Thin Content: Apa yang Mesti Diketahui?

by - Juli 16, 2020

Thin Content: Apa yang Mesti Diketahui?


Content is the king. Jargon ini sepertinya sudah familier, ya kan? Memang terlihatnya simpel saja, bahwa kontenlah yang terpenting. Tapi kenyataannya, tak semudah itu. Kadang karena satu dan lain sebab, kita pun terburu-buru dalam mengolah konten, hingga melupakan beberapa syarat konten berkualitas. Akibatnya, kita membuat sebuah thin content.

Apa sih Thin Content?

Nah, kenapa kamu enggak langsung kepoin saja ke Google?
Karena sebenarnya mereka selalu punya guidelines untuk apa pun, termasuk menjelaskan kriteria apa saja yang bisa membuat suatu konten dibilang 'thin'. Silakan cek langsung ke TKP tentang thin content ini.

Nah, kalau mau diterjemahkan secara bebas, menurut Google–dan menurut sepemahaman saya, jadi CMIIW ya–yang termasuk ke dalam kategori thin content adalah:

  • Scraped content. Salah satu contoh scraped content adalah konten yang diangkut dari website lain, dikopas gitu deh, tanpa ada keterangan sumber. Yang langsung aja publish, tanpa kita tambahkan lagi hal-hal lain yang mungkin bermanfaat untuk pembaca. Jadi, bisa dibilang ini adalah double content ya.
  • Doorway pages. Yaitu laman web yang sama sebenarnya, tapi dibikin dalam domain berbeda-beda demi mengejar ranking hasil pencarian, tapi semua di-redirect ke halaman web yang sama.
  • Situs yang hanya memuat link-link afiliasi, tanpa tambahan informasi lain yang bermanfaat bagi pembaca.
  • Situs-situs yang dibuat untuk mencurangi aturan algoritma Google, misalnya Private Blog Network alias PBN, keywords stuffing, teks dan link yang disamarkan, dan berbagai praktik black hat SEO. 
Thin content tidak melulu berarti konten yang pendek dan singkat loh. Konten panjang, tapi enggak ada apa-apanya, nggak enak dibaca, nggak ditulis dengan sungguh-sungguh, ya bisa jadi thin content.

Bagaimana Caranya Google Menilai Suatu Konten?

Secara singkat, setidaknya ada 4 parameter (ini sebenarnya juga pasti semua sudah hafal):

1. Orisinalitas

Ini adalah yang utama, orisinalitas. 

Nggak heran kan, kenapa Google concern banget dengan yang namanya copyright. Google sudah memasukkan orisinalitas ini dalam algoritma pencarian sejak Google Panda tahun 2011, dan masih terus diupdate sampai sekarang.

2. Kecepatan loading dan performa

Saat sebuah laman terlalu lama loading, ini juga langsung dinilai oleh Google sebagai halaman dengan kualitas rendah.

Ya, wajar sih. Siapa yang mau berlama-lama nungguin loading?

3. Iklan

Namanya juga usaha. Cari duit, sehingga banyak pemilik situs yang menyisipkan iklan di halaman situs mereka. Google juga sadar betul dengan hal ini. Dunia maya memang selayaknya dunia nyata, semua jadi bisnis.

Ya, enggak apa-apa. Asalkan jangan kebanyakan. Ada beberapa hal yang mesti diperhatikan oleh pemilik web terkait perletakan iklan:
  • Sebaiknya, jangan taruh iklan dalam popup yang nongolnya bertubi-tubi sampai user nggak bisa konsentrasi dengan konten yang sedang disajikan.
  • Perletakannya mengganggu user dalam menikmati konten.
  • Satu halaman situs penuh dengan link afiliasi doang, tanpa ada nilai tambah manfaat yang lain.
Naruh iklan boleh saja. Tapi mesti cerdas.
Kalau Adsense, mendingan serahkan saja pada Google, dia mau naruh di mana. Biasanya cukup enak kok posisinya. Kita nggak riweuh, tinggal tunggu saja revenue. Ciyeee.

4. Format yang benar 

Yep, pembaca online kita itu para fast reader. Lebih parah lagi, cuma baca judul terus sudah menyimpulkan. Wqwqwqwq.

Kita nggak bisa menyalahkan mereka. Alih-alih, kitalah yang harus menyediakan konten sesuai dengan “kebutuhan” mereka, yaitu yang enak di-scanning secara tepat dan bermanfaat. 

Loh, kok curang?! Maunya yang enak doang!

Ya maunya gitu, mau gimana lagi. Ingat, hukum demand dan supply berlaku. Yang di-demand kayak apa, kita mesti supply, maka yaqin 'dagangan' kita pasti laku.

Jadi, pastikan teman-teman menggunakan struktur konten yang enak dibaca oleh para skimmer aka fast reader ini; menggunakan subheadings, kalimat-kalimat pendek, paragraf-paragraf pendek, diselingi konten visual, dan sebagainya.


Cara Menghindari Thin Content

As you know, Google memberlakukan penalti terhadap situs-situs dengan thin content. Bentuknya sih macam-macam, biasanya didahului dengan warning. Bisa saja, artikel kita nggak akan diindeks, atau dihilangkan dari hasil pencarian.

Pernah ada kasus. Kalau enggak salah, BMW (atau merek mobil lain ya? Saya lupa–pokoknya website merek mobil terkenal banget deh) melakukan berbagai trik curang agar bisa menempati ranking pencarian Google yang tertinggi. Ketahuan nih sama Google, dan langsung dikeluarkan dari database pencarian mereka. Pihak brand sampai meminta maaf secara publik, dan baru kemudian masuk lagi ke hasil SERP setelah mereka melakukan pembenahan terhadap situsnya.

Kasus ini udah closed sih, tapi jadi tetap ‘mewarnai’ sepak terjang si brand sampai sekarang, sehingga memberikan reputasi buruk.

Jadi, apa yang harus kita perhatikan agar kita tidak sampai terkena thin content penalty?

1. E.A.T

Apa itu E.A.T? Ini adalah (semacam) parameter terbaru dari Google untuk menilai sebuah konten itu berkualitas atau enggak.

E.A.T ini adalah singkatan dari Expertise, Authority, dan Trustworthiness. Konten yang mempunyai skor E.A.T tinggi akan lebih diutamakan oleh Google.

Konten seperti apa yang mempunyai skor E.A.T tinggi? Yaitu konten yang bisa mengutamakan keahlian sang penulisnya. Konten yang berfaedah banget karena ditulis oleh seseorang yang benar-benar menguasai bidangnya. Konten yang bisa dipercaya karena ditulis oleh orang yang benar-benar tahu apa yang mereka tulis.

So, kamu yang punya keahlian tertentu–bisa karena hobi ataupun pekerjaan–cobalah mulai untuk mengulik hal ini. Fokuskanlah blog ke topik yang benar-benar dikuasai, dan perbanyak konten mengenainya. Semakin banyak jejak digital yang terkait dengan keahlian ini yang dibuat, maka semakin expert, authoritive, dan trustworthy-lah teman-teman sebagai content creator.

Dan ini akan mendapat nilai yang sangat baik dari Google.

Karena ada faktor E.A.T ini, maka konten-konten yang dibuat berdasarkan data dan fakta yang akurat akan lebih diutamakan. So, buatlah konten yang berdaging. Pastikan dibuat dengan berdasarkan data dan fakta yang ada. Sertakan sumber dan rujukan yang jelas, yang dipakai sebagai bahan membuat kontennya.

 

2. Tulis hal yang bermanfaat

"Eh, ini kan blog-blog gw. Serah gw mo nulis apa."

Iya kok, boleh. Tapi jangan terus ngeluh ya, kok pageview turun drastis? Kok DA merosot? Kok gw nggak pernah dapat job di atas Rp100.000?

Mau nulis curhat? Boleh juga kok. Cuma ya, sudah nggak zaman lagi curhat tak berfaedah di dunia maya. Sekarang curhat pun harus bermanfaat juga untuk pembaca.

Pastinya, ini kalau teman-teman ingin blognya dibaca orang banyak, menjangkau pembaca lebih luas. Kalau enggak? Ya, silakan saja. Bebas kok. Kan tergantung tujuan ngeblog masing-masing.

Hanya saja perlu diingat. Besarnya manfaat akan berbanding lurus dengan jumlah pembaca, dan berbanding lurus dengan parameter-parameter lain.

Sudah, itu saja sih prinsipnya. Simpel.


3. Nggak usah "aneh-aneh"

Salah satunya, keywords stuffing.
 
Iya, keywords memang penting. Karena dengan mencocokkan keywords dengan kecenderungan orang dalam mencari informasi di Google, sudah pasti konten kita akan banyak dibaca.

Tapi, ya bukan berarti keywords-nya lantas dijejal-jejalkan ke dalam satu artikel, sampai kontennya sendiri kalau dibaca jadi mbulet dan nggak jelas. Keywords harus ada, dan sebarkanlah secara merata di sepanjang artikel. Lengkapi pula dengan keywords turunan atau pendukung.

Saran lagi, tinggalkan blog pod. Membuat kelompok-kelompok yang kemudian saling ngomen atau saling share demi so-called meningkatkan engagement. 

I know, mungkin saya aja sih yang ngerasa, but it's tiring loh! BW sih bagus, tapi lakukan karena memang kamu ingin BW, sehingga ketika ke depan ada apa-apa, kamu enggak menyalahkan orang lain. Dirinya sendiri yang ikut kelompok BW, abis BW DA diupdate kok merepet? Hahaha. Lucuk.

Trust me. Akan lebih ringan, jika kamu menulis secara natural, dengan kaidah-kaidah alami, sesuai SEO On Page, dan fokus pada peningkatan kualitas konten.

Percuma aja, berhenti BW, berhenti komen, kalau blogmu masih berisi thin content, ya teteup enggak akan ada hasil yang menggembirakan. Jangan salah fokus ya.

Dengan perbaikan kualitas konten, menghindari membuat thin content, tanpa riweuh, kontenmu akan dikunjungi orang. Kamu hanya perlu effort di peningkatan kualitas konten doang loh.


Overall ...

Kalau kamu memang mengamati, sebenarnya sih perilaku bot Google ini bisa mencerminkan tindak tanduk pembaca manusia. Misalnya saja, nggak suka loading lama, sukanya sama konten-konten yang berfaedah, nggak suka konten asal bikin-asal setor-asal lunas, dan bukan hasil kopas, dan seterusnya.

Sehingga kita bisa ingat, bahwa kenyamanan pembaca adalah kenyamanan Google. Apa yang membuat pembaca suka, maka akan disukai Google. Jadi, meski kita melakukan optimasi SEO, kebutuhan pembaca manusialah yang harus tetap diutamakan.

Percayalah, dengan mengutamakan pembaca, Google mau mengubah algoritma kayak apa pun, kita nggak akan terpengaruh dan terganggu.

Demikian sedikit tentang thin content. Maap, sekalian curhat yak. Wqwqwq. Semoga sih bisa bikin paham, betapa pentingnya untuk fokus pada kualitas konten, dibandingkan hal-hal yang kurang esensial tapi tiring.

Sampai ketemu di artikel berikutnya.

Disclaimer: Artikel ini pernah tayang di web Indoblognet dengan penyesuaian di sana-sini.

You May Also Like

0 comments