Semua Orang Pengin Jadi Penulis Buku, Tapi ....

by - November 18, 2019



Disclaimer: Ini postingan curhatan dan mungkin akan sedikit nyinyir. Tapi, semoga pesan saya tersampaikan dengan baik.

Sepertinya semua orang kepengin jadi penulis buku. Tapi, tidak semua orang punya kemampuan yang cukup untuk itu.

Bukan, maksudnya sih bukan humblebrag atau mau toxic positivity. Wqwqwq.

Tapi itulah yang saya rasakan belakangan ini. Apalagi ngintipin hasil audisi menulis nonfiksi tempo hari.

Aslinya sih saya gemes banget.
Kondisinya tuh, sebagai bagian dari penerbit buku, saya tahu betapa susahnya berburu naskah yang layak ditaruhin investasi, diedarkan ke toko buku, dan dibaca oleh banyak orang.

Yes, people. Menerbitkan buku adalah investasi bagi penerbit, dan pastinya, penulis juga. So, tanamkan ini dalam pikiranmu, ketika kamu berniat untuk mengirimkan naskah ke penerbit untuk diterbitkan secara mayor.

Ada banyak hal yang dipertaruhkan: ongkos jasa ngedit, ongkos jasa layout, ongkos cetak, ongkos marketing, dan pastinya ongkos buat nulis.

Jadi, come on! Kirimkan hanya naskah-naskah yang layak terbit dong!

Eikeh udah nahan banget untuk tetap sopan, enggak menyebut sebagai naskah sampah. Tapi ya begitu kondisinya, gimandong? Sedih akutu! Padahal kamu tahu, berapa banyak naskah yang masuk ke meja redaksi setiap bulannya? Puluhan hingga ratusan.

Dan kadang, enggak ada satu pun yang layak!

Kenapa kebanyakan naskah buku enggak lolos untuk diterbitkan?

  • Genrenya enggak masuk niche penerbit. Come on, kamu harus cari tahu naskah seperti apa yang dicari oleh penerbit, kalau kamu pengin memperbesar peluang naskahmu diterima. Jangan ngirim naskah puisi ke penerbit yang enggak pernah nerbitin buku puisi. BUAT APA? Please deh, do your homework! Kepoinlah itu penerbit yang kamu incar! Termasuk kepoin gimana caranya kirim naskah, alamat email redaksi dan printilan lainnya. Masa kek gini aja nanya sih? (eh tapi kalau enggak nanya, ntar mimin medsos penerbitnya juga nganggur sik!)
  • Topiknya sudah banyak ditulis. Oke, mungkin ini bisa jadi adalah topik populer, yang orang banyak nyari atau suka baca. Tapi, kamu harus menambahkan sesuatu yang lain yang bisa bikin bukumu bakalan stand out di rak buku dong! Kalau kamu nulis sama dengan yang orang lain tulis, ya buat apa diterbitin lagi? Ingat, persaingan. Kamu sebagai penulis mesti banget memikirkan strategi untuk bersaing dengan penulis lain.
  • Tata tulisnya berantakan. Ini loh, yang kadang bikin gemes. Pada halu apa gimana, entahlah. Belajar nulis yang bener dululah. Masa penulis buku enggak bisa bedain penggunaan tanda koma dan tanda titik? Jangan bilang, kan ada editor ya! Keplak nih.
  • Penulis narsis. Bikin buku tentang kisah hidupnya sendiri. Lah, sekarang coba dilihat lagi ya, dirimu itu apakah seseorang yang pernah dipanggil oleh Andy F Noya, sehingga setiap orang harus membaca kisah hidupmu? Tapi sebenarnya, yang kek gini bisa diatasin sih. Caranya, dengan menambahkan tip atau trik, jadi enggak asal curhat doang. Nulis biografi, tapi sendirinya baru terkenal setingkat RT, ya gimana penerbit buku mau naruh investasi?

Hanya punya keinginan saja itu nggak cukup.

Kalau benar-benar berniat menjadi penulis, maka kamu harus punya setidaknya beberapa kebiasaan ini:

  • Mau menulis setiap hari. Penulis ya menulis setiap hari, seperti halnya penjual tahu ya jualan tahu setiap hari. Ketekunanmu menulis akan berbuah kamu semakin peka terhadap tulisan sendiri. Kamu akan bisa merasakan ketika tulisanmu jelek, dan mana yang perlu diperbaiki.
  • Rajin juga membaca. Membaca menutrisi otak penulis, seperti halnya gizi untuk tubuh. Makin bagus nutrisinya, keluarannya juga makin bagus.
  • Bergaul dengan orang-orang yang punya passion yang sama. Karena creativity itu contagious. Kreativitas itu menular. Jadi, pastikan ada di dekat orang-orang yang punya good vibes.
  • Kritis terhadap diri sendiri, jangan jatuh cinta sama tulisan sendiri.

Lalu, apa yang harus diperhatikan saat menulis:

  • Keep your mind open, bahwa nggak setiap orang sepemikiran dengan kita sebagai penulis. Dengan demikian, kita akan terbuka pada diskusi dan kritik. Jangan antikritik dan selalu self-defense kalau ada orang yang memberi kritik, bahkan cela sekalipun. Jangan kek sesembak Sepen Elepen. Please deh.
  • Jangan merasa yang paling tahu, karena sejatinya kita tidak pernah serbatahu. Begitu pun sebagai penulis. Sehingga tulisannya nggak “keminter”. Selalu cek dan ricek fakta, kroscek sana sini dalam menyusun tulisan. Check every side of the story.
  • 5W 1H: who, what, where, when, why, and how harus dijaga porsinya dengan baik. Supaya tulisannya enggak kentang alias nanggung.
  • Tidak semua pembaca “berbicara” dengan bahasa yang sama. Sehingga lihat-lihat target pembaca juga. Jangan sampai malah salah paham, karena tulisan kita kurang bisa dimengerti dengan baik.
  • Write drunk, edit sober. Jangan lupa swasunting. Tulisan berantakan, bikin pusing yang baca. Please, belajar PUEBI. Meski kemudian kamu tetap mempergunakan bahasa santuy, tapi seenggaknya jika kamu punya pengetahuan yang paling basic ini, kamu akan bisa mempergunakannya dengan benar.
 Oke, semoga omelan pendek saya ini enggak terlalu kasar sih. Tapi bener deh. Saya gemes banget.

Ini loh, ada penerbit yang berburu naskah buku, dan open terhadap penulis pemula. Enggak melulu ngejar so-called-penulis viral atau mereka yang berfollower banyak. Seharusnya ini bisa jadi kesempatan buat teman-teman (calon) penulis yang bercita-cita jadi penulis buku.

Tapi ya mbok yao, bekali diri dengan cukup. Jangan halu, dan tetaplah belajar.

Sekian.

You May Also Like

4 comments

  1. Macam aku yang harus belajar lebih banyak lagi. Tidak cepat-cepat memberi label : penulis pada diri sendiri, sebelum benar-benar pantas untuk itu. Gemesnya mbak Carra sangat berarti buatku ^^

    BalasHapus
  2. Alhamdulillah saya nggak bercita cita jadi penulis buku, jadi nggak merasa tersentil dengan tulisan ini.

    Juga, karena saya bisa membayangkan bahwa kondisi dan prosedur penerbitan buku pasti lebih rumit daripada ngeblog.

    Jadi, saya lebih memilih jalan sebagai blogger yang memberikan kebebasan lebih banyak daripada seorang penulis buku

    BalasHapus
  3. ih aku udah lama banget pengen curhat soal penulisan buku ke mak carra tapi ga sempet-sempet. besok kalo kita ketemu aku curhat yaaaa

    BalasHapus
  4. Ini sama persis seperti pengalamanku. huft. tapi apalah daya tetep harus bersabar. dan akhirnya blog deh yang jadi alterntifnya . hahah

    BalasHapus