Konon katanya, setiap hari ada lebih dari 2 juta blog post terpublish di dunia maya.
Ini adalah data menurut Worldometers. Nggak percaya? Silakan cek saja langsung ke Worldometers, karena di sana ada hitungan real timenya.
Saat saya menulis artikel ini, hari Minggu 22 April 2018 pukul 12.19, Worldometer menunjukkan angka segini, and still counting ...
![]() |
Screenshot Worldometer |
Nah, kalau liat keterangan di bawahnya, blog post sejumlah itu pun HANYA yang dipublishkan melalui Wordpress.
Belum yang dari Blogspot, Tumblr, blog.com, TypeJournal, dan seterusnya. Itu yang seluruh dunia ya. Di Indonesia berapa? Enggak tahu, banyak yang pasti.
Now, kita coba ke lain sisi.
Saat ada job atau lomba, lalu banyak blogger yang publish artikel dengan topik yang sama. Berapa persen yang bisa menonjol di antara lain? Biasanya sih yang punya ide "beda", atau yang punya gaya khas.
Bener nggak?
Dan, saya nggak bisa menutup mata. Bahwa dari pengamatan, yang punya ciri khas memang akan lebih long lasting stand out-nya. Dan ini tuh berlaku di mana pun.
Katakan saja para seniman. Novelis, misalnya. Mereka yang punya gaya khas, biasanya ya lebih bertahan lama--baik bukunya atau dianya sendiri yang bisa terus berkarya sampai tua.
Faisal Oddang punya gaya yang khas. Para penulis wattpad juga. Tapi saya berani taruhan, Faisal Oddang akan bertahan di kursinya hingga ia tua nanti, karena apa yang ia tuliskan menjadi bagian dari dirinya. Penulis wattpad? Saat musim trend bergeser, mereka pun akan ikut tenggelam bersama Wattpad.
Pelukis-pelukis yang sudah punya ciri khas juga beda "kasta" dengan mereka para pelukis wajah yang di tempat-tempat wisata itu, meski mungkin malah bagi sebagian orang gambarnya para pelukis wajah itu lebih bagus, karena lebih mirip dengan aslinya.
Affandi misalnya. Kalau bikin lukisan orang ya nggak bakalan pernah mirip. Karena style dia ya begitu, ekspresionisme. Lakunya? Ratusan juta.
Pelukis wajah bisa nggambar mirip sama aslinya. Ya, kalau memang dia punya ciri khas tertentu, dia juga bisa menjual lukisannya ratusan juta juga. Kalau enggak? Ya, gitu-gitu aja.
Misalnya lagi, sutradara video clip. Gaya khas sinematografinya Rizal Mantovani beda sama gayanya Dimas Djay. Kelihatan banget tuh.
Gaya dan ciri khas itu selayaknya identitas.
Kalau kamu punya gaya dan ciri khas, artinya kamu punya identitas.
Lalu, bagaimana dengan blog?
Memangnya blogger sama dengan seniman?
Ndilalah, kemarin ada yang nanya sama saya, gimana cara mencari ciri khas untuk personal blogger. Jadi, marilah kita bahas.
Saya pribadi menilai ada beberapa hal yang sama, dengan semua analogi di atas.
Saat seorang blogger sudah punya gaya khas dalam menulis, merepresentasikan apa pun pesan yang dibawanya, ya akan membawa identitasnya ke mana pun.
Mari kita lihat lihat dulu beberapa profil blogger berikut, yang menurut saya sudah punya style yang sangat khas.
1. Tikabanget
Tika nggak tahu saya. Wkwkwk. Tapi saya tahu dia. Dulu, Tika kalau nulis judul selalu pakai "ituh..."
![]() |
Arsip blog Tikabanget di tahun 2009 |
Semua pakai "ituh...", dan ini tuh khas buanget! Nggak ada blogger lain yang (berani) nulis kayak gini. Karena bakalan dibully dah, kalau zaman sekarang. Niru Tika ya?
Itu kan cuma judul. Gimana dengan blog postnya? Emang punya ciri juga?
Coba baca yang soal Fertitest. Sumpah, kalau artikel ini di zaman sekarang barangkali bisa dicurigai sebagai artikel pesan sponsor. Tapi waktu itu belum ada kayaknya postingan berbayar kek gini. Wkwkwk.
Coba kalau artikel itu jadi blog post berbayar salah satu dari campaign-campaign yang ada sekarang. Boom dan viral kali. Hahaha. Ngakak lo saya pas baca. Komennya ada ratusan juga. Gilingan kan?
Sayangnya sekarang Tika udah nggak pakai gayanya itu lagi. Dia sudah berubah! Halah.
2. Annisa Steviani
Saya memang jarang blogwalking dan jalan-jalan. Tapi, kalau saya mau datang dan baca artikel di blog orang, biasanya memang karena saya tertarik sama bahasannya.
Kayak di blog Icha juga neh. Nggak semua saya baca emang. Tapi saya selalu baca artikel Icha yang menarik--yang entah kenapa--selalu isinya bikin saya nyengir.
Salah satunya adalah saat Annisa merepet soal artis 'Si Neng A'--begitu dia bilang--yang tampak berusaha banget memang untuk selalu tampil sempurna di media sosial.
![]() |
Screenshot dari blog Annisa Steviani |
Saat membacanya, saya kebayang Icha-nya di depan saya dan dia lagi merepet. Saya mendengarkan, sambil cengar cengir, DAN serasa dipaksa untuk setuju sama dia.
Tapi, memang seperti itulah gaya Icha. Merepet, rada nyinyir, but related to people (baca: buibuk). Silakan coba baca artikel Icha yang lain. Nadanya sama, kek-kek gitu juga.
3. Dani Rachmat
Kalau Mas Febriyan Lukito bilangnya begini.
![]() |
Kata Mas Ryan lo ini. Huahahahaha. |
Tapi ya bener juga sih.
Buat saya postingannya Mas Dani yang paling epic adalah yang soal Kerja di Bank. Artikel itu yang paling Mas Dani banget deh.
![]() |
Iya, baca itu saya rasanya pengin beneran nyambit mesin ATM. Wkwkwkwk. |
Di antara semua artikelnya--yang ngomongin topik berat tapi diomongin santai--artikel inilah yang paling menampakkan ciri khasnya.
Dan tahu nggak berapa komen yang ada di postingan tersebut? 244 komen! Iya sih, termasuk komen Mas Dani sendiri. Tapi coba lihat seberapa engagement yang dia dapatkan.
Ruar biasa.
So, apa nih kesimpulannya?
Tiga blogger di atas sudah pasti punya pembaca fanatik sendiri-sendiri.
Tikabanget pembacanya pasti sudah banyak, secara dia senior banget. Meski sekarang sudah agak berubah gaya menulisnya, tapi saya yakin deh. Masih banyak.
Annisa Steviani? Ada yang ragu dengan trafficnya?
Dani Rachmat? Bahkan dia nggak update blog, pembaca yang mampir masih tetap ribuan tiap harinya.
Tikabanget mewakili blog generasi pendahulu, yang membahas topik apa saja --> means mewakili blog gado-gado.
Annisa mewakili berniche yang masih luas, parenting dan beauty. Meski dia juga masih bahas ini itu juga.
Mas Dani nichenya lebih spesifik lagi, soal keuangan. Meski dia juga bahas film dan lain-lain. Tapi artikel keuangannya mendominasi.
Ketiganya mewakili blog dengan audience yang berbeda-beda. Sama-sama distinctive dengan gayanya masing-masing.
Lalu, bagaimana denganmu?
Apakah kamu sudah punya ciri khas sendiri untuk blog kamu?
Belum? Pantesan saja blogmu tenggelam di antara jutaan blog lain.
Pantesan aja, traffic juga segitu aja.
Pantesan juga, kamu nggak pernah menang lomba.
Untuk bisa stand out, kamu harus punya sesuatu. Sainganmu banyak lo.
Ibarat deretan kaki lima, blog kamu tuh nyempil di antara kios kaki lima yang lain. Kalau jualanmu sama aja dengan yang lain, misal ada pelanggan datang dan nawar, kamu nggak bolehin, dengan mudah pula ia akan berpindah ke lapak lain dalam hitungan detik.
Apalagi kamu memilih topik so-called-lifestyle blog yang meski kedengeran mentereng tapi ya tetep aja isinya nyampur. Kamu nggak memilih niche, yang tidak menonjolkan keunggulanmu, kelebihanmu, atau apa pun yang bisa memaksa orang untuk ngefans denganmu, menunggu tulisanmu, atau menjadikanmu sebagai tempat bertanya.
Orang akan dengan mudah lupa juga pada eksistensimu sebagai blogger.
Kalau sudah begitu, satu-satunya cara untuk bisa membuat orang ingat akan kamu adalah kamu harus punya ciri khas.
Bener nggak?
Tapi, gimana caranya menemukan ciri khasmu sebagai blogger, kalau kamu masih belum memilih niche atau fokus tertentu?
Saya sebenarnya berani taruhan. Ketiga blogger di atas NGGAK PERNAH secara sengaja mencari ciri khas mereka masing-masing. Nggak yakin saya, Tika, Icha sama Mas Dani tuh merenung, pengin jadi kayak gimana saya kalau ngeblog nanti.
Nggak. Ciri khas itu mereka keluarkan secara alami. Otomatis aja gitu. Ndilalah, mereka sendiri adalah orang-orang antimainstream. Sudah dari sononya begitu.
Tapi NGGAK SEMUA orang tuh begitu. Ada beberapa orang yang mainstream. Gayanya B aja. Nggak bisa menemukan satu hal yang bisa ditonjolkan dari dirinya.
Padahal, kamu pasti setuju kan sama saya, kalau setiap orang itu unik? Iya, everybody is unique. Tapi gimana caranya mengangkat keunikan itu agar menjadi ciri khas yang menonjol?
Kalau kamu merasa kesulitan menemukan ciri khasmu sendiri dalam ngeblog, coba deh, berikut ada beberapa tip dari saya. Boleh dicoba.
1. Jujur
Ketiga blogger di atas menulis dengan jujur. Mereka jujur dengan kondisi mereka sendiri, jujur menuliskan apa yang ada dalam pikiran mereka.
Sehingga inner voice mereka--segala macam pikiran pun--bisa mereka keluarkan apa adanya. Kalau mereka setuju ya akan menulis setuju. Kalau enggak setuju, mereka akan menjelaskan alasan mereka mengapa tidak setuju.
Mereka berani berpendapat, dan mereka nggak takut kalau pendapatnya beda.
Apa yang keluar dari diri kita secara jujur, maka sudah pasti akan "memancarkan" personality kita. Karena apa? Setiap orang tuh sebenarnya punya pemikiran sendiri-sendiri. Meski mungkin sama-sama setuju akan satu hal, tapi dasar pemikirannya bisa berbeda.
Keluarkanlah yang berbeda itu.
Jika kamu selalu memberikan hal yang berbeda, maka hal yang berbeda itu lama kelamaan akan menjadi ciri khas.
2. Ekspresikan pikiranmu
Ekspresi biasanya memang akan menjadikan suatu tulisan bernyawa. Coba lihat tulisan Icha dan Mas Dani. So expressive!
Cara mengekspresikan diri mereka ya berbeda-beda.
Orang itu paling keliatan aslinya kalau sudah berekspresi, dan saat melibatkan emosi.
Jadi kalau senang ya ekspresikanlah rasa senangmu itu. Biasanya kalau kamu senang tingkahnya seperti apa sih? Salto? Nari gangnam? Apa langsung cium-ciumin anak?
Kalau marah? Kalau saya sih kalau marah ya misuh, kalau nggak 'kampret', ya 'bangke'. Hahaha. Saya nggak segan-segan memasukkan itu dalam tulisan saya di blog.
Ada seorang penulis yang membuat karakter tokoh utama dalam novelnya, kalau marah otomatis mengumpat, "Saus kacang!"
Nah, itu juga bisa jadi ciri khas. Hahaha.
Masukkanlah emosi dalam tulisanmu, supaya lebih bernyawa dan berkepribadian.
3. Bayangkan mengobrol
Saat saya membaca artikel Icha, Tika dan Mas Dani, saya serasa diajak ngobrol langsung sama orangnya. Ini juga akhirnya yang bisa membawa karakter ketiganya terasa untuk saya, sebagai pembaca.
Kamu juga bisa melakukannya.
Caranya, setiap kali kamu mau menulis sesuatu, tutup matamu dulu. Bayangkan satu orang yang mewakili sosok pembacamu--kamu akan bisa lebih mudah membayangkannya kalau kamu sudah punya reader persona sih. Nanti kapan-kapan kita bahas ini ya, dalam artikel terpisah.
Bayangkan, satu orang pembacamu itu duduk di depanmu. Dia menunggu untuk kamu ajak ngobrol. Begitu dia sudah siap mendengarkan, so vomit the words. Tulislah artikelmu seakan-akan kamu sedang ngobrol sama dia.
Bakalan belibet, karena kamu memang aslinya belibet? Biarin. Pokoknya tumpahkan semua kata-kata, seakan kamu lagi ngomong sama pembacamu itu.
Sampai selesai, tanpa diedit.
4. Aturan bukan untuk mengikat
Mungkin akan ada yang bertanya, "Kalau saya nulis kek orang ngobrol, ntar tulisannya akan banyak yang ngaco."
Mungkin secara tata bahasa, atau secara aturan blog, atau SEO, atau apalah.
Well, ingat ini. Selama nggak terlalu aneh, kita boleh kok melanggar aturan. Aturan-aturan itu sebenarnya kan bisa dikondisikan, selama tidak merugikan orang lain.
Aturan ada bukan buat membikin kita jadi kaku dan jadi sama semuanya. Pilihlah aturanmu sendiri, yang mana yang akan kamu pegang, yang mana mending kamu cuekin dan memakai aturanmu sendiri.
Contoh, saya tahu ada kata baku dan kata yang nggak baku. Saya suka menggunakan kata baku dalam tulisan. Tapi saya tidak akan membiarkannya hingga bikin tulisan saya jadi kaku.
Jadi gimana?
Ya, saya bikin selingkung sendiri untuk di blog ini.
Apa itu selingkung? Coba klik aja di tautannya ya. Saya males jelasin, kepanjangan soalnya. Wkwkwk.
Saya nggak akan menulis 'dimana' untuk 'di mana'. Saya juga nggak akan menulis 'sekedar', 'nafas', 'cabe', 'hempas', dan lain-lain. Saya akan menggunakan kata yang lebih baku untuk kata-kata yang tetap terdengar luwes saat digunakan. Saya tetap akan menggunakan 'sekadar', 'napas', 'cabai', dan seterusnya.
Tapi, saya nggak akan juga menulis 'bagaimana' kalau 'gimana' akan membuat tulisan saya lebih mengalir. Saya tetap akan menggunakan kata 'kek' ketimbang 'kayak' atau 'seperti', yang terlalu kaku.
Saya tau aturan, untuk kemudian saya langgar aturan itu.
Kek seniman. Mereka mungkin sekolah untuk tahu teori-teori. Tapi, begitu mereka sudah berkarya, mereka boleh banget breaking the rules.
Mereka mematahkan aturan karena paham cara kerja aturan itu, dan tahu banget di bagian mana harus dilanggar untuk menciptakan ciri khas masing-masing.
Pilihan diksi seperti itu lambat laun akan membentuk ciri khas pada tulisan kita di blog. Jadi, coba diamati, banyak kok macam diksi yang bisa kamu pakai untuk mendefinisikan ciri khas kamu.
Yang penting, balik ke poin satu di atas. Jujur.
Karena dengan jujur, kamu akan menjadi dirimu sendiri. Dengan jujur, kamu akan bisa merefleksikan personality kamu ke dalam tulisan.
5. Pertajam ciri khas
Kalau kamu sudah menemukan 'suara' dan gaya bahasamu sendiri, maka sekarang pertajam.
Caranya gimana?
Ya nulis terus, dengan menggunakan suara dan gaya yang sudah kamu pilih tadi.
Semakin sering kamu menulis dengan gaya itu, maka akan semakin terasa deh ciri khasnya. Ciri khas itu memang nggak bisa dalam semalam dibikin, harus secara terus menerus.
Kalau kamu sudah capek duluan dalam berproses ya, mungkin kamu harus menengok lagi motivasimu ngeblog.
Nah, itu dia beberapa langkah untuk bisa menemukan ciri khas meski kamu adalah blogger lifestyle yang belum punya niche.
Kalau yang sudah punya niche, tetap juga kok akan lebih baik kalau punya ciri khas lagi. Kenapa? Ya biar semakin khaslah. Semakin khas (in a good way) pasti akan lebih bagus kan?
Udah panjang ya, artikelnya? 2000 kata ya bok. Wkwkwk.
Tapi semoga nggak ngebosenin deh. Udah lama saya nggak pernah nulis sepanjang ini pun. Hahaha.
Sampai ketemu lagi di artikel berikutnya ya.