How to Build Your Idea Bank: Trello

by - Mei 27, 2017



Ada yang sudah familier dengan Trello?
Banyak yang belum yah? Ya, saya juga baru aja kenalan kok :)

Buat para penulis, punya daftar tumpukan draf nggak sih? Atau saya aja ya, yang suka numpuk draf? :))) Karena saya penulis konten kali ya. Yang bisa saja dalam sehari saya nulis beberapa artikel sekaligus, meski juga nggak selesai saat itu juga.

Kadang sering kejadian.
Nulis artikel A, tiba-tiba terlintas ide lain. Kadang untuk nangkep, kalau pas lagi pegang laptop, ya langsung saya buka lagi dasbor draf baru dan tulis. Biasanya sih hanya sekalimat, nggak sampai 8 kata. Pokoknya simpen dulu dalam bentuk draf.

Atau, kalau pas lagi nggak di depan laptop, tulis di notes. Makanya ke mana-mana bawa notes.

Well, now, I'm using Trello.


Baca juga: How to Build Your Idea Bank: Beberapa Tools untuk Menyimpan Ide Menulis yang Paling Efisien


Bank ide buat saya itu semacam primbon. Nggak bisa kalau nggak punya. Saya ada Feedly sebagai tempat buat ngumpulin web-web atau blogs yang kontennya se-niche dengan yang saya kerjain sehari-hari. Kalau ada artikel yang oke, langsung saya save.

Nah, kalau di Feedly, kalau numpuknya terlalu banyak ya susah dicari lagi. Karena untuk menggunakan fitur search, kita mesti upgrade akun dan bayar :))) So, secara periodik, saya harus mengumpulkan semua link yang saya simpan di Feedly, ke media lain.

Trello bisa sangat membantu, karena saya suka dengan sistem boards-nya.
I will tell you how.

Silakan buka Trello (https://trello.com) dulu ya.


Seperti biasa, kalau belum signup, silakan signup dulu ya.
Selanjutnya kamu akan melihat yang seperti ini di dalam Trello.


Nah, kita akan mengumpulkan ide-ide dalam boards.
Kalau saya sih, saya bikin berdasarkan project. Kamu bisa juga membuat boards berdasarkan kategori topik.

Untuk menambah board, kamu tinggal klik saja "Create new board ..."
Dan kemudian akan muncul seperti ini.

Tulis title board-nya sesuai keinginan, lalu klik Create.


Saya baru ada 3. Sebelumnya saya mencatat ide-ide ini di Evernote. Tapi setelah ketemu Trello, sepertinya next saya akan pakai Trello saja.

Kenapa?
Karena di Trello kita bisa bikin begini.


Yeees ... Trello bisa berfungsi sekaligus sebagai checklist ide mana yang baru sekadar ide, mana yang sedang dieksekusi, dan mana yang sudah tereksekusi dengan baik.

Untuk menambahkan ide, kita harus "Add a card..."



Langsung saja ditulis di area yang disediakan (dilingkari), kalau sudah klik "Add". Nantinya kamu pun bisa menambahkan hal-hal lain yang sekiranya bisa mendukung idemu itu. Bisa kamu sertakan link artikel yang menjadi bahan referensi, atau mungkin nemu foto atau image yang cocok untuk nanti dipakai, dan seterusnya.

Cara menambahkan deskripsi gampang juga.
Klik aja pada card-nya. Lalu akan muncul seperti ini.


Tuh, kalau di gambar di atas, saya menambahkan link yang menjadi referensi. Kamu juga bisa lho menambahkan deadline atau due date. Siapa tahu kan buat lomba, atau artikel pesanan yes?
Yah, silakan saja diklik-klik, dikepoin. Kita bisa nambah image, mention team member (kalau boards-nya dishare dengan orang lain), nambah emoji dan juga bisa add card lain.

Nah, kalau ide tulisannya sedang dieksekusi, kamu bisa drag and drop card-nya ke list yang berikutnya.


Kayak gini nih, misalnya.
Yang sudah dieksekusi dan selesai, bisa didrag and drop ke list berikutnya. Dan seterusnya.

Nah, jadi jelas deh mana yang sudah dikerjain mana yang belum. Jadi semacam checklist kan?

Di bagian pinggir kanan, ada "Show menu...". Di situ kita bisa setting-setting segala macam yang berkaitan dengan boards kita.

Mau share boards dengan orang lain? Bisa juga. Kita bisa add member di sini.

Nah. misalnya saja, saya mau share boards ide ini sama Ranny Afandi, ya tinggal saya invite aja dengan memasukkan emailnya ke situ.

Trello ini juga ada apps-nya di Android. Kalau di iOS ada nggak ya? Saya kurang tahu sih. Tapi kalau lihat kepopulerannya, kayaknya ya ada sih. Coba dicek aja yah, yang pake Apple punya :)

Nggak beda jauhlah tampilannya dengan di desktop
Pengoperasiannya juga nggak jauh beda. Cukup handy-lah untuk membantu kita menangkap ide-ide yang beterbangan.

Sebenarnya masih banyak sekali yang bisa kita lakukan di Trello, apalagi kalau bekerja dalam team. Seperti penggunaan label yang bisa menolong banget untuk memberi tanda-tanda khusus, seperti misal, jangan dilaunch dulu, butuh riset lebih lanjut atau apalah apalah.

Pernah lihat di ulasan beberapa blogger luar yang pakai, dan sudah kompleks banget mereka pakainya. Hahaha.

Tapi karena saya hanya untuk kerjaan personal, saya memang belum explore dan pakai semua fiturnya lebih lanjut.

Saya juga belum selesai nih, mindahin ide dari notes ke Trello ini. Hahaha. Maksudnya, biar ngumpul aja di satu tempat. Lagian di 2 hape, saya sudah install Trello semua. Jadi seharusnya bisa bikin saya lebih produktif lagi.

Trello ini nggak cuma bisa dipakai oleh orang-orang dengan load kerjaan tinggi, atau profesional. Tapi bisa juga oleh siapa pun.

Misalnya saja, kamu penulis novel. Kamu bisa pakai Trello untuk meng-organize semua elemen cerita per boards. Misalnya, kamu bikin satu boards untuk novel terbarumu, katakanlah judulnya "Cinta Kedua". Kamu bisa menyusun list mulai dari konsep, karakter, plot, twist, riset dan seterusnya.

Kalau kamu lihat cara Dee Lestari membangun plot, kan dia pakai sticky notes tuh. Nah, dengan Trello, kamu juga bisa melakukannya, secara digital. Bisa kamu bawa ke mana-mana, malah.

Atau buat ibu-ibu, juga bisa untuk ngumpulin resep masakan nih, Bu. Kategorisasikan dalam beberapa topik, misal menu sarapan, menu MPASI, menu makan siang, dan seterusnya.

Praktis banget kan, Bu?


Baca juga: How to Build Your Idea Bank: Memaksimalkan Feedly Sebagai Tempat Mengumpulkan Ide Menulis 


Yes, itu dia acara kenalan kita dengan Trello kali ini.
Masih banyak sih, tools untuk mengumpulkan serpihan-serpihan ide yang lain yang bisa kamu pakai. Iya, saya akan berusaha ulas semuanya di sini. Bukan untuk membuatmu bingung, tapi lebih ke memberikan alternatif saja. Bahwa banyak tools yang bisa kita pakai untuk mendukung kegiatan menulis dan blogging kita. Nantinya, kamu putuskan sendiri mana yang paling oke kamu pakai, karena satu orang sama yang lain kan bisa saja beda pilihannya.

Sehingga, nggak ada lagi keluhan, "Nggak punya ide menulis." ;)

You May Also Like

11 comments

  1. Aih, Kamsia mbak Ratri, ini pas banget sesuai yang saya butuhkan sekarang.

    Setelah mbak bahas feedly kemarin, sempat download, tapi ya itu.. pas uda ketumpuk2 malah bingung sendiri saya wkwkwkwk.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Semoga sekarang sudah lebih teratur lagi ya, dengan Trello ;)

      Hapus
  2. Kereeeen. I like it. Aku sekarang masih nulis dimana-mana tuh, tercecer-cecer catatannya. Lihatnya enak, malah bisa bikin ide baru. makasiiiih

    BalasHapus
  3. Yeyyy dapat ilmu baru. Selama ini aku ngelist ide, link, foto, di planner aja manual

    BalasHapus
    Balasan
    1. Semoga bisa bantu ngeblog kamu makin oke ya, Nay :-*

      Hapus
  4. Makasih mba lumayan buat ngumpulin darft yang tercecer.

    BalasHapus
  5. Wuah boleh juga nih. Bookmark dulu deh, ntar dibaca lagi dan praktek.
    Postingan seperti ini lebih enak langsung dipraktekkan :D

    BalasHapus
  6. Nah 'kan, ada yang baru lagi. Selalu suka kalo BW ke tempatmu mba Carra.
    Selama ini aku pake Microsoft One Note untuk mengakomodir hal-hal kayak ginian. Lumayan ada fitur semacam mind map gitu. Kekurangannya dibanding Trello kalo dari bacaan ini adalah gak bisa share ke orang lain. Anyway, matur suwun lagi.

    BalasHapus
  7. Ish. Ketinggalan. Sekarang saya pake synchronized notesnya iPhone. Nulisnya di situ setiap perjalanan. Dan dikasih penanda di judulnya semacam (draft), (finished draft) dan (published draft). Tapi ya gitu manual dan gada monitoringnya.

    Makasih Mbak Car. Huehehehe.

    BalasHapus