miris juga kapan hari, saya lihat seseorang ngobrol dengan yang lainnya. Yang satu ini berusaha "meracuni" yang lain untuk ngeblog, tapi dengan tujuan yang bikin saya mengernyit. "Bisa dapat duit nanti..."

Ya iyalah, yang "diracuni" bakalan mupeng. Kalau sudah begitu, mikirnya, pasti sebulan dua bulan pasti udah langsung dapat duit kan?

Hmmm, the reality is, however, somewhat agak sedikit berbeda.

Ada setidaknya 4 hal ini yang membuat ngeblog itu bukanlah pekerjaan yang ringan.

1. Ada banyak hal-hal teknis yang harus dikuasai


Seperti, bagaimana memilih template yang tak hanya disuka oleh si pemilik blog, tapi juga nyaman di mata pembaca, bagaimana menaruh banner, bagaimana meng-insert foto dengan pas.

Lalu bagaimana caranya memotret hal-hal yang mendukung tulisan dan menghasilkan foto-foto yang informatif dan enak dilihat, juga ringan loading-nya. Belum lagi yang sekarang lagi trend, membuat infografis dan vlog.

Belum lagi masalah tetek bengek di template, yang navigasinya kok gini kok gitu. Belum lagi security-nya. Saya kehilangan blog lama saya kan juga karena saya nggak becus miara. Saya nggak ngerti teknis dasar maintenance hosting saya, cpanel saya. Saat diserang orang, saya gigit jari, nangis bombay.

Ah, di situ saya merasa sebagai blogger gagal. *tuh kan, sedih lagi. Hiks.*

Seorang blogger juga harus tahu ilmu fotografi, tahu ilmu desain grafis, tahu coding (meski sedikit sekali), dan juga tentunya, tahu bagaimana menulis dengan baik.

2. Ngeblog is about time investment


Coba deh, tanyakan pada blogger yang langganan juara lomba ngeblog.
Berapa lamakah mereka memikirkan konsep tulisannya? Berapa lama mereka memotret foto-foto yang mendukung tulisannya? Berapa lama mereka harus riset data ini dan itu untuk membuat tulisannya lebih berisi?

Kebanyakan sih memang menjadi deadliners *eheum*, tapi bukan berarti sebuah tulisan yang bagus bisa dikerjakan hanya dalam waktu setengah jam.

Belum lagi, saat mereka harus share tulisan-tulisan mereka di media sosial, harus blogwalking, harus ini itu. Ugh. Belum lagi soal urusan-urusan di luar blogging. Lagi nulis, tiba-tiba si bocah rewel, atau harus urus suami dulu. Tahu-tahu deadline lomba lewat. Waks!

3. You really have to be passionate about it


Ngeblog memang kelihatannya ringan. Kita hanya perlu menulis sret sret sret, dan jadi. Lalu publish. Tapi apakah pernah terpikirkan bagaimana para blogger ini menggali ide tulisan, membuatnya menjadi postingan yang layak disajikan, layak dinilai (untuk yang ikutan lomba),dan juga kemudian layak menjadi patokan ilmu dan informasi bagi para netizen?

Sebelum memikirkan “mendapatkan uang” dari blog, coba tanyakan dulu ke diri sendiri. Mau nggak tetep ngeblog, meski nggak dapat uang? Karena ya itu tadi, uang nggak serta merta turun dari langit. Blogging bukan kerja kantoran, yang rutin tiap bulan ada gaji. Kalau lagi sepi ya sepiii sampai waktu yang lama. Kalau lagi banyak job, ya berdatanganlah itu rezeki.

Nah, kalau lagi sepi? Mau tetep nulis nggak? Karena kalau sepi terus males nulis, ya gimana mau ada rezeki datang? Gimana orang bisa lihat kita blogger yang aktif nulis, kalau update blog saja tiga bulan yang lalu? Jangan-jangan nanti kalau ditawarin job, ngerjainnya tiga bulan lagi. Nah loh. :P

4. Money won’t come quickly and easily


Uang nggak datang begitu saja kepada para blogger. Begitu juga dengan semua gadget, semua perjalanan gratis, semua merchandise yang diterimanya. Apalagi untuk yang baru mulai ngeblog hari ini, nggak mungkin banget besok sudah ditawarin job review, atau sudah dikirimin Western Union dari Google, misalnya.

Semua itu tergantung pada kemampuan blogger sebagai seorang content creator, topik yang dipilih, kemampuan masing-masing blogger untuk menarik pembaca dan audiens, juga berbanding lurus dengan waktu dan tenaga yang kita habiskan untuk membangun ‘brand’ sebuah blog.



Blogger memang menjadi bos bagi diri mereka sendiri, tapi seharusnya bukan bos yang lembek dan permisif. Justru harus menjadi bos yang keras. Bos yang disiplin, bos yang selalu demand akan hasil pekerjaan yang berkualitas.

Kita memang bisa menyuarakan apa pun yang ada dalam pikiran kita. Tapi harus dipastikan bahwa pikiran itu berharga untuk disuarakan, untuk di-share. Karena itu seorang blogger tidak boleh berhenti berusaha meningkatkan kualitas tulisannya. Harus rajin membaca, mencari referensi, dan mencari tahu hal apa yang bisa memperbaiki tulisannya secara terus menerus.

Kita memang kemudian mendapatkan uang, mendapatkan handphone, mendapatkan jalan-jalan gratis. Tapi apakah kita juga sudah mengusahakan yang terbaik, sehingga semua yang kita berikan itu sebanding dengan yang didapatkan?

Kalau pengin menjadi seorang blogger karena blogging is a dream job, maka kita pun harus memberikan dreamy result pada yang 'memanfaatkan' blog kita ini, baik itu klien yang mengajak kita bekerja sama pun kepada pembaca. Sehingga, seharusnya, nggak ada lagi postingan atau artikel asal setor, asal nulis, asal sudah update, asal sudah lunas utang dan seterusnya.

Seorang pekerja dream job seharusnya kan bertanggung jawab atas apa hasilnya. Kalau pekerjaan yang sebelumnya belum memberikan hasil maksimal, maka ia pun wajib untuk mengevaluasi diri. Apa yang kurang? Apa yang salah? Sehingga next time, dia akan lebih baik lagi dalam menyelesaikan apa yang ditugaskan padanya.

Itu kalau memang pengin menjadikan ngeblog sebagai pekerjaan yang bisa menghasilkan.
Itu kalau mau menjadikan blogpost-nya berharga, hingga kemudian bisa menjadi dream job. Menjadikan blogging sebagai ‘job’ tentunya membutuhkan kerja keras dalam waktu bertahun-tahun, tidak bisa hanya dalam semalam.

Yah, sebaiknya sih ketimbang memikirkan blogging sebagai ‘dream job’ kenapa nggak memikirkannya sebagai ‘seni bersosialisasi’? The art of blogging, buat saya pribadi adalah dapat teman baru, dapat ilmu baru, dapat kesempatan mengembangkan diri yang lebih luas. Nikmati prosesnya, jangan hanya melihat hasil. Dan kita akan tahu, sampai sejauh mana kita bisa meraih sukses. Bener nggak sih? *macak motivator*

Jadi, bener kan, ngeblog itu gampang?


Share
Tweet
Pin
Share
51 comments


Disclaimer dulu: Ini bukan paid post yah. Hehehehe. Murni sharing dan berisi catatan saya, kenapa saya suka banget dengan tools ini.

Karena kita selalu dituntut untuk selalu punya ide tulisan, terutama kalau kita adalah seorang content writer yang harus menghasilkan tulisan baru setiap hari, maka tools yang paling penting (seenggaknya buat saya) adalah tools yang bisa membantu saya mencari atau mendatangkan ide.

Saya pribadi termasuk salah satu orang yang percaya, bahwa ide itu harus dicari, harus ditemukan, harus dijemput, bukan cuma ditunggu datang. Sekali dua kali kadang memang bisa kita bilang, "Belum ada ide tulisan."
Tapi kalau terus-terusan cuma menyerah dengan mengatakan begitu, akhirnya terbiasa cuma nunggu dan makin lama saja nunggunya.

Dan menunggu ide tulisan itu sampai kapan ya? Sampai ... *ilang sinyal*

Yah, baiklah.
Mari kita mencari ide sajalah ya.

Salah satu tempat favorit saya untuk mencari ide adalah Buzzsumo.
Di sana, saya bisa melihat dan mencari tulisan apa saja yang sedang trending dari berbagai keywords yang kita masukkan.

Click to Buzzsumo.com

Nah, untuk contoh saya akan memasukkan keyword blogging tips.
Kalau kamu memasukkan 2 kata, seperti blogging dan tips, maka nanti yang akan muncul adalah judul-judul artikel yang mengandung dua kata tersebut, yaitu blogging dan tips, namun nggak selalu berdampingan. Jadi bisa saja judul yang muncul adalah Blogging Quotes: Tips from Experts. Gitu misalnya.

Jadi, kalau kamu pengin mendapatkan hasil pencarian exactly blogging tips, maka kamu harus menuliskannya dengan tanda petik, menjadi "blogging tips". Gitu.

Dan kalau kamu sudah tulis keyword-nya, dan klik Go!, maka kemudian ada halaman search result seperti di bawah.


Nah, yang tertampil di atas adalah artikel-artikel blogging tips yang trending setahun belakangan. Mau mulai dari sini? Bisa.

Tapi kalau saya pribadi, saya lebih suka melakukan filtering lagi. Saya lebih suka menampilkan trending articles seminggu belakangan, karena mungkin issue-nya lebih update. Maka ada beberapa perubahan yang saya lakukan.


Beberapa hal yang harus disesuaikan:
  1. Filter by date: saya ubah ke Past Week. Kita juga bisa melihat-lihat artikel yang trending dalam sebulan terakhir, setahun terakhir, 24 jam terakhir, ataupun dalam 6 bulan terakhir. Sok, dilihat-lihat deh. Kadang kita bisa menemukan "harta karun" di masing-masing time filter itu.
  2. Perhatikan keywordnya yah. Seperti yang tadi saya jelaskan, hasilnya akan berbeda antara blogging tips dan "blogging tips".
  3. Kamu juga bisa menyesuaikan jenis konten yang kamu inginkan. 
Well, FYI, Buzzsumo memang layanan berbayar yah. Jadi kalau kamu masih menggunakannya secara gratis, ada keterbatasan jumlah pencarian yang kamu peroleh PUN ada daily limit untuk pencariannya. Sepertinya hanya bisa search sampai 3x saja.

Kalau sudah 3x search, maka kamu harus menunggu besok agar bisa melakukan searching lagi.

Kalau mau unlimited, ya harus bayar. Hehehe.

Tapi so far, cukup membantu saya sih meski terbatas hanya 3x search. Saya sering dapat "harta karun" ide hanya dengan 3 kali search itu. Yang perlu diperhatikan, kamu harus sudah tahu dulu keyword apa yang akan kamu masukkan, lalu langsung lakukan filtering. Sehingga kamu akan lebih efektif dan efisien memanfaatkan daily limit search-nya.

Kalau saya sendiri sih, saat ini, mendapatkan fasilitas mengakses Buzzsumo secara unlimited dari perusahaan tempat saya kerja remote. Hehehe. Jadi ya, lumayanlah ya. Saya sering memanfaatkan trending search dari Buzzsumo ini.



Coba lihat, saya memasukkan keyword "parenting tips". Ada berapa banyak "harta karun" saya dapatkan? Hehehe.

Saya tinggal klik saja satu per satu, urut dari yang dishare paling banyak pastinya ya, untuk mendapatkan ide tulisan. Kalau sudah dapat artikel trigger, maka kemudian akan saya kembangkan seperti saya pernah sharing soal menulis ulang soal ide inspirasi seolah-olah ide original tempo hari.

Hmmm ... coba-coba yang lain yuk!



Keyword kehamilan, untuk web berbahasa Indonesia yang trending seminggu terakhir

Bisa juga buat ngetest share dari blog sendiri. Huahahaha. Iyaaa ... cuma segitu angka saya mah. Da aku mah apa atuh. Bukan seleblog yang langganan menang lomba, JR pun nggak ada. :)))




Nah, Buzzsumo ini hanya salah satu tempat saja di mana saya bisa belanja ide. Ada beberapa tempat lain yang menjadi sumber ide. Nanti kita akan bahas lagi satu per satu ya. :)

Happy creating creative content, Pals!


Share
Tweet
Pin
Share
15 comments


Kemarin ada yang nanya ke saya tentang tips membuat outline untuk menulis blogpost.

Sebelum bahas lebih lanjut, saya mau tanya dulu saja. 
Buat kamu, perlu nggak sih membuat outline untuk blogpost?
Kalau jawaban kamu perlu, kamu bisa melanjutkannya ke bawah. Tapi, kalau jawaban kamu nggak perlu, maka ... *ilang sinyal*

Saya sendiri jawaban saya adalah tergantung topik dan tujuan menulisnya. Untuk topik yang cukup serius, butuh dirinci, harus detail, dan bahasannya harus tuntas, maka saya akan butuh outline.
Saya akan mencicil pemikiran dan opini saya dalam outline itu, sebelum dikembangkan dan ditulis beneran di blog. Outline juga membantu saya untuk fokus, untuk bisa menulis detail, informatif namun tetap ringkas.

Sedangkan untuk postingan-postingan semi curcol bebas (karena dalam blog ini pun sebenarnya kan saya curhat. Curhatin apa-apa yang sedang saya pelajari dan mencatat yang sedang saya lakukan kan?), saya nggak butuh outline. Kayak artikel saya soal cyber bullying yang pernah saya tulis di sini itu, saya langsung tulis saja. Cukup tahu saja apa yang akan saya tulis, dan biasanya langsung bisa mengalir keluar begitu saja.

Nah, mari kembali ke soal outline.

Saya nulis di sini berdasar pengalaman saya mengedit tulisan beberapa orang teman penulis (yang rata-rata adalah penulis blog) ya. Sekitar setahunan ngedit ini, saya menemukan beberapa kesalahan yang common banget dilakukan oleh teman penulis.

Salah satu kelemahan mereka adalah kekurangannya dalam menyajikan informasi secara lengkap. Banyak kali saya membaca artikel yang malah justru menimbulkan banyak pertanyaan di benak alih-alih bisa menjawab keingintahuan saya.
Semacam, lho, kok gini? Mengapa kalau kita melakukan itu jadinya bisa begitu ya? Gimana caranya biar begini? Terus kok yang onoh begono? Kaitannya sama yang ini apa?

Kentang. Ya, istilahnya kentang.

Nah, di sinilah kita butuh outline, supaya nggak kentang.

Kalau bingung bagaimana membuat outline untuk tulisan kamu (apa pun itu; blogpost, artikel untuk media, resume, esai dan seterusnya) maka cobalah dengan membuat outline mind mapping.

Saya coba kasih contoh dengan satu mind mapping yang saya coret-coret dari artikel seorang teman, dengan teori 5W 1H ini.
Begini hasilnya.




Mari kita lihat.

Cara memanfaatkan rumus 5W 1H untuk membuat outline tulisan


1. WHAT


What adalah topik yang akan kita bahas. Biasanya WHAT merupakan topik yang akan kita tulis, yang kemudian dikelilingi dengan who, when, where, dan why lalu how.

Dalam contoh di atas, topik yang akan dibahas adalah mengenai Post Natal Depression yang terjadi pada para papa baru.


2. WHO


WHO adalah pelaku atau "tokoh" yang ada dalam tulisanmu. Meski nonfiksi sekalipun, tulisan kamu akan butuh tokoh. Tokohnya bisa siapa saja, bisa "saya", bisa "Anda", bisa seseorang yang lain.

Dalam contoh artikel di atas, pelaku utamanya adalah "para papa", kemudian saya tuliskan juga para tokoh pendamping, yaitu "mama" dan "bayi", sebagai pihak yang berhubungan dengan si papa.

Di sini kita bisa mengembangkannya ke pertanyaan: apa imbasnya ke mama dan bayi, kalau Papa terkena post natal depression ini? Karena pasti ini akan menjadi pertanyaan berikutnya saat kita menyebutkan "mama" dan "bayi" sebagai pihak yang berhubungan langsung dengan papa.



3. WHEN


Kapan tepatnya papa terserang oleh depresi ini?
Berapa minggu setelah si bayi lahir?
Nah, di sini bisa kelihatan lagi bakalan ada pertanyaan lain yang kemudian timbul; apa gejalanya? Ini juga bisa diletakkan di HOW, yaitu bagaimana bentuk manifestasi papa saat terserang post natal depression ini?


4. WHERE


Di mana terjadi post natal depression ini? 

Di rumah, mungkin ya. Lalu, pertimbangkan apakah mungkin terbawa sampai ke kantor? 
Kalau iya, apa yang bisa terjadi? Di sini, kemudian bisa berkembang lagi ke HOW. Bagaimana cara mengatasinya supaya nggak menganggu kinerja Papa di kantor? Gitu, misalnya.

5. WHY



Apa yang menyebabkan papa terserang oleh depresi ini? Sebutkan semua alasan yang mungkin. Pada setiap alasan, pertimbangkan pula pertanyaan WHY yang bisa muncul kembali. Sehingga kamu bisa tahu, apakah perlu diberi penjelasan lagi.




6. HOW


Lalu bagaimana cara mengatasi post natal depression yang terjadi pada papa ini? Pertimbangkan pula apakah rumus 5W 1H tersebut bisa muncul kembali pada setiap pointernya.

Misalnya, salah satu caranya adalah meminta bantuan profesional. Profesional seperti yang bagaimana? Di mana bisa ditemui? Dan seterusnya. 
Jadilah setiap pointer akan full dengan informasi yang benar-benar perlu. 


Nah, kalau mind mappingnya sudah lengkap, maka kamu kemudian bisa menuliskannya kembali dalam bentuk tulisan yang kamu mau, apakah bentuk how to, tips, atau storytelling. 
Kalau terlalu panjang, kamu pun bisa mempertimbangkan untuk membuat artikel berseri. Nah, jadi lebih menarik pastinya ya.

Konon, kata Hubspot, artikel berseri lebih berpeluang untuk nge-drive pageview lho.

Dengan outline begini, harapannya, artikel nggak kentang, informatif dan bahkan mungkin bisa memberikan solusi. Saya sering menggunakan mind mapping begini dari mulai bikin artikel buat blog, buat media online, sampai outline untuk buku.

Mind mapping seperti di atas sangat membantu kalau kita mau melakukan brainstorming untuk apa pun sebenarnya. Kalau kamu malas corat coret di kertas seperti saya di atas, ada beberapa mind mapping free tools yang bisa kamu gunakan. Thanks to Mas Wisnu Widiarta yang sudah kasih referensi ya. Tapi saya belum pernah coba sih. Sok, silakan dicoba. Nanti kabarin saya ya, kalau sudah. Hehehe. 

Semoga penjelasannya jelas.
Keep writing!
Share
Tweet
Pin
Share
12 comments
Newer Posts
Older Posts

Cari Blog Ini

About me





Content & Marketing Strategist. Copy & Ghost Writer. Editor. Illustrator. Visual Communicator. Graphic Designer. | Email for business: mommycarra@yahoo.com

Terbaru!

Susun Esai yang Kuat dan Terarah dengan Cara Ini

Banyak yang masih bingung ketika diminta menulis esai dengan baik. Padahal, kalau sudah tahu cara menulis essay yang benar, prosesnya jadi j...

Postingan Populer

  • Teknik Bridging dalam Menulis Artikel
    Teknik bridging barangkali adalah teknik menulis yang cukup jarang dibahas. Padahal, ini cukup penting lo! Teknik bridging sering sekali say...
  • 15 Ide Style Feed Instagram yang Bisa Kamu Sontek Supaya Akunmu Lebih Stylish
    Hae! Kemarin saya sudah bahas mengenai do's and donts dalam mengelola akun Instagram , terus ada pertanyaan yang mampir, "Ka...
  • Lakukan 7 Langkah Enhancing Berikut Ini untuk Menghasilkan Image Blog yang Cantik
    Konten visual cantik untuk mempresentasikan konten tulisan yang juga asyik. Kurang menarik apa coba? Banyak blog dan web referensi...
  • Ngeblog itu Gampang! Tinggal Simsalabim, Uang pun Datang!
    Disclaimer: Artikel ini pertama kali tayang di web Kumpulan Emak Blogger , repost dengan modifikasi di beberapa tempat.  Blogger, buz...
  • Writing Preparation: 19 Jenis dan Tipe Konten untuk Blog Post Ini Bisa Jadi Ide Blog Kamu Biar Nggak Ngebosenin
    Hai! Sebelumnya, saya sekeluarga mengucapkan Selamat Idulfitri ya. Kalau saya pernah salah, atau mungkin saya terlalu sering menyakiti ...

Blog Archive

Portofolio

  • Buku Mayor
  • Portfolio Konten
  • Portfolio Grafis
  • Konten Web
  • Copywriting
  • E-book
  • Buku Fiksi
  • Ilustrasi

Follow Me

  • instagram
  • Threads

Created with by ThemeXpose