8 Tanda Kamu Butuh Bantuan dalam Proses Menulis Buku Nonfiksi
Menulis buku nonfiksi sering terasa lebih rumit dari yang dibayangkan. Kamu mungkin sudah punya ide, sudah tahu apa yang ingin dibahas, tapi tetap saja prosesnya berjalan pelan.
Ada hari ketika kamu semangat, lalu besoknya kamu bingung harus mulai dari mana. Kadang alurnya terasa berantakan, dan kamu gak yakin apakah isinya sudah cukup jelas untuk pembaca.
Situasi seperti ini tuh sebenarnya wajar. Tapi kalau muncul terus, biasanya ada tanda bahwa kamu butuh bantuan tambahan agar tulisanmu lebih terarah.
Tanda bahwa Kamu Butuh Dibantu Menulis Buku Nonfiksi
Mungkin kamu juga gitu. Kamu ingin bukunya selesai, tapi gak mau asal cepat dan mengorbankan kualitas. Di titik tertentu, kamu mulai sadar bahwa proses menulis bukan hanya soal menuangkan pikiran, tapi juga soal memahami apa yang menghambat langkahmu.
Dari sinilah biasanya muncul kebutuhan untuk mencari panduan yang lebih jelas.
Nah, berikut beberapa tanda bahwa kamu butuh dibantu menulis buku nonfiksi kamu.
1. Ide sudah ada, tapi bingung menyusunnya jadi alur yang runtut
Kadang kamu sudah tahu topik yang ingin diangkat, tapi ketika mulai menulis, semuanya terasa berantakan. Kamu tahu apa saja poin pentingnya, tapi gak tahu mana yang harus muncul duluan.
Akhirnya bab seolah meloncat-loncat tanpa arah. Pembaca nanti bisa jadi kebingungan karena alurnya tidak jelas.
Kondisi ini biasanya muncul ketika kamu belum punya kerangka yang solid. Kalau kamu mulai merasa kehilangan arah di tengah, itu tanda kamu butuh bantuan dalam menyusun alur buku yang lebih rapi.
Baca juga: Pengin Menerbitkan Buku Indie? Jangan Sampai Melakukan 5 Kesalahan yang Pernah Saya Lakuin Ini!
2. Menulis terasa lambat padahal waktu sudah mepet
Ada hari-hari ketika kamu sudah duduk di depan laptop, tapi tulisan gak bergerak ke mana-mana. Satu paragraf bisa makan waktu lama karena kamu terlalu sering menghapus dan memperbaiki.
Proses ini melelahkan dan menguras energi. Kalau tenggat sudah dekat, keadaan seperti ini makin bikin stres.
Padahal sebenarnya, saat tulisan bergerak pelan terus, itu biasanya bukan soal kamu yang males sih. Tapi lebih ke kamu belum punya strategi kerja yang tepat. Di titik ini, bantuan dari luar bisa membuat proses menulis buku nonfiksi kamu lebih ringan.
3. Kelebihan informasi sampai bingung memilih fokus
Untuk menulis buku nonfiksi, riset sering membuat kamu punya terlalu banyak bahan. Semua terasa penting dan semua ingin kamu masukkan. Istilahnya, too much information!
Akhirnya, ketika semuanya disatukan, bukunya malah jadi melebar ke mana-mana. Pembaca jadi sulit menangkap pesan utama yang ingin kamu sampaikan.
Kondisi seperti ini menandakan kamu butuh bantuan untuk memilah mana informasi inti dan mana yang cukup dijadikan catatan tambahan. Fokus yang jelas akan bikin buku jauh lebih kuat.
4. Sulit mempertahankan konsistensi tone dan gaya
Setiap kali kembali menulis buku nonfiksi di hari yang berbeda, gaya tulisanmu bisa berubah. Ada hari ketika kamu menulis panjang dan serius. Ada hari lain ketika kamu terdengar lebih ringan.
Nah, kalau perbedaan ini terlalu jauh, pembaca akan merasakan ketidakselarasan di dalam buku. Padahal, konsistensi itu penting agar keseluruhan karya terasa menyatu.
Kalau kamu merasa buku mulai terdengar seperti ditulis orang yang berbeda-beda, itu petunjuk kamu butuh bantuan untuk merapikan tone-nya.
5. Overthinking soal kualitas tulisan
Kadang kamu merasa tulisannya kurang bagus. Kamu membandingkan diri dengan penulis lain. Kamu membayangkan pembaca gak akan suka.
Pikiran seperti ini bisa bikin kamu berhenti berkali-kali. Bahkan tulisan yang sebenarnya sudah cukup baik terasa salah semua di mata sendiri.
Ketika keraguan mulai mendominasi, proses menulis buku nonfiksi pun jadi berat. Bantuan dari luar bisa memberikan sudut pandang baru yang lebih objektif supaya kamu bisa jalan lagi.
6. Gak yakin siapa target pembaca sebenarnya
Buku nonfiksi jadi sulit ditulis kalau kamu gak tahu dengan jelas siapa yang akan membaca. Akhirnya kamu sering ragu apakah penjelasannya perlu dalam atau cukup dasar saja. Kamu juga bingung memilih contoh, gaya bahasa, atau tingkat kedalaman materi.
Perubahan arah seperti ini membuat buku kehilangan fokus. Kalau kamu mulai bolak-balik mengubah sudut pandang pembaca, itu tanda kamu butuh bantuan untuk menentukan siapa audiens yang tepat. Dengan itu, keputusan menulis jadi lebih mudah.
7. Mentok di bagian tertentu selama berminggu-minggu
Ada satu bab yang terasa sangat sulit untuk diselesaikan. Kamu sudah coba berkali-kali, tapi hasilnya tetap gak memuaskan. Bab tersebut membuat seluruh proyek tertahan. Kamu tahu harusnya bisa lanjut ke bagian lain, tapi tetap terasa mengganggu di pikiran.
Stuck seperti ini jarang selesai dengan sendirinya. Biasanya kamu perlu dorongan atau panduan tambahan untuk melewati bagian yang macet itu.
8. Khawatir soal struktur buku yang baik
Struktur buku nonfiksi itu gak sesederhana kedengarannya lho. Kamu mungkin bingung apakah perlu prolog, apakah babnya terlalu panjang, atau apakah contoh yang kamu pakai sudah tepat.
Kebingungan ini juga bisa menahan gerakmu. Kamu terus menerus memperbaiki susunan sebelum isi selesai. Padahal struktur bisa dirapikan setelah konsep dasarnya kuat. Jika kamu terus terjebak di tahap ini, itu tanda kamu butuh bantuan untuk memastikan strukturnya masuk akal dan nyaman dibaca.
Baca juga: Berbagai Cara Menerbitkan Buku yang Perlu Kamu Tahu
Menulis buku nonfiksi adalah proses yang panjang dan penuh keputusan kecil yang sering terasa berat. Wajar kalau di beberapa titik kamu merasa perlu bantuan agar tulisanmu tetap jelas dan terarah. Setiap tanda yang muncul bukan berarti kamu gak mampu, tetapi justru menunjukkan bahwa kamu sedang membangun sesuatu yang penting.
Kalau kamu merasa butuh teman diskusi atau ingin melihat tulisanmu dengan perspektif yang lebih jernih, kamu bisa mempertimbangkan sesi konsultasi penulisan. Sesi ini membantu kamu merapikan alur dan fokus, terutama saat sedang menekuni menulis buku nonfiksi. Jika tertarik, bisa klik di sini.



0 comments